Kezaliman Sultan Amangkurat I Picu Perang Trunajaya Vs Mataram, Ibu Kota Hancur dalam 5 Hari

Kezaliman Sultan Amangkurat I Picu Perang Trunajaya Vs Mataram, Ibu Kota Hancur dalam 5 Hari

Nasional | okezone | Minggu, 5 Mei 2024 - 07:46
share

SULTAN Amangkurat I merupakan Raja Mataram Islam yang kontroversial. Ia digambarkan sosok yang zalim dan otoriter sehingga tak disukai banyak kalangan. Sifat buruknya memicu konflik internal di istana kerajaan hingga pemberontakan Trunajaya.

Trunajaya merupakan bangsawan dari Madura yang memimpin pemberontakan ke Raja Mataram Sultan Amangkurat I karena kecewa dengan kepemimpinannya.

Trunajaya membawa pasukan menyerang pusat Kerajaan Mataram dan menghancurkan Istana Plered di Bantul, Yogyakarta. Hanya dalam lima hari ibu kota kerajaan Mataram yang megah itu pun hancur.

 BACA JUGA:

Serangan pasukan Trunajaya ke Mataram juga disokong oleh sekutu Madura yang kebanyakan dari Makassar.

Sebelum meluluhlantakkan Plered, pasukan Trunajaya bergerak terlebih dahulu dengan menghabisi beberapa daerah kekuasaan Mataram di pesisir utara Pulau Jawa pada 1676.

"Peperangan pertama antara pasukan Trunajaya dengan Mataram pecah di Gedogog pada 1676. Saat itu pasukan Trunajaya berhasil menang, dan perlahan tapi pasti menguasai wilayah utara Pulau Jawa yang menjadi kekuasaan Mataram" demikian dikutip dari "Tuah Bumi Mataram : Dari Panembahan Senopati hingga Amangkurat II".

Bahkan konon serangan ini membuat Sultan Amangkurat I terdesak dan melarikan diri kembali ke Plered. Tetapi malang ia meninggal dunia saat berada di tempat pelariannya.

 BACA JUGA:

Sejarah mencatat Pemberontakan Trunajaya ini disebabkan kepimpinan Sultan Amangkurat I yang cenderung diktator dan kejam terhadap lawan-lawan politiknya. Hal ini menjadikan banyak ketidakpuasan timbul dari daerah - daerah kekuasaan Mataram kala itu, termasuk Madura. Banyak tokoh bangsawan dan ulama yang menjadi korban kekejaman Sultan Amangkurat I.

Bahkan sebagian tokoh yang dibantai oleh Amangkurat I adalah tokoh - tokoh di Jawa Timur yang dihormati, termasuk salah satunya ayah Trunajaya bernama Raden Demang Melayakusuma. Mertua Sultan Amangkurat I Pangeran Pekik, yang merupakan anak Adipati Surabaya, juga tak lepas dieksekusi oleh Raja Mataram keempat tersebut.

Pembantaian anak turun kebangsawanan Jawa Timur ini memicu persoalan serius permusuhan antara Amangkurat I dengan para kawula Jawa Timur. Hasilnya bisa terbukti, pasca Amangkurat I mangkat alias wafat, anaknya Amangkurat II juga harus menanggung konflik yang disebabkan ayahnya.

 BACA JUGA:

Raden Trunajaya adalah keturunan penguasa Madura, yang dipaksa tinggal di Keraton Mataram setelah kekalahan dan pencaplokan oleh Mataram, pada tahun 1624. Setelah ayahnya Trunajaya dieksekusi oleh Amangkurat I pada 1656, ia meninggalkan Keraton Mataram dan pindah ke Kajoran. Ia lalu menikahi putri dari Raden Kajoran, kepala dari keluarga yang berkuasa di sana.

Keluarga Kajoran sendiri adalah keluarga ulama kuno yang kemudian terikat pernikahan dengan keluarga kerajaan. Sebagai tokoh agama, Raden Kajoran khawatir dengan kebrutalan dan kebringasan pemerintahan Amangkurat I, termasuk eksekusi mati para bangsawan di keraton. Hal ini memicu niatan para bangsawan di Jawa Timur memberontak ke Kerajaan Mataram.

Topik Menarik