DPR Tegaskan Kasus Penganiayaan Pemain Sirkus OCI Belum Kadaluarsa
JAKARTA - Anggota Komisi III DPR, Gilang Dhielafararez menegaskan, kasus dugaan eksploitasi dan penganiayaan mantan pegawai sirkus OCI harus dipertanggungjawabkan di mata hukum. Kendati insiden telah terjadi lama, ia menilai kasus itu masih bisa diusut
“Kita tidak boleh berhenti bahwa kasus ini sudah kedaluwarsa. Walau kasus lama, masih bisa dibuka lagi dan diusut tuntas. Kasus kedaluwarsa bukan berarti para korban ini tidak berhak memperoleh keadilan,” tegas Gilang dalam keterangannya, Selasa (22/4/2025).
Menurutnya, aparat kepolisian bisa menelusuri alasan dihentikannya penanganan kasus tersebut. "Kalau kurang bukti, kenapa tidak ditelusuri secara mendalam? Ini menyangkut hak asasi manusia yang terlanggar lho,” ujar Gilang.
Menurut Gilang, pengusutan kasus ini kembali sangat penting agar kebenaran dapat terungkap. Terlebih, Komnas HAM sudah memberikan rekomendasi dan menyatakan temuan adanya pelanggaran HAM meski disangkal oleh pihak pengelola.
“Kebenaran kasus ini perlu diungkap secara terang benderang. Pengakuan dari para pemain sirkus tersebut tidak boleh diabaikan, harus ada pertanggungjawaban dari pihak-pihak terkait, termasuk penegak hukum dan instansi ketenagakerjaan,” sebutnya.
“Pengusutan kasus juga dibutuhkan untuk mengetahui apakah kemudian praktik eksploitasi itu juga terjadi di tahun-tahun berikutnya sampai sekarang,” sambung Gilang.
Ia mengingatkan, Amnesty Internasional Indonesia telah merekomendasikan agar Komnas HAM segera membentuk tim penyelidikan pro-justisia guna memastikan pengusutan kasus berjalan obyektif, independen, transparan dan berpihak pada korban. Gilang pun sepakat.
“Ini juga patut dipertimbangkan, karena sebagai salah satu upaya membuka tabir kekelaman yang menimpa mantan pegawai sirkus. Jadi saya rasa, berbagai langkah perlu dilakukan untuk memastikan adanya keadilan bagi para korban,” ucapnya.
Selain itu, Gilang meminta pemerintah untuk melakukan audit terhadap manajemen, baik pihak Oriental Circus Indonesia (OCI) maupun Taman Safari Indonesia Group atas uji tuntas kepatuhan perusahaan terhadap aturan hukum dan HAM yang ada di Indonesia. Hal ini penting agar kasus serupa tak terjadi lagi ke depan.
“Termasuk pengawasan ke manajemen sirkus lainnya. Karena Taman Safari ini kan besar dan manajemennya rapi, tapi kok bisa kejadian-kejadian seperti ini ada? Bagaimana dengan sirkus-sirkus lainnya?” papar Gilang.
"Kalaupun kasus hukum dianggap sudah kedaluwarsa, pihak manajemen sirkus harus memberikan pertanggungjawaban, apapun bentuknya. Ini sebagai bentuk keadilan," tutupnya.
Diketahui, kasus ini bermula dari sejumlah perempuan mantan pemain sirkus OCI yang menguak kisah kelam selama puluhan tahun menjadi pemain sirkus. Di mana mereka beratraksi di berbagai tempat, termasuk di Taman Safari Indonesia.
Cerita memilukan ini diungkap para perempuan tersebut di hadapan Wakil Menteri HAM Mugiyanto, Selasa (15/4), saat mengadukan pengalaman pahit yang mereka alami selama bertahun-tahun. Mulai dari kekerasan fisik, eksploitasi, hingga perlakuan tidak manusiawi.
Salah satu pemain sirkus, Butet bercerita bahwa ia sering mendapatkan perlakuan kasar selama berlatih dan menjadi pemain sirkus. Bahkan ia sempat dipisahkan oleh anaknya bernama Fifi yang belakangan diketahuinya juga merupakan bagian dalam kelompok sirkus ini. Fifi disebut sampai harus melarikan diri melewati hutan Cisarua.
Sedangkan pihak Taman Safari Indonesia mengeklaim tidak punya keterkaitan dengan para mantan pemain sirkus yang mengaku mengalami kekerasan. Manajemen Taman Safari mengatakan bahwa masalah tersebut melibatkan individu tertentu dan tidak ada kaitannya dengan kelembagaan.