Ibrahim Arief Bantah Pernah Jadi Anak Buah Nadiem dan Tepis Dakwaan Jaksa

Ibrahim Arief Bantah Pernah Jadi Anak Buah Nadiem dan Tepis Dakwaan Jaksa

Nasional | okezone | Selasa, 30 Desember 2025 - 19:26
share

JAKARTA – Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook dan Chrome Device Management (CDM), Ibrahim Arief alias IBAM, membantah pernah menjadi staf khusus (stafsus) mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim.

“Terdakwa Ibrahim Arief alias IBAM bukan staf khusus menteri dan bukan anggota tim teknis, apalagi disebut-sebut di media sebagai ‘orang dalam’,” ujar Bayu Perdana selaku kuasa hukum Ibrahim Arief, Selasa (30/12/2025).

Lebih lanjut, Bayu mengklaim IBAM tidak memiliki kewenangan dalam pengadaan sarana pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi berupa laptop Chromebook dan CDM. Bayu juga menepis sejumlah keterlibatan IBAM dalam dakwaan yang disusun tim Jaksa Penuntut Umum (JPU).

“Terdakwa Ibrahim Arief alias IBAM tidak membuat review kajian dan analisis kebutuhan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada program digitalisasi pendidikan,” beber Bayu.

Menurut Bayu, IBAM juga tidak memiliki kewenangan menyusun harga satuan dan alokasi anggaran tahun 2020 sebagaimana diuraikan dalam surat dakwaan. Hal itu, kata Bayu, sekaligus menepis anggapan bahwa IBAM mengenal pihak-pihak yang dianggap diperkaya berdasarkan surat dakwaan.

“Sekalipun ada pihak yang dikenali, interaksi terbatas pada ruang lingkup profesional tanpa adanya pemufakatan jahat,” ungkap Bayu.

Diketahui, IBAM didakwa merugikan negara Rp2,1 triliun dalam pengadaan laptop berbasis Chromebook dan CDM. Ia didakwa bersama Sri Wahyuningsih, mantan Direktur SD Kemendikbudristek, dan Mulyatsyah, mantan Direktur SMP Kemendikbudristek.

IBAM disebut turut hadir dalam rapat yang digelar pada 6 Mei 2020 dengan mengundang staf khusus Nadiem, yakni Jurist Tan, Fiona Handayani, dan beberapa pihak lainnya. Dalam rapat tersebut, Nadiem meminta agar Ibrahim Arief memaparkan presentasi terkait pengadaan tersebut.

“Selanjutnya, pada tanggal 6 Mei 2020, Nadiem Anwar Makarim mengundang Jurist Tan, Ibrahim Arief alias IBAM, Fiona Handayani, Anindito Aditomo alias Nino, Hamid Muhammad, dan Totok Suprayitno untuk menghadiri rapat yang meminta Ibrahim Arief alias IBAM memaparkan bahan presentasi pengadaan TIK menggunakan sistem operasi Chrome,” ujar jaksa dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa 16 Desember 2025.

Menurut jaksa, rapat tersebut juga memerintahkan para peserta untuk menggunakan headset dan menyalakan kamera selama menyampaikan pendapat. Di sisi lain, peserta rapat diwajibkan berada di ruangan tertutup sehingga rapat tidak dapat didengar pihak lain.

“Adapun undangan rapat zoom meeting tersebut dibuat secara tidak lazim, yaitu bersifat tertutup dan rahasia, serta memerintahkan peserta rapat untuk menggunakan headset atau berada di ruangan tertutup yang tidak dapat didengar oleh orang lain,” ujarnya.

Dalam rapat itu, seluruh pembahasan juga dilarang untuk direkam. Menurut jaksa, rapat tersebut pada intinya memaparkan bahwa Chromebook dan CDM lebih unggul dibandingkan sistem Windows.

“Pada rapat zoom meeting tersebut, peserta rapat tidak diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat dengan posisi video dalam keadaan off, kecuali Ibrahim Arief alias IBAM, dan rapat zoom meeting tersebut tidak boleh direkam,” ujarnya.

“Yang pada pokoknya, Chromebook dengan sistem operasi Chrome, termasuk Chrome Device Management atau CDM atau Chrome Education Upgrade, dinilai lebih unggul dari sistem operasi Windows dalam Single Digital Platform,” imbuhnya.

Nadiem, kata jaksa, juga sempat menyatakan ‘Go Ahead’ atas paparan yang dipresentasikan IBAM. Padahal, menurut jaksa, pemilihan Chromebook dan CDM tidak berdasarkan identifikasi kebutuhan dan tidak bermanfaat bagi kebutuhan pendidikan dasar di Indonesia.

“Kemudian Nadiem Anwar Makarim menyatakan ‘Go Ahead with Chromebook’. Padahal, pemilihan Chromebook dengan sistem operasi Chrome untuk Program Digitalisasi Pendidikan tidak berdasarkan identifikasi kebutuhan dan telah diarahkan menggunakan sistem operasi Chrome, termasuk Chrome Device Management atau Chrome Education Upgrade, yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat bagi kebutuhan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia, serta pernah gagal pada tahun 2018,” ungkap jaksa.

Topik Menarik