Ancaman Potensi Kekerasan Berbasis Gender <i>Online</i> pada Penyalahgunaan Teknologi Kecerdasan Buatan bagi Perempuan

Ancaman Potensi Kekerasan Berbasis Gender Online pada Penyalahgunaan Teknologi Kecerdasan Buatan bagi Perempuan

Nasional | okezone | Senin, 29 Januari 2024 - 15:23
share

HADIRNYA media baru telah mengepung segala aspek kehidupan manusia, disadari ataupun tidak. Ia hadir memberikan konsekuensi dari sebuah kondisi banjirnya informasi , meminjam istilah Marry Cross (2011) sebagai too much information. Lebih lanjut Cross menambahkan We are already experiencing the cultural effects of the digital revolution that is underway.

Sebelum hadirnya media baru, kita memenuhi kebutuhan akan informasi melalui media lama, entah itu surat kabar, televisi ataupun siaran radio. Hadirnya media baru kemudian mengubah perilaku khalayak yang awalnya mengakses informasi dari perangkat media lama, kini beralih ke media baru dengan bantuan teknologi internet.

Banyak kemudahaan yang ditawarkan dari teknologi internet, antara lain kita dapat memperolah kemudahan dalam tersedianya sumber informasi yang dapat langsung kita simpan ataupun kita sebarluaskan kepada orang lain dalam waktu yang singkat dan secara serentak. Kelebihan teknologi ini mampu secara cepat dan radikal mengubah kehidupan manusia dan dunia kerja (Lubis, 2014). Hadirnya internet memberikan pengaruh bagi kehidupan masyarakat atau penggunanya, dan perempuan termasuk di dalamnya.

Mengutip hasil riset yang dikemukakan Betty Alisjahbana dalam Evawani Elysa Lubis, perempuan Indonesia pengguna internet itu di atas pertumbuhan (pengguna internet) pada umumnya, bisa mencapai angka di atas 10 persen, dimana paling banyak berasal dari kalangan professional yang kemudian diikuti ibu rumah tangga yang memanfaatkan internet dan teknologi informasi sebagai sarana untuk memudahkan produktivitas mereka.

Data penelitian dari Pew Research Centre, organisasi yang secara konsisten memiliki kepedulian tentang internet, teknologi dan sains menunjukkan bahwa perempuan mendominasi pada penggunaan media sosial, yakni sebesar 76 dibanding laki-laki yang berada pada angka 72 (Lubis, 2014).

Di sisi lain aplikasi media sosial ibarat pisau bermata dua, ia juga memiliki bahaya bagi penggunanya saat kita tidak hati-hati dan bijaksana dalam mengaksesnya. Selama beberapa tahun terakhir Komnas Perempuan mencatat sejumlah perempuan dan anak-anak perempuan menjadi korban kekerasan fisik, seksual dan ekonomi melalui dunia maya.

Kekerasan Berbasis Gender Onlien (KGBO) memiliki modus yang kian hari kian canggih dan menjerat perempuan seiring tingginya frekuensi penggunaan gawai yang terkoneksi dengan internet. Mudahnya interaksi dengan orang lain dari belahan dunia manapun melalui media sosial menyebabkan sejumlah perempuan dapat dengan mudah berkenalan dengan orang baru tanpa harus bertatap muka secara langsung. Bahkan tidak jarang diantara mereka kemudian menjalin hubungan yang dekat, meskipun tidak mengetahui identitas pasangannya (Databoks, 2021).

Data yang dihimpun Komnas Perempuan berdasarkan pengaduan sepanjang tahun 2020 menyebutkan kekerasan terhadap perempuan di ranah publik/komunitas paling tinggi pada kejahatan siber (siber crime). Jumlahnya mencapai angka 454 kasus atau 65 dari total pengaduan secara keseluruhan.

Kasus yang mengemuka di tahun 2019 antara lain berupa ancaman penyebaran foto pribadi, pelecehan seksual dan tindakan penyebaran foto pribadi oleh pelaku teman atau bahkan orang tidak dikenal (Komnas Perempuan, 2020). Lebih lanjut kekerasan di wilayah tempat tinggal sebanyak 106 kasus, diantaranya dilakukan oleh teman, tetangga, dan sebagainya.

Topik Menarik