Kominfo Catat 2,7 Juta Masyarakat Judi Online, Didominasi Usia Muda 17-20 Tahun

Kominfo Catat 2,7 Juta Masyarakat Judi Online, Didominasi Usia Muda 17-20 Tahun

Nasional | sindonews | Sabtu, 4 Mei 2024 - 21:08
share

Keberadaan judi online di Indonesia semakin marak. Mirisnya, pemain judi online didominasi oleh anak-anak muda yang melek teknologi. Hal ini menjadi perhatian dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Kominfo mencatat, sebanyak 2,7 juta orang merupakan pemain judi online dan dominan dilakukan oleh anak muda dengan rata-rata umur 17 hingga 20 tahun.

Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) total perputaran uang dalam bisnis judi online di Indonesia mencapai Rp327 triliun. Angka ini senilai 10 dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Baca juga: Menkominfo Budi Sebut Daripada Judi Online, Mending Jualan Online

Sedangkan, data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2023 ambang batas pendapatan masyarakat dalam golongan miskin di Indonesia sebesar Rp550.458 per kapita/bulan.

Analis Konten Media Sosial Kominfo Reyga Radika mengaku kewalahan mengontrol situs-situs judi online yang beredar di dunia maya.

"Perang melawan judi online ibarat pertarungan yang tak ada hentinya," katanya saat acara Obral Obrol liTerasi Digital, pada Jum'at, 3 Mei 2024 yang mengangkat topik "Judi Online, Niat Jadi Konglomerat Berujung Melarat" yang diselenggarakan Kominfo.

Untuk itu, Radika mengajak masyarakat untuk sama-sama menyadari kerugian judi online ini tak main-main. Bahkan bisa menyeret ke jurang kemiskinan, meski deposit yang disyaratkan jumlahnya kecil.

Judi online bak jamur di musim penghujan, terus muncul tak terkendali. Karena itu, pemerintah terus berupaya terus melakukan identifikasi situs judi.

“Dalam sehari kita bisa sekitar 5.000 situs kita blokir setiap harinya. Kita juga menerima aduan dari masyarakat untuk memblokir situs judi online,” imbuh Reyga.

Per tanggal 3 Mei 2024, Kominfo mencatat hampir separuh konten negatif di internet merupakan konten judi online. Tingginya aktivitas judi online seakan tak terbendung dan justru semakin deras, tanpa disadari masyarakat seperti memberikan sedekah pada bandar-bandar judi online, tanpa merasa dirugikan.

"Padahal kegiatan ilegal ini, tak bisa dipertanggung jawabkan jika membuat masyarakat rugi," katanya.

Praktisi Literasi Digital dan Vokasi Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati mengatakan, mudahnya masyarakat mengakses judi online menjadi salah satu faktor mengapa judi online mudah menggiurkan masyarakat. Belum lagi, 70 transaksi judi online besarannya kurang dari Rp100.000.

"Judi online menjadi susah diberantas karena nilai bisnisnya yang tinggi dan didesain seperti permainan online. Tanpa masyarakat sadari, judi online juga memberi kerugian berkali-kali lipat," ucapnya.

Masyarakat tak hanya kehilangan sejumlah nominal uang tapi juga memiliki kemungkinan besar terarah pada situs pornografi, yang membuat turunnya produktivitas seseorang.

"Ketika otak seseorang dibedah, antara yang menggunakan narkotika (narkoba) dengan yang melihat pornografi maka penikmat pornografi kerusakan otaknya empat kali lipat lebih parah,” tegasnya.

Devie mencontohkan, wabah judi online bahkan melanda pasukan Ukraina sehingga membuat produktivitas dan semangat berjuang pasukannya menurun. Bahkan banyak prajurit yang harus menggadaikan senjata demi memenuhi hasrat bermain judi online. Hal ini menjadi salah satu gambaran bahwa wabah judi online juga tengah menjangkiti masyarakat dunia.

"Jika sudah terjerat judi online, dukungan sosial dari orang-orang terdekat menjadi penting. Karena itu, peran orang-orang terdekat dalam mendukung seseorang untuk menyudahi kebiasaan bermain judi online sangat vital, bukan malah menyalahkan dan membiarkan," katanya.

Psikolog Klinis Dewasa Adriana Amalia mengatakan, judi online berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri. Karena itu, keberadaan orang terdekat juga penting mendampingi pecandu judi online kembali menemukan tujuan hidup, seperti saling mengingatkan akan untung rugi jika tetap bermain judi online.

"Penting sekali keluarga atau ligkungan sosial terdekat memberi tahu dampak negatif sesering mungkin, supaya kemudian timbul kesadaran akan kerugian dan bahaya judi online,” ujar Amel.

Judi online berpotensi membahayakan kondisi psikis seseorang karena muncul gamblers fallacy yang membuat seseorang berfikir bahwa jika terus mencoba judi maka nanti akan ada masa untuk menang judi.

"Hal ini yang mendorong seseorang untuk terus berusaha meski dengan taruhan yang nominalnya kecil. Sehingga kalau dilakukan terus menerus tak terasa akan membuat pelaku judi online merugi. Kominfo terbuka bekerja sama dengan masyarakat untuk memberantas judi online," ucapnya.

Topik Menarik