Romo Magnis Ibaratkan Presiden Mirip Mafia Jika Gunakan Kekuasaan Untungkan Pihak Tertentu

Romo Magnis Ibaratkan Presiden Mirip Mafia Jika Gunakan Kekuasaan Untungkan Pihak Tertentu

Nasional | sindonews | Selasa, 2 April 2024 - 14:02
share

Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat, Franz Magnis Suseno mengatakan bahwa seorang presiden mirip sebagai pemimpin mafia jika menggunakan kekuasaan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu.

Romo Magnis menyebut hal itu termasuk dalam catatan etika yang disampaikannya dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024, di Gedung MK, Jakarta, Selasa (2/4/2024). Menurutnya, ada tujuh catatan tentang etika.

"Pertama etika, dengan etika dimaksud ajaran dan keyakinan tentang baik dan tidak baik sebagai kualitas manusia sebagai manusia. Etika membedakan manusia dari binatang. Binatang hanya mengikuti naluri-naluri alamiah, tetapi manusia sadar bahwa naluri hanya boleh diikuti apabila baik dan bukan tidak baik. Apakah seseorang itu baik atau buruk diukur dari apakah ia hidup secara etis atau tidak," ujar Magnis saat menjadi saksi ahli pihak Capres dan Cawapres Ganjar-Mahfud.

Catatan yang kedua, kata Magnis, tuntutan-tuntutan paling dasar etika sejak ribuan tahun dituangkan dalam ketentuan-ketentuan hukum. Misalnya larangan untuk menyiksa orang lain. Menurutnya, tidak memperhatikan hukum yang berlaku dengan sendirinya merupakan pelanggaran etika.

"Tiga, etika dan hukum. Agar manusia dinilai baik secara etis, tak cukup ia tidak melanggar hukum. Etika menuntut lebih, yaitu agar manusia selalu, juga apabila tidak ada ketentuan hukum, harus berbaik hati, jujur, caring, bersedia memaafkan, adil, bertanggung jawab, dan seterusnya," jelas Magnis.

Catatan lainnya, kata Magnis, presiden bukan hanya tidak boleh melanggar hukum tapi juga dituntut lebih. Menurutnya, presiden sangat berkuasa dan dapat memberikan perintah kepada siapa pun.

Maka dari itu, kata Magnis, seorang presiden harus membuktikan diri sebagai orang yang baik, berwawasan kebangsaan, bijaksana, jujur, adil dan seorang penguasa tertinggi harus dituntut standar etika yang tinggi.

Presiden, lanjut Magnis, adalah penguasa atas seluruh masyarakat. Oleh karena itu, ada hal yang khusus yang dituntut dari presiden dari sudut etika.

"Pertama, ia harus menunjukkan kesadaran bahwa yang menjadi tanggung jawabnya adalah keselamatan seluruh bangsa. Segala kesan bahwa ia misalnya memakai kekuasaannya demi keuntungannya sendiri atau demi keuntungan keluarganya adalah fatal," tandas Magnis.

Maka, kata Magnis, seorang presiden harus menjadi milik semua, bukan hanya milik para memilihnya. Kalaupun presiden berasal dari satu partai, maka seluruh tindakannya harus demi keselamatan semua pihak.

"Memakai kekuasaan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu membuat presiden menjadi mirip menjadi dengan pimpinan organisasi mafia. Di sini dapat diingatkan bahwa wawasan etis Presiden Indonesia dirumuskan dengan bagus dalam pembukaan UUD 1945," tegasnya.

Catatan lainnya, kata Magnis, bahwa seluruh proses, persiapan, pelaksanaan, serta pemastian hasil pemilu menjamin bahwa setiap warga dapat memilih apa yang mau dipilihnya. Serta hasil pemilu memang persis apa yang dipilih oleh para pemilihnya sendiri.

"Tujuh, kegawatan pelanggaran etika. Filosofi Immanuel Kant memperlihatkan bahwa masyarakat akan menaati pemerintah dengan senang apabila pemerintah bertindak atas dasar hukum yang berlaku, dan hukum yang berlaku adalah adil dan bijaksana. Apabila penguasa bertindak tidak atas dasar hukum dan tidak demi kepentingan seluruh masyarakat, melainkan memakai kuasanya untuk menguntungkan kelompok, kawan, keluarganya sendiri, motivasi masyarakat untuk menaati hukum akan hilang."

"Akibatnya, hidup dalam masyarakat tidak lagi aman. Negara hukum akan merosot menjadi negara kekuasaan dan mirip dengan wilayah kekuasaan sebuah mafia," pungkasnya.

Topik Menarik