Perbedaan Bahasa Bawean dan Madura

Perbedaan Bahasa Bawean dan Madura

Nasional | republika | Jum'at, 4 Februari 2022 - 05:16
share

Perbedaan Bahasa Bawean dan Madura

BOYANESIA Suku Bawean terbentuk karena terjadi percampuran antara orang Madura, Melayu, Jawa, Banjar, Bugis dan Makassar selama ratusan tahun di pulau Bawean, Gresik. Dengan akulturasi budaya seperti itu, beberapa bahasa Bawean pun memiliki kemiripan dengan bahasa berbagai suku tersebut.

Meskipun Bawean memiliki bahasa sendiri, tapi bahasa Bawean paling mirip dengan bahasa Madura, khususnya Sumenep. Karena itu, ketika berkenalan dengan seseorang di jalan, orang Bawean terkadang dikira orang Madura. Padahal, bukan.

Bahasa Bawean memang mirip dengan bahasa Madura, tapi terdapat perbedaan dalam penyebutan beberapa hal, seperti yang dikutip dari buku berjudul Pesantren Hasan Jufri: Dari Masa ke Masa yang ditulis Dr Ali Asyhar berikut ini:

alt

Selain itu, terdapat kemiripan juga antara bahasa Bawean dengan bahasa Indonesia, seperti kata kanan, dapur, banyak, masuk, dan suruh. Ada pula perbedaan ketika diberi kata imbuhan di depannya, seperti ngakan (makan), ngenom (minum), dan ngarangkak (merangkak).

Dalam kekhasan bahasa Bawean, huruf Y biasanya juga diganti dengan huruf J , seperti bejer (bayar), lajer (layar), are raje (Hari Raya). Kemudian, huruf W diganti dengan huruf B, seperti bhebeng (bawang), jhebe (Jawa), dan sabe (Sawah).

Kemudian, ada beberapa bahasa Bawean yang serupa dengan bahasa Indonesia, tetapi memiliki arti yang berbeda, seperti beras dalam bahasa Bawean berarti sehat. Sementara, dalam bahasa Indonesia, beras berarti padi yang sudah digiling. Kemudian, kata kabin dalam bahasa bawean berarti kawin. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, kabin adalah sebuah ruang tertutup yang umumnya berada di kapal atau pesawat.

Selanjutnya, kata pandir dalam bahasa Bawean berarti bicara. Sedangkan dalam bahasa Indonesia pandir berarti bodoh. Semak dalam bahasa Bawean berarti dekat. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, semak berarti belukar.

Jadi, begitulah beberapa bahasa Bawean yang harus terus dilestarikan meskipun sudah merantau ke negeri orang. Seperti di Singapura misalnya, untuk melestarikan bahasa Bawean, Persatuan Bawean Singapura (PBS) mengadakan kelas bahasa Bawean bimbingan Encik Salleh Ahmad, mantan penyiar TV dan radio. Kelas ini diadakan sebanyak 9 sesi yang dimulai dari tanggal 19 maret 2014 dan berakhir pada 13 Juni 2014.

Juru tulis: Muhyiddin Yamin

Topik Menarik