Hukum dan Penegakan Hukum di Tengah Demo Anarkistis
Romli Atmasasmita
TANGGAL 31 Agustus 2025 merupakan fenomena sosial mirip gerakan Hati Nurani Rakyat tahun 1966 dan berlanjut pada tahun 1998 Tragedi Semanggi, dengan tujuan sama, menuntut pemerintah harus pro penderitaan rakyat, meskipun memiliki motif berbeda. Demo bermotif kepentingan suara rakyat sering dijadikan alasan yang dipandang tak terbantahkan sampai kemudian ditemukan tersangka pelaku demo anarkistis berencana yang mengurangi makna demo suara hati nurani rakyat itu sendiri.
Masalahnya tidak sampai pada penangkapan, penahanan, dan peradilan tersangka pelaku demo anarkistis, melainkan di dalam suatu negara hukum sebagaimana ditegaskan di dalam UUD 1945 masih perlu dipertanyakan, di mana fungsi dan peranan hukum dan penegakan hukum? Belum ada jawaban yang lengkap dan tuntas dan tidaklah cukup berargumentasi secara teoritik hukum semata dan menutup mata terhadap realitas hukum dan penegakan hukum saat ini dan di masa yang akan datang.
Pembangunan hukum termasuk penegakan hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembanguman nasional yang semula dimaksudkan berperanan dan berfungsi sebagai kompas pengaturan kehidupan yang tertib dan teratur, telah berubah di tengah demo anarkistis menjadi sarana "pemadam kebakaran" yang tidak diketahui kapan berakhirnya. Yang penting dipastikan adalah bahwa hukum dengan karakteristik statis atau hanya berpegang pada fakta penerapan hukum saja tidak dapat mengungkap tuntas kompleksitas masalah yang terdapat di balik demo anarkistis kecuali hukum harus mengubah dirinya menjadi berfungsi dinamis, dalam arti harus berpegang pada realitas kepatuhan masyarakat terhadap hukum, dan hal mana memerlukan kepercayaan publik (public trust) rakyat terhadap pemimpin bangsa.
Baca Juga: 12 Orang Pelaku Penjarahan Rumah Uya Kuya Jadi TersangkaDalam bagian yang amat penting dan strategis ini tampak pemerintah sejak era Jokowi dan kini belum memperoleh kepercayaan tersebut dan tentu hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain jiwa kepemimpinan (leadership) tokoh bangsa mulai pejabat eksekutif, legislatif, sampai yudikatif. Realitas yang ditemukan dari ketiga pilar negara hukum tersebut ternyata masih jauh dari harapan yang paling tidak kualitas minimal kalau tidak dapat dikatakan telah mencapai titik nadir.
Yang akan terjadi di kemudian jika keadaan sedemikian tidak dipahami oleh elite poliitk pemimpin bangsa ini bahkan kontraproduktif menyikapinya dengan kekuasaan dan kewenangan yang ada padanya, niscaya gerakan tuntutan 17-8 akan tumbuh menjadi gerakan massa 270 juta yang dapat meluluhlantakkan bangunan sosial, ekonomi, dan politik serta fisik yang telah dengan jerih payah memakan banyak korban pahlawan bangsa.
Konstatasi situasi sosial politik ini hendaknya tidak disikapi secara sinis dan bernada kebencian, melainkan harus dijadikan cermin kita semua terutama para pemimpin masyarakat dan negara dengan bijak penuh pemaaf jika konstatasi ini menyentuh sanubari.
Baca Juga: Jawab 17+8 Tuntutan Rakyat, DPR Hentikan Tunjangan Perumahan Rp50 Juta
Ada beberapa solusi sementara yang dapat dilakukan. Pertama, penempatan personalia pada jabatan yang bersifat strategis sesuai dengan keahliannya tidak hanya semata karena kedekatan secara personal atau kepentingan politik. Kedua, perlu dipertimbangkan juga dan terpenting masalah integritas dan loyalitas kepada bangsa dan negara untuk menyatakan tidak terhadap tekanan asing yang berpotensi menghidupkan kolonialisme. Ketiga, penempatan jabatan strategis dalam bidang ekonomi dan keuangan yang juga peduli terhadap utamanya hukum dan penegakan hukum yang dapat mengawal dan menjaga agar kehidupan ekonomi menjadi tertib dan teratur tidak sebaliknya.
Keempat, kebijakan politik ekonomi harus tidak lagi semata-mata demi kepentingan stabilitas ekonomi, melainkan juga harus disatupadukan dengan stabilitas hukum dan politik. Kelima, susunan pesonalia kabinet pemerintahan harus terdiri dari unsur teknokrasi dan seimbang dangan unsur latar belakang.










