Jerit Pilu Nelayan, Masih Sering Kesulitan Dapat Solar Bersubsidi

Jerit Pilu Nelayan, Masih Sering Kesulitan Dapat Solar Bersubsidi

Nasional | jawapos | Sabtu, 24 September 2022 - 20:11
share

JawaPos.com- Setiap 23 September diperingati sebagai Hari Maritim Nasional (HMN). Bersamaan dengan momen itu, ratusan nelayan Campurejo, Kecamatan Panceng, Gresik, berunjuk rasa. Mereka menjerit. Sudah beberapa pekan, mereka kesulitan mendapatkan BBM jenis solar bersubsidi.

Dalam aksinya, para nelayan itu juga membentangkan sejumlah poster yang antara lain berbunyi: Solar Langka, Nelayan Sengsara; Kami Butuh Solar, Tidak Butuh Janji; Hidup Kami Susah, Jangan Dipersusah; Pak Bupati Kapan SPBN Dibuka.

Kelangkaan solar subsidi tersebut membuat banyak nelayan menepikan perahu dan kapalnya. Tidak bisa melaut. Kabarnya, kelangkaan BBM itu sudah hampir tiga bulan terakhir. Kondisi disebut makin sulit sejak harga BBM bersubsidi dinaikkan.

Menurut M. Muzi, ketua Rukun Nelayan Campurejo, ada ratusan nelayan di wilayahnya yang menggantungkan hidup dari melaut. Karena itu, ketersediaan solar sangat dibutuhkan. Dikatakan, demi mendapatkan solar, kerap kali para nelayan harus antre berjam-jam. Di saat BBM naik dan sulit mendapatkannya, harga ikan tangkapan menurun. Ini menjadi persoalan dihadapi para nelayan sekarang, ungkapnya.

Para nelayan pun menagih keberadaan SPBU untuk nelayan (SPBN). Informasinya, SPBU di Campurejo sudah diambil alih Pemkab Gresik melalui BUMD Gresik Migas. Namun, hingga sekarang SPBN itu belum juga beroperasi. Padahal, sudah diresmikan bupati.

Saat Presiden Joko Widodo berkunjung ke Gresik pada April 2022 lalu, persoalan ketersediaan SPBN tersebut juga disampaikan para nelayan. Ribuan nelayan di pesisir Gresik selama ini sudah kerap mengeluhkan ketersediaan solar. Baik nelayan di wilayah Lumpur, Ujungpangkah, Mengare, hingga Panceng.

Sementara itu, Dewan Penasehat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jatim Bambang Haryo Sukartono menyebut, sejauh ini pemerintah tampaknya belum bisa memberikan perhatian dan melindungi para nelayan di Indonesia. Buktinya, mereka kesulitan mengoperasikan armadanya untuk melaut.

Anggota DPR RI periode 2014-2019 dari Partai Gerindra itu pun turut prihatin dengan kondisi yang sedang dialami nelayan. Padahal, sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang ESDM, semestinya para nelayan berhak mendapatkan BBM bersubsidi secara prioritas. Seharusnya, mereka mendapatkan jatah BBM bersubsidi tanpa dipersulit, katanya dalam rilis yang diterima JawaPos.com.

Alumnus Teknik Perkapalan dan Kelautan ITS Surabaya itu berharap, jargon maritim yang dicanangkan pemerintahan Presiden Jokowi jangan hanya sekadar jargon. Namun, mesti benar-benar diwujudkan.

Sejauh ini, dia menilai kementerian terkait serta Pertamina belum mampu mengimplementasikan keinginan Presiden Jokowi. Hasil perikanan di Indonesia seharusnya melimpah. Sebab, jumlah spesies ikan terbanyak nomor dua dunia.

Selain itu, lautan kita pusat terumbu karang terbesar yang merupakan rumah ikan. Lautan Indonesia memiliki luas 3.273.810 kilometer persegi atau tiga kali lipat dari daratan kita, paparnya.

Bambang Haryo mengatakan, berdasarkan data, Indonesia hanya mempunyai hasil produk perikanan 6 juta ton setiap tahun. Masih jauh lebih rendah dari Tiongkok dengan produksi perikanan sebesar 55,8 juta ton per tahun. Padahal, Tiongkok adalah negara kontinental (daratan). Kita mesti sadar ikan hasil tangkapan nelayan dapat mewujudkan generasi cerdas, kuat, dan mempunyai produktivitas tinggi, ujarnya.

Seharusnya, lanjut dia, produk ikan di Indonesia berlimpah dan murah. Dengan demikian, seluruh masyarakat dari semua golongan bisa mengkonsumsi ikan dengan maksimal.

Topik Menarik