Viral! Bupati Mentawai Ngamuk ke Kapal Pesiar Pembawa Turis karena Tak Tunjukkan Dokumen
Video Bupati Mentawai Rinto Wardana Samaloisa mengamuk kepada kapal pesiar berinisial ‘D’ lantaran pihak kapal tidak mau memperlihatkan dokumen kapal viral. Peristiwa tersebut terjadi pada Kamis, 8 Mei 2025, namun video itu diunggah di akun Facebook RWS pada Jumat, 9 Mei 2025.
Video berdurasi 65 detik tersebut menjadi viral dan tersebar di media sosial lainnya, sementara sampai pukul 15.15 WIB hari ini di akun RWS tersebut sudah mendapat emoji sebanyak 2.400, kemudian 140.000 tayang dan 664 komentar.
Dalam penjelasan video tersebut memberikan keterangan, “Ketemu kapal dari Padang bawa turis yang belum bayar Surf Tax dan pajak serta surat-surat tidak lengkap dan mereka menikmati ombak Mentawai tanpa membayar sepeser pun. Apa tidak naik darah bupati,”
Pada video terdengar, Rinto meminta petugas kapal memberikan paspor tamu turis asing yang diangkut oleh kapal tersebut. Namun diduga, permintaan tersebut tidak diindahkan. “Kamu saya perintahkan mengambil paspor. Ini sudah batas kesabaran saya. Sekarang..sekarang!!!.
“Sekarang, kasih paspor mereka (turis asing). Mutar-mutar aja dari tadi, saya pula yang anda suruh menunggu,” kata Rinto dalam video tersebut.
Juru Bicara Bupati Mentawai Hendri Saleleubaja menjelaskan kronologis kejadian, awalnya mereka melakukan sosialisasi tentang pembukaan jalan untuk enam dusun di wilayah Desa Sinakak, Kecamatan Pagai Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai.
“Jalan antardusun itu tidak ada yang menghubungi dusun tersebut hanya laut, saat dialog, masyarakat melaporkan bahwa banyak kapal-kapal turis datang ke daerah mereka tapi tidak jelas apakah itu illegal atau tidak,” kata Hendri, Sabtu (10/5/2025).
Setelah mendapat laporan tersebut, Bupati bersama rombongan langsung melakukan sidak yang membawa turis untuk melakukan surfing di perairan Desa Sinaka. Ada tiga kapal yang membawa turis di sana, saat ditanya kapal pertama dan kedua mereka memiliki surat dokumen dan bukti pembayaran surf tax dan pajak, namun saat kapal ketika, kapten kapal berkelit dan tidak bisa menunjukkan kapal bukti pembayaran surf tax dan pajak.
“Sebenarnya ada 3 Kapal yang kami cek lokasi surfing. Dua kapal lainnya sudah kami cek dan kelengkapan bukti surf tax mereka lengkap. Tapi Kapal D tidak mampu menunjukkan bukti Surf Tax malah nelpon diduga bekingan atau pemilik kapal untuk bernegosiasi dengan bupati. Dan Bupati tidak mau. Ini yang memicu emosi Bupati di lapangan ditambah mereka tidak menunjukkan passport karena alasan ditahan imigrasi,” terangnya.
Emosi Bupati makin naik karena mereka menunggu cukup lama. Saat diminta paspor mereka malah menjemput turis yang berselancar. Mereka beralasan setelah surfing baru mereka bayar, akhirnya Bupati menahan buku laut mereka. "Buku lautnya sementara kita tahan dan kita minta dia mengurus sambil memberikan klarifikasi di Sikakap nantinya," jelas Rinto.
Sementata pembayaran surf tax sudah dibayar sebanyak Rp20 juta, berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Lewat kebijakan itu, setiap turis wajib membayar sebesar Rp2 juta, untuk kegiatan selancar laut selama 15 hari di perairan Mentawai. “Uang itu sudah ditangan Bupati dan akan disetor ke kas daerah,” jelasnya.
Dengan permasalah tersebut kata Hendri, Bupati sedang mengkaji Perda Pariwisata. Bupati akan mengoreksi besaran pajak gelang Rp2 Juta menjadi hanya Rp500.000. Sebab tidak semua turis datang untuk surfing. Jadi untuk surfer, mereka bayar lagi ketika masuk spot surfing.
Semua kawasan surfing akan Bupati jadikan kawasan eksklusif dan dijaga oleh Satgas yang khusus bertugas. Satgas itu selalu ada di atas kapal yang ada di Spot Surfing dan pembayaran dilakukan di tempat.
Untuk nilai uang masuk masih dikaji antara Rp500.000 sampai Rp1 juta sekali masuk spot dengan durasi maksimal 3 jam. “Keluhan para turis selama ini adalah mereka selalu diusir ketika masuk Macaronis dan untuk itu akan ditertibkan,” katanya.










