7 Alasan TPUA Keberatan Kasus Ijazah Jokowi Dihentikan Bareskrim

7 Alasan TPUA Keberatan Kasus Ijazah Jokowi Dihentikan Bareskrim

Nasional | sindonews | Senin, 26 Mei 2025 - 15:57
share

Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) keberatan Bareskrim Polri menghentikan penyelidikan kasus ijazah mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan meminta polisi melakukan gelar perkara khusus. Ada 7 poin alasan hukum yang mereka beberkan.

"Dari 26 alasan hukum itu mungkin 7 poin penting. Pertama surat ke Karowasidik ini ditembuskan ke Presiden, kita tembuskan juga ke pimpinan DPR RI, Kejaksana Agung, Kepala Bareskrim, dan Irwasum Mabes polri," Wakil Ketua TPUA, Rizal Fadhillah pada wartawan di Mabes Polri, Senin (26/5/2025).

Menurutnya, penghentian penyelidikan kasus ijazah Jokowi oleh Bareskrim Polri itu dinilai cacat hukum karena saat dilakukannya gelar perkara, Pelapor dan Terlapor tak dihadirkan.

Oleh karena itu, gelar perkara khusus harus dilakukan, yang mana prosesnya harus melibatkan berbagai pihak sebagaimana surat yang ditembuskan tersebut ke Karowasidik.

"Kedua, proses penyelidikan tak tuntas atau tak lengkap. Ahli digital forensik, Rismon Sianipar dan Ahli IT, Roy Suryo yang masuk dalam bukti-bukti kami ajukan, tak pernah diperiksa atau dimintai keterangannya," bebernya.

Selain itu, kata dia, nama-nama seperti Kasmudjo, Pratikno, dan Aida Greenbury selalu putri Prof Achmad Sumitro pun tak pernah diperiksa polisi.

Padahal, mereka merupakan tokoh penting dalam proses penyelidikan keaslian ijazah Jokowi tersebut.

"Ketiga adalah tendensius dan menyesatkan. Kenapa begitu? Itu kan menentukan identik atau non-identik. Tapi ternyata disebut ijazah Pak Joko Widodo (Jokowi) asli. Kalau asli otentik, bukan identik. Oleh karena itu kita sebut ini ada penyesatan," paparnya.

Dia menjabarkan, keempat adalah simplifikasi, yang mana penyelidik dinilai menyederhanakan.

Dalam artian, menyederhanakan pola pembuktian sekripsi atau lembar pengesahan skripsinya Jokowi hanya dengan meraba dan melihat cekungan tanpa uji kertas hingga uji tinta, yang dinilai tak masuk kategori scientific crime investigation.

"Kelima, kami mendorong gelar perkara khusus karena ada dasar hukum, bukan semata-mata tak puas, dalam Perkap, kalau kasus itu menjadi perhatian umum boleh diajukan gelar perkara khusus karena gelar perkara biasa kemarin itu tidak optimal dan tidak terbuka, dan tidak sesuai dengan peraturan yang ada," jelasnya.

Keenam, ungkapnya, sebagaimana pasal 10 ayat 1, ayat 2 UU RI No. 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Korban, Saksi, dan Pelapor, ketika proses berjalan, pelapor, saksi, dan korban tak boleh dituntut pidana dan tidak boleh dituntut perdata. Hal itu pun ditegaskan pada Pasal 17 undang-undang tersebut.

"Kita ingatkan lagi PerMA 1 tahun 1956, kalau ada kasus perdata sedang berjalan untuk konten yang sama, maka hentikan dahulu yang pidana. Sekarang kasus itu sedang berjalan di Solo dan di Sleman. (Kasus) perdata untuk perbuatan melawan hukum ijazah palsu Joko Widodo," terangnya.

Dia membeberkan, poin ketujuh pihaknya meragukan dilakukannya uji forensik mendalam dalam kasus yang telah dihentikan itu oleh Bareskrim Polri. Sebabnya, tak terlihat adanya face recognition dalam membuktikan keaslian ijazah Jokowi itu.

"Di ijazah itu ada foto, semua meragukan itu foto Pak Jokowi bukan, harusnya ada uji face recognition. Orang melihat disana ada cap, capnya kok di dalam foto dan itu dianalisis oleh Dr Rismon dengan RGB, Red, Green, Blue Analysis, kesimpulannya kok ada cap di dalam foto, itu tak diuraikan Bareskrim kemarin, ini pertanyaan serius, uji forensik ini benar dilakukan secara mendalam, scientific atau hanya sifatnya simpel-simpel saja?" katanya.

Rizal menambahkan, kesimpulan hasil penyelidikan Bareskrim Polri itu tak mengikat secara hukum.

Oleh karena itu, kesimpulan tersebut tak bisa digunakan Polda Metro Jaya dalam menindak lanjuti aduan Jokowi terhadap Roy Suryo Cs di kasus dugaan fitnah, penghinaan dan atau pencemaran nama baik.

Topik Menarik