APGI Rilis Tingkat Kesulitan Jalur Pendakian Gunung di Indonesia

APGI Rilis Tingkat Kesulitan Jalur Pendakian Gunung di Indonesia

Nasional | fornews.co | Jum'at, 24 Februari 2023 - 14:04
share

SURABAYA, fornews.co Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI) merilis metode dan perhitungan grading atau kelas yang menggambarkan tingkat kesulitan setiap jalur gunung di Indonesia.

APGI menyebut Indonesia merupakan negara kepulauan tropis yang memiliki gunung aktif terbanyak di dunia. Setidaknya terdapat 129 gunung dan ratusan pegunungan non vulkanik yang populer bagi pendaki Indonesia maupun mancanegara.

Ketua Umum APGI, Rahman Mukhlis, mengungkapkan Indonesia memiliki karakter pegunungan dan bentang alam yang berbeda dengan negara-negara lain di dunia.

Karakter pegunungan dan bentang alam yang khas dan agak berbeda dengan wilayah lain di dunia, jadi acuan metode grading mereka tidak bisa diadaptasi secara penuh, katanya dalam Rakernas APGI pekan lalu di Surabaya tanggal 16-17 Februari 2023.

Metode itu menggunakan beberapa pendekatan empiris dengan lebih banyak mengedepankan metode kuantitatif untuk menghasilkan nilai akhirnya.

Grading jalur pendakian gunung itu nantinya dapat dijadikan referensi bagi para pendaki lokal maupun mancanegara sehingga bisa mengukur kemampuannya dalam kegiatan pendakian dan wisata alam.

Selama ini memang tingkat kesulitan wilayah pegunungan di Indonesia belum memiliki standar yang jelas, kata Rahman.

Menurut dia, gambaran tingkat kesulitan jalur pegunungan dari APGI seharusnya digunakan oleh para pendaki dan wisatawan untuk mengenali tingkat kesulitan jalur tersebut.

Dengan adanya grading jalur pendakian aktivitas pendakian dapat dilakukan dengan aman dan nyaman agar resiko kecelakaan di gunung dapat dimimalisir.

Maraknya tren pendakian gunung belakangan ini dinilai masih mengabaikan kesiapan dan kemampuan terhadap medan dan jalur pendakian.

APGI mencatat ratusan ribu orang setiap tahun melakukan perjalanan pendakian gunung untuk kegiatan wisata alam.

Khususnya bagi pemandu gunung, grading ini nantinya bisa dijadikan referensi pada SKKNI dan acuan kurikulum pelatihan profesi, kata Rahman.

Bahkan grading jalur pendakian itu, sambung Rahman, dapat digunakan oleh pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk pengembangan destinasi wisata gunung.

Beberapa variabel geografis yang digunakan antara lain panjang jalur, kemiringan lereng, wilayah ketinggian, tutupan jalur, bentuk medan sampai metode pembanding yang selama ini umum digunakan di dunia pendakian seperti YDS (Yosemite Decimal System).

Penghitungan mulai dilakukan dari titik start pendakian sampai puncak gunung sebagai titik akhir tujuan menggunakan teori Van Zuidam maupun I Made Sandy yang menjadi rujukan dalam ilmu geomorfologi.

Sample pertama dilakukan pada 13 gunung dengan 22 jalur di antaranya gunung Carstensz Pyramid melalui jalur Sugapa dan Ilaga, Gunung Binaiya melalui Piliana dan Huwaulu, Gunung Bromo, Gunung Semeru melalui Ranupane, dan Gunung Leuser.

Sehinga nanti semakin tinggi grading atau kelasnya akan semakin sulit dan lebih beresiko, terang Rahman.

Dijelaskan, hasil akhir tingkat kesulitan pada masing-masing jalur gunung terdiri atas 5 kelas.

Grade 1, perjalanan pada jalur yang sudah ada dan jelas, beberapa bagian jalur terkelola untuk memudahkan perjalanan. Dilakukan secara singkat dalam sehari tanpa bermalam.

Pergerakan bisa dilakukan tanpa alat bantu. Resiko bahaya cukup kecil dan mudah untuk dihindari dan diantisipasi.

Grade 2, perjalanan pada jalur yang sudah ada dan jelas, dilakukan seharian dengan adanya kemungkinan berjalan malam sampai menginap.

Penggunaan alat bantu pergerakan belum diperlukan tetapi penggunaan trekking pole cukup memudahkan.

Kemampuan menentukan arah tetap diperlukan karena kemungkinan jalur juga dapat berpotensi bahaya meski termasuk jalur aman sehingga harus diantisipasi.

Grade 3, perjalanan pada jalur yang sudah ada, hanya sesekali tertutup yang mudah dilewati. Harus bermalam sehingga peralatan berkemah dan perbekalan sudah diperlukan.

Beberapa titik membutuhkan scrambling (bantuan tangan) sehingga penggunaan alat bantu pergerakan untuk pegangan dan menjaga keseimbangan sangat dianjurkan.

Kemudian, kemampuan navigasi dasar sudah diperlukan karena resiko bahaya sudah tinggi. Ini penting dilakukan sebagai persiapan menghadapi kondisi darurat dan jalur evakuasi.

Grade 4, perjalanan pada jalur yang sudah ada kemungkinan tertutup dan curam sehingga terkadang butuh pembukaan jalur untuk dilewati.

Perjalanan dilakukan berhari-hari, untuk itu, peralatan berkemah dan perbekalan harus dipersiapkan dihitung secara matang.

Beberapa titik membutuhkan scrambling serta penggunaan peralatan untuk menambah ketinggian dan atau sebagai pengaman.

Kemampuan navigasi dan pengetahuan survival harus dikuasai karena resiko bahaya cukup tinggi jadi sangat penting untuk dipersiapkan kondisi darurat, kemampuan rescue dasar serta jalur evakuasi.

Grade 5, perjalanan pada jalur yang sudah tertutup atau harus membuka jalur baru dengan beberapa bagian curam dan terjal.

Jarak tempuhnya yang jauh memerlukan kegiatan berhari-hari yang terkadang harus melakukan pembukaan jalur dan kemampuan dasar panjat tebing.

Peralatan berkemah, perbekalan, peralatan panjat tebing juga harus dipersiapkan dengan perhitungan matang.

Pada jalur kelas 5 ini terdapat beberapa titik yang wajib menggunakan peralatan untuk menambah ketinggian dan sebagai pengaman. Kemampuan navigasi dan pengetahuan survival harus dikuasai dengan baik.

Pada grade ini memiliki resiko bahaya sangat tinggi sehingga sangat dibutuhkan persiapan sewaktu-waktu menghadapi kondisi darurat.

Harus memiliki kemampuan rescue lanjutan serta beberapa jalur evakuasi, kata dia.

Gunung Carstensz Pyramid memiliki jalur dengan grading tertinggi sebanyak 5 kelas baik melalui Sungapa maupun Ilaga.

Selanjutnya gunung yang termasuk kategori grade 4, di antaranya Gunung Binaiya melalui Piliana dan Huwaulu; Bukit Raya di Kalimantan Barat melalui Rantau Malam serta Leuser di Aceh pada jalur Blangkejeren dan Labuhan Haji.

Gunung dengan kategori grade 3 di antaranya Gunung Agung di Bali melalui jalur Besakih; Bukit Raya di Kalimantan Tengah melalui Tumbang Habangoi; Gunung Kerinci di Jambi melalui jalur Kayu Aro dan Solok Selatan; Latimojong jalur Angin-angin dan Karangan; Rinjani jalur Sembalun, Senaru dan Torean; Sengeang Api jalur Oi Nono Jara; Semeru jalur Ranupane; dan Tambora jalur Pancasila.

Gunung dengan grade 2 di antaranya Pasar Agung di Bali dan Ijen jalur Paltuding. Dan yang terakhir, gunung dengan grade 1 Bromo di Jawa Timur.

Namun, kata Rahman, hasil akhir grading dapat bersifat dinamis. Artinya, nilai masing-masing jalur bisa saja berubah seiring berjalannya waktu terkait dengan perubahan morfologi ataupun bentang alam yang terjadi pada jalur tersebut.

Selain itu, prosesnya juga membutuhkan waktu yang cukup lama mengingat jumlah pegunungan di Indonesia memiliki variasi jalur sangat banyak.

APGI berkomitmen untuk terus melakukannya agar tuntas dengan harapan dukungan dari masyarakat dan pemerintah, pungkasnya. ( adam )

Topik Menarik