Jalan Terjal Gerakan Petisi 50 Menentang Rezim Soeharto

Jalan Terjal Gerakan Petisi 50 Menentang Rezim Soeharto

Nasional | okezone | Minggu, 5 Mei 2024 - 06:06
share

JAKARTA - Pada 1980, pernyataan Presiden Soeharto yang mendesak ABRI untuk mendukung Golkar dalam pemilihan umum dan ajakan untuk persatuan antara ABRI dan Golkar demi menjaga Pancasila, memecah belah internal militer.

Meskipun banyak yang menyetujui rencana Dwifungsi ABRI yang diajukan oleh Soeharto, sejumlah kalangan senior menentangnya. Ketegangan semakin meningkat ketika Soeharto dengan tegas menyatakan, "Mengkritik saya adalah sama dengan mengkritik Pancasila," di Markas Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha), Cijantung, pada 16 April 1980.

Ancaman Soeharto yang mengindikasikan kemungkinan penculikan anggota MPR yang akan melakukan perubahan UUD 1945 juga menimbulkan kegelisahan di kalangan perwira senior.

Sebagai respons terhadap kekhawatiran ini, pada tanggal 5 Mei 1980, 50 tokoh nasional berkumpul dan menandatangani surat protes, yang kemudian dibacakan di hadapan anggota DPR-RI. Surat tersebut, yang dikenal sebagai Petisi 50, dengan tegas mengecam Soeharto karena dianggap telah menyalahgunakan Pancasila.

Hoegeng Imam Santoso adalah salah satu tokoh yang turut serta dalam kelompok Petisi 50. Namun, keikutsertaannya dalam kelompok tersebut mempengaruhi hubungan pribadinya dengan Dharto, yang mengepalai Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan. Meskipun demikian, Dharto tetap menghargai pilihan politik Hoegeng.

Hal tersebut sebagaimana dituangkan Dalam buku Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan, karya Suhartono.

Topik Menarik