KPK Panggil Deputi Gubernur BI hingga Anggota DPR terkait Kasus Dana CSR
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal memanggil Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Fillianingsih Hendarta. Dia dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana CSR Bank Indonesia (BI).
Tim penyidik KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap anggota DPR Faksi PKS Ecky Awal Mucharam. "Hari ini KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan TPK terkait penyaluran dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI)," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Kamis (19/6/2025).
Baca juga: KPK Periksa Deputi Direktur Hukum BI terkait Dana CSR
Selain keduanya, KPK juga menjadwalkan pemanggilan terhadap Ketua Panja Pengeluaran Rencana Kerja dan Anggaran OJK Dolfie Othniel Frederic Palit dan karyawan swasta Sahruldin. Keempatnya akan diperiksa di Gedung Merah Putih KPK. Namun, belum diketahui materi apa yang akan digali dari keterangan mereka.
Dalam kasus ini, KPK pernah memeriksa anggota DPR Fraksi Nasdem Satori, Senin (21/4/2025). Dalam pemeriksaan yang kali ketiga itu, penyidik masih mendalami penggunaan dana CSR BI. "Kita masih mendalami terkait penggunaan dana CSR itu," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (22/4/2025).
Satori merupakan penerima dan pengguna CSR BI. Dalam hal ini, dia menerima melalui yayasan yang dia ajukan.
"Sebetulnya penerimanya bukan beliau, penerimanya adalah yayasan. Tapi, yayasan itu diajukan oleh yang bersangkutan. Jadi yang bersangkutan itu dipanggil di sini, kita konfirmasi lagi terkait penggunaan dana CSR," ungkapnya.
Menurut Asep, dana CSR BI bisa digunakan untuk berbagai program seperti renovasi rumah tidak layak huni (rutilahu), pengadaan ambulans, beasiswa, dan lainnya. Namun, pihaknya mendapati penyelewengan dalam penggunaannya.
"Misalkan ini untuk 50 rumah, rutilahu maksudnya ya, nanti digunakan untuk itu. Pada kenyataan yang kita temukan, rutilahunya tidak, dari 50 misalkan ya, misalkan nih, tidak semuanya, tidak 50-nya dibangun, tapi hanya misalkan 8 atau 10," ujarnya.
"Terus yang 40-nya ke mana? Yang 40-nya dalam bentuk uangnya tidak dibangunkan rumah akhirnya dibelikan properti, yang baru ketahuan seperti itu modusnya," sambungnya.










