Kejagung Tetapkan Direktur Jak TV Sebagai Tersangka, IJTI: Sengketa Pemberitaan Wajib Lebih Dulu ke Dewan Pers

Kejagung Tetapkan Direktur Jak TV Sebagai Tersangka, IJTI: Sengketa Pemberitaan Wajib Lebih Dulu ke Dewan Pers

Nasional | okezone | Selasa, 22 April 2025 - 23:46
share

JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan 3 orang tersangka kasus penanganan perkara PN Jakarta Pusat berinisial MS, JS, dan TB. Salah satu dari tersangka itu ialah Direktur Pemberitaan Jak TV.

Menurut Kejagung, terdapat pemufakatan jahat yang dilakukan pelaku untuk mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP Pertamina Tbk, dan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula atas nama tersangka Tom Lembong.

Menanggapi hal itu Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) buka suara. Menurut IJTI, dalam keterangan tertulis, mereka pada dasarnya mendukung Kejagung dalam pemberantasan korupsi.

Namun demikian, IJTI mempertanyakan penetapan tersangka terhadap insan pers jika dasar utamanya adalah aktivitas pemberitaan atau konten jurnalistik, khususnya yang dikategorikan sebagai "berita negatif" yang merintangi penyidikan terkait penanganan perkara oleh Kejaksaan.

"Menyampaikan informasi yang bersifat kritis merupakan bagian dari kerja pers dan fungsi kontrol sosial yang dijamin oleh undang-undang," demikian pernyataan IJTI dalam keterangan tertulis yang diterima Okezone, Selasa (22/4/2025).

IJTI melanjutkan, jika yang menjadi dasar penetapan tersangka adalah produk pemberitaan, maka Kejaksaan Agung seharusnya terlebih dahulu berkoordinasi dengan Dewan Pers. Sebab, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, penilaian atas suatu karya jurnalistik, termasuk potensi pelanggarannya, merupakan kewenangan Dewan Pers.

IJTI mengkhawatirkan bahwa langkah ini dapat menjadi preseden berbahaya, yang bisa disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk menjerat jurnalis atau media yang bersikap kritis terhadap kekuasaan. Ini akan menciptakan iklim ketakutan dan menghambat kemerdekaan pers.

 

"Kami mengingatkan bahwa sesuai UU Pers, setiap persoalan atau sengketa yang berkaitan dengan pemberitaan wajib lebih dulu diselesaikan melalui mekanisme Dewan Pers, bukan langsung menggunakan proses pidana. Pendekatan represif terhadap kerja jurnalistik berpotensi mengancam kemerdekaan pers dan mencederai demokrasi," demikian keterangan tertulis.

Sebagai penutup, IJTI menegaskan dukungannya terhadap pengungkapan dugaan aliran dana suap dalam perkara ini sebagai bagian dari proses hukum pidana. Namun, jika penetapan tersangka terhadap insan pers semata-mata karena pemberitaan yang dianggap "menghalangi penyidikan", maka kami menilai perlu ada penjelasan dan klarifikasi lebih lanjut dari Kejaksaan, serta koordinasi yang semestinya dengan Dewan Pers.

"Kami menyerukan kepada seluruh insan pers untuk tetap menjunjung tinggi etika jurnalistik serta menjaga independensi dalam menjalankan tugas. Di saat yang sama, kami meminta aparat penegak hukum untuk menghormati kemerdekaan pers dan tidak menggunakan pendekatan represif terhadap kerja jurnalistik," tutupnya.

Topik Menarik