Kisah Istri-Istri Rasulullah SAW: Cemburu Berat Aisyah kepada Shafiyah

Kisah Istri-Istri Rasulullah SAW: Cemburu Berat Aisyah kepada Shafiyah

Muslim | sindonews | Minggu, 8 Mei 2022 - 06:23
share

Kehidupan rumah tangga Rasulullah SAW tak lepas dari konflik. Sesama istri Nabi terkadang juga dibumbui rasa cemburu. Satu contoh adalah kisah Sayyidah Aisyah ra saat mencemburui Sayyidah Shafiyah ra.

Suatu ketika, pasca-perang Khaibar Rasulullah menikahi salah seorang tawanan perang yang putri tokoh Yahudi. Beliau adalah Sayyidah Shafiyah binti Huyai bin Akhtab, putri bangsawan Bani Nadhir, keturunan Nabi Harun as. Istri Nabi ini pun dibawa pulang ke Madinah.

Dalam sebuah hadis, Anas r.a. menceritakan, ia melihat unta yang berhenti kemudian Shafiyah turun dan Rasulullah bangkit untuk menghijabnya. Para wanita muslimah melihat hal itu lalu mereka berdoa: "Semoga Allah menjauhkan wanita Yahudi itu!"

Rasulullah SAW tidak membawa sang pengantin baru menemui para istri beliau. Para pelayan pun keluar untuk melihat Shafiyah dan mengumpatnya.

Rasulullah membawa Shafiyah tinggal di rumah seorang sahabat, Faritsah ibn an-Nu\'man. Para wanita Anshar mulai berkumpul di sekitar kediaman Haritsah untuk melihat kecantikan Shafiyah dan di antara mereka yang keluar itu adalah Aisyah.

Rasulullah melihat Aisyah dan menunggunya sampai keluar. Ketika bertemu dengan Aisyah, beliau memegang bajunya dan berbicara dengan bergurau. Sambil tersenyum, beliau bertanya, "Apa yang engkau lihat wahai wanita berambut pirang?"

Aisyah r.a. menjawab, "Aku melihat seorang wanita Yahudi."

Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah engkau berkata demikian karena Shafiyah telah masuk Islam dan menjadi muslimah yang baik."

Aisyah kembali pulang. Ia tinggalkan Shafiyah lalu menemui para istri Rasulullah lainnya. Aisyah berjalan dengan penuh kecemburuan dan kejengkelan. Pasalnya, ia pun mengakui akan kecantikan dan keelokan Shafiyah di hadapan para istri yang lain.

Sayyidah Shafiyah telah berpindah ke rumah Rasulullah untuk mengambil tempat di antara para istri Rasulullah lainnya. Sabar dan diam menjadi ciri khas bagi Sayyidah Shafiyah ra karena Allah telah memberinya kemuliaan dengan hidup di bawah naungan suami yang paling mulia. Terlebih ketika ia mendengar sindiran Sayyidah Aisyah dan Sayyidah Hafshah yang mengatakan dengan suara keras bahwa dirinya adalah seorang wanita berdarah Yahudi yang di dalam urat nadinya mengalir darah Yahudi.

Para istri Rasulullah itu membanggakan diri di hadapan Sayyidah Shafiyah karena mereka adalah para wanita Quraisy atau orang Arab, sedangkan Shafiyah adalah wanita Yahudi non-Arab yang memasuki rumah mereka.

Suatu hari Shafiyah merasa tertekan atas hal yang ia dengar. Ia pun duduk sambil menangis tersedu-sedu lalu Rasulullah SAW menanyakan apa sebabnya ia menangis. Sayyidah Shafiyah menceritakan tentang hal yang dikatakan terhadap dirinya. Karena itu, Rasulullah pun bersabda, "Katakanlah kepada mereka: \'Bagaimana kalian bisa lebih baik daripada aku sementara suamiku adalah Muhammad, ayahku adalah Harun, dan pamanku adalah Musa\'."

Kata-kata Rasulullah ini menjadi penyejuk bagi Shafiyah. Kata-kata yang mampu menghilangkan rasa tersiksa dan semakin memupuk kesabarannya.

Putri Seorang Nabi

Kisah lain menyebut, suatu hari, sampai di telinga Sayyidah Shafiyah bahwa istri nabi, Sayyidah Hafshah binti Umar, menyebutnya dengan putri seorang Yahudi. Beliau menangis. Saat bersamaan Rasulullah SAW datang menemuinya dan melihatnya menangis.

Beliau bertanya, "Apa yang membuatmu menangis?"

Ia menjawab, "Hafshah binti Umar berkata padaku bahwa aku adalah putri seorang Yahudi."

Nabi berkata padanya, "Sesungguhnya engkau adalah putri seorang nabi. Pamanmu pun seorang nabi. Dan engkau dalam naungan seorang nabi. Bagaimana kau tidak bangga dengan hal itu."

Kemudian beliau berkata pada Sayyidah Hafshah, "Wahai Hafshah, bertakwalah kepada Allah." (Muhibbuddin ath-Thabari: as-Shimthu ats-Tsamin).

Maksud bahwa Sayyidah Shafiyah putri seorang nabi adalah nasabnya yang sampai Nabi Harun. Sehingga Nabi Harun terhitung sebagai ayahnya. Dan Nabi Harun merupakan saudara Nabi Musa. Sehingga ia memiliki paman seorang nabi juga. Tentang di bawah naungan nabi. Maksudnya suamimu yang menaungimu pun nabi.

Ada juga kisah, suatu hari Nabi SAW beritikaf di masjid. Nabi bersama istri-istrinya. Saat mereka pergi, Nabi berkata kepada Sayyidah Shafiyah binti Huyay, "Jangan tergesa-gesa pulang. Akan kuantar engkau."

Rumah Sayyidah Shafiyah berada di tempat Usamah. Nabi SAW keluar bersama Sayyidah Shafiyah. Di jalan, Nabi bertemu dua orang Anshar. Keduanya memandang Nabi SAW sesaat lalu terus berjalan. Beliau SAW berkata pada keduanya, "Kemarilah kalian, ini adalah Sayyidah Shafiyah binti Huyay".

Maka keduanya berkata, "Maha suci Allah, wahai Rasulullah". Lalu Beliau SAW bersabda, "Sesungguhnya setan berjalan pada diri manusia lewat aliran darah dan aku khawatir telah timbul suatu perasaan pada diri kalian berdua." (HR. Al-Bukhari No. 1897 Kitab Itikaf)

Diremehkan

Sayyidah Shafiyah menyaksikan wafatnya Rasulullah SAW karena ia merupakan salah seorang Ummahatul Mukminin yang berkerumun di sekeliling alas tidur Rasulullah saat beliau sakit. Sayyidah Shafiyah berbicara kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, demi Allah aku ingin jika apa yang engkau alami ini menimpa diriku."

Para istri Rasulullah yang lain hanya memejamkan mata. Tidak ada yang membuat mereka bergetar selain sabda beliau : "Bertobatlah!" Mereka pun menjawab, "Dari apa, wahai Rasulullah?" Rasulullah SAW bersabda, "Dari perbuatan kalian yang meremehkan Shafiyah. Demi Allah, ia telah berkata jujur."

Setelah Rasulullah wafat, Sayyidah Shafiyah duduk untuk beribadah dan memahami situasi, ia berusaha ikut andil dalam membangun masyarakat Islam sementara berbagai provokasi tetap menghadangnya dari segala arah. Kecemburuan masih menghantui hati para wanita terhadap dirinya.

Diriwayatkan bahwa seorang budak wanita miliknya datang menghadap kepada Amirul Mukminin Umar ibn Khattab dan berbicara, "Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Shafiyah mencintai hari Sabtu dan berhubungan dengan Yahudi."

Umar ibn Khattab mengirim utusan untuk bertanya kepada Sayyidah Shafiyah tentang kabar tersebut. Sayyidah Shafiyah menjawab, "Adapun hari Sabtu tidaklah aku cintai sejak Allah menggantinya untukku dengan hari Jumat. Adapun dengan kaum Yahudi, sesungguhnya aku memiliki kerabat di antara mereka hingga aku menjalin hubungan dengan mereka."

Setelah itu, Sayyidah Shafiyah menoleh kepada budaknya dan menanyakan mengapa si budak melakukan dusta semacam ini. Si budak pun menjawab, "Aku didorong oleh setan." Shafiyah menjawab, "Pergilah, karena kamu telah merdeka!"

Ibnu Hajar dalam Tadzhib at-Tadzhib mengatakan Sayyidah Shafiyah hidup dalam tekanan yang terus-menerus dan dalam kesabaran pahit serta ibadah sepanjang masa. Ibadah yang dipahami dari madrasah kenabian yang diajarkan oleh Rasulullah SAW kepadanya. Sayyidah Shafiyah juga ikut andil dalam urusan politik, agama, dan turut aktif dalam memberikan pendapat. Ia juga bercerita tentang sang suami, Rasulullah SAW.

Sayyidah Shafiyah disebut sebagai wanita Shadiqah oleh Rasulullah, yang artinya adalah wanita yang jujur imannya. Hadis-hadisnya menghiasai semua Kutub as-Sittah dan banyak orang yang meriwayatkan darinya.

Ummul Mukminin Shafiyah binti Huyai radhiallahu anha wafat pada tahun 50 H/670 M di zaman pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan. Beliau dimakamkan di Pemakaman Baqi.