Kisah Tragis Pieter Erberveld di Balik Nama Kampung Pecah Kulit Jakarta Barat
DI BALIK hiruk pikuk ibu kota, dan deretan gedung bertingkat ternyata menyimpak kisah memilukan yang mampu menyayat hati. Kisah beraroma pengkhianatan itu terjadi masa pendudukan pemerintah kolonial Belanda di masa lalu.
Tepatnya di Jalan Pangeran Jayakarta, Jakarta Barat, di sana terdapat sebuah kampung bernama Kampung Pecah Kulit.
Nama tersebut mungkin terdengar cukup unik. Tapi siapa sangka jika di balik keunian namanya terdapat peristiwa memilukan sekaligus membuat ngeri.
Tepatnya pada 12 April 1722 VOC melaksanakan eksekusi mati terhadap seorang seorang pria belasteran Jerman-Thailand bernama Pieter Erberveld yang dianggap sebagai pengkhianat kala itu.
Pieter Erberveld merupakan seorang pengusaha kaya raya yang gigih dan rajin membantu usaha-usaha orangtuanya di bidang penyamakan kulit dan pabrik sepatu.
Monumen Pieter Erberveld 1930 (Foto: Unversitas Leiden)
Ia memiliki ratusan hektare tanah yang tiba-tiba disita oleh VOC dengan alasan tanahnya tidak memiliki sertifikat sah dari VOC. Penyitaan tersebut rupanya berdampak luas, lantaran banyaknya penduduk lokal yang bekerja di tanah milik Peter.
Pieter pun selama ini dianggap sebagai \'Hero Batavia\' di wilayah itu karena sangat peduli dengan masyarakat pribumi.
Alhasil terjadilah persekutuan Erberveld dengan pria keturunan ningrat Banten, bernama Raden Ateng Kartadria.
Erberveld yang masih disulut amarah dendam itu kemudian merencanakan pemberontakan terhadap VOC.
Bahkan Raden Ateng Kartadria telah menyiapkan sebanyak 17 ribu orang untuk mendukung pemberontakan tersebut. Sayang seribu sayang, informasi tentang rencana pemberontakan itu bocor.
Ironisnya, orang yang membocorkan rencana pemberontakan itu tak lain anak perempuan Pieter sendiri yang saat itu sedang dimabuk cinta dengan seorang prajurit mata-mata VOC.
VOC atas perintah Gubernur Jenderal Joan Van Horn lalu bergerak meringkus Pieter dan Raden Ateng beserta para pengikutnya. Mereka lalu dieksekusi dengan cara sadis.
Monumen Pieter Erberveld 1900-1918 (Foto: Ist)
Kedua tangan dan kaki Erberveld diikat pada empat ekor kuda, dan kemudian kuda tersebut dipecut untuk berlari ke arah berlawanan.
Akibatnya, kulit dan tubuh Pieter terkoyak hancur berantakan. Tak hanya itu, pemerintah VOC juga membuat tugu peringatan yang ditulis dalam Bahasa Belanda dan Jawa bercat putih.
Kurang lebih isi dari tugu peringatan tersebut sebagai berikut; "Catatan dari peringatan yang menjijikkan pada si jahil terhadap negara yang telah dihukum Peter Erberveld. Dilarang mendirikan rumah, gedung, atau memasang papan kayu, atau bercocok taman di tempat ini selamanya," .
Kepala Pieter kemudian dipenggal, ditusuk dari leher hingga tembus ke ubun-ubun, dan ditancapkan di atas tonggak yang terpajang di gerbang rumahnya.
Di tempat eksekusi itulah kini bernama Kampung Pecah Kulit di kawasan Jalan Jayakarta, Pinangsia, Jakarta Barat.
Saat tentara Jepang masuk ke Indonesia, tugu peringatan itu dihancurkan namun prasastinya berhasil diselamatkan dan kini disimpan di Museum Prasasti, Jakarta.









