Saat Gubernur DIY Sri Sultan HB X Lebih Senang Investasi Kecil tapi Banyak daripada Besar tapi Masyarakat tak Bisa Terlibat
YOGYAKARTA - Keselarasan mindset dan konsep sangat diperlukan pelaku industri untuk tetap dapat bertahan di situasi sulit. "Bagaimana dalam posisi sulit kita bisa punya napas yang sama," jelas Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, Selasa (15/11) dalam agenda dialog bersama eksportir DIY.
Dalam agenda yang digelar di Bale Kenyo, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Ngarsa Dalem menuturkan para eksportir diharapkan dapat merumuskan problematika dan menentukan langkah konkret yang dapat direkomendasikan. "Kalau bantuan secara finansial kami tidak bisa misalnya memberikan uang cash kepada PT atau CV itu tidak boleh. Hanya bentuknya support kepada UMKM dan masyarakat. Namun kita bisa memfasiliasi dialog dengan pemerintah pusat," urai Ngarsa Dalem.
Bencana di Sumut, Menteri LH Deteksi 8 Perusahaan Aktivitas Tambang-Sawit di Hulu DAS Batang Toru
Ngarsa Dalem mencontohkan upaya pemerintah memfasilitasi dialog dengan pusat saat bencana gempa 2006 dan Bom Bali I. Pada saat itu, kebanyakan pengusaha lokal Bali memilki sub contracting pengusaha Jogja. "Saya minta mereka kumpulkan barang yang tidak bisa diekspor jumlahnya mencapai 90 ton. Ada kulit hingga produk sarung. Sehingga kami coba manuver saat bertemu Menteri Keuangan saat itu Pak Budiono supaya bisa bernegosiasi dengan perbankan untuk menangguhkan masa pelunasan pengusaha yang memiliki pinjaman di bank," kenang Ngarsa Dalem.
Proses negosiasi itu pun berhasil dan membuat pengusaha tetap bisa survive. "Teman-teman akhirnya malah belajar untuk jadi eksportir sendiri, tidak bergantung dengan Bali. Kami bisa fasilitasi semacam itu, yang penting bisa meluangkan beban agar tidak kolaps," ucap Sri Sultan. Menurut Sri Sultan, menjadi penting kiranya setiap pengusaha bisa menganalis kekuatan usahanya untuk satu dua tahun mendatang mengingat pandemi mungkin saja masih terjadi.
Sri Sultan secara khusus juga menyoroti pentingnya inovasi dilakukan bagi pengusaha yang ada di DIY. Tujuannya selain meningkatkan varian usaha dan menjamin keberlangsungan usah, juga memberikan dampak pada peningkatan perekonomian.
Satgas Garuda PKH Tetapkan 2 Tersangka Illegal Logging di Mentawai, Kerugian Ratusan Miliar
Di sisi lain, Ngarsa Dalem menekankan dan memprioritaskan perusahaan lokal bisa berkembang. "Hanya karena saya berharap pertumbuhan ekonomi, sebenarnya bisa saya tinggal menarik pengusaha Jakarta untuk ke Jogja. Tetapi saya tidak mau karena belum tentu warga Jogja bisa bekerja di situ. Belum lagi nanti (perusahaannya) membutuhkan pembebasan tanah yang terlalu luas, untuk apa," imbuhnya.
Bagi Sri Sultan, konsistensi peningkatan ekonomi meskipun jumlahnya tidak terlalu besar namun berasal dari industri lokal, akan lebih diprioritaskan. "Saya itu lebih senang industri kecil dan menengah tapi jumlahnya banyak. Masyarakat Jogja bisa bekerja di situ. Meskipun pertumbuhannya hanya 6-7 persen namun bisa lebih langgeng," tegas Sri Sultan.
Kebijakan tersebut menurut Sri Sultan relatif dapat menjaga lingkungan. "Jadi kami itu selektif memilih jenis industri yang masuk di Jogja. Tidak semua investasi yang masuk saya memberikan persetujuan. Hal-hal seperti ini kami jaga agar suasana bisnis tetap sehat. Kompetisi itu boleh namun jangan sampai menghabisi seseorang hanya demi mencari sesuap nasi," tegas Sri Sultan.
Tak hanya itu, Sri Sultan juga menekankan agar para eskportir bisa memanfaatkan program atau fasilitas yang tersedia dan dapat memudahkan dari sisi akses. Seperti misalnya memanfaatkan fasilitas gudang yang disediakan PT. Angkasa Pura.
"Jika selama ini ngirimnya menggunakan kapal, mungkin bisa dihitung kalau menggunakan pesawat berapa (biayanya). Angkasa Pura sediakan gudang 500 ton/hari dan itu jarang diisi. Jadi bisa tahu apakah produk yang dikirimkan lewat penerbangan itu lebih mahal atau tidak. Kalau misal terlalu mahal, kita bisa rembugan (diskusi). Tapi saya perlu gambaran harganya supaya bisa negosiasi," terang Sri Sultan.










