Cegah Kekerasan Seksual di Ranah Digital

Cegah Kekerasan Seksual di Ranah Digital

Terkini | mnctrijaya | Selasa, 23 April 2024 - 16:47
share

SEMARANG - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyelenggarakan webinar mengenai penguatan keterampilan digital masyarakat Indonesia bernama #MakinCakapDigital 2024 untuk segmen komunitas di wilayah Jawa Tengah dengan "Lindungi Generasi Muda dari Kekerasan Seksual di Media Sosial" pada Senin (22/4/2024). 

Dalam kesempatan ini hadir pembicara program kegiatan Literasi Digital #MakinCakapDigital yang ahli di bidangnya untuk berbagai bidang antara lain Dosen, Pengusaha, dan Praktisi Digital Anang Darmawan, Wakil Koordinator Mafindo Wilayah Jombang Anik Nur Qomariyah, Rektor Universitas Putra Indonesia Astri Dwi Andriani. 

Survei terbaru dari We Are Social dan Kepios 2022 menyebutkan, pengguna internet di Indonesia terus bertambah setiap tahunnya, kini bahkan mencapai 204 juta pengguna atau sudah digunakan oleh 73,7 persen penduduk Indonesia. Sejumlah 80,1 persen penduduk Indonesia menggunakan internet untuk mencari informasi dan dapat menghabiskan waktu 8 jam 36 menit dalam satu hari menggunakan internet. 

Astri dalam paparannya menyampaikan, penggunaan internet juga memiliki dampak negatif khususnya saat tidak diiringi etika, salah satunya kekerasan seksual di ranah digital. 

Pada ranah digital, kekerasan seksual memiliki banyak nama seperti Kekerasan Berbasis Gender Siber (KBGS), Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), dan Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE). 

Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak menunjukkan, kasus KBGS mencapai 2.566 pada 2020. Terkait hal tersebut, Asri menyampaikan perihal pengertian terhadap kekerasan seksual yang menjadi aktivitas ancaman bagi seluruh korban. 

"Pengertian dari kekerasan seksual adalah segala bentuk pelibatan seseorang dalam aktivitas seksual, baik itu disertai dengan ancaman, bujuk rayu, atau bahkan memanfaatkan ketidaktahuan orang untuk memberikan consent (persetujuan), terutama pada anak-anak," ujarnya. 

Menambahkan hal tersebut, Anang mengatakan KBGS hampir terjadi di semua platform media sosial termasuk Facebook, Whatsapp, Youtube, Twitter, Instagram, TikTok, Snapchat, dan lainnya. 

"Pelecehan yang sering terjadi di media sosial dapat berupa rayuan, godaan, atau perbuatan tidak menyenangkan yang dapat dilakukan dengan chatting, komentar, direct message, mengirim foto, video bermuatan seksual, atau pornografi melalui media sosial," kata Anang. 

Berdasarkan riset dari Riset Association for Progressive Communication (APC) ada tiga tipe orang yang paling beresiko mengalami kekerasan seksual digital, yaitu seseorang yang terlibat dalam hubungan intim, profesional yang sering terlibat ekspresi publik (aktivis, jurnalis, penulis, aktor, musisi), dan penyintas korban penyerangan fisik. 

KBGS memberi efek yang besar pada korbannya, seperti yang disampaikan oleh Anik, psikologis, sosial, ekonomi, mobilitas terbatas, dan sensor diri seseorang dapat berdampak secara negatif karena KBGS. 

"Korban atau penyintas ini bisa mengalami depresi, kecemasan, dan ketakutan. Ada juga titik tertentu di mana beberapa korban atau penyintas menyatakan pikiran bunuh diri sebagai akibat dari bahaya yang mereka hadapi," jelas Anis. 

Oleh karena itu, ia menyampaikan sebaiknya ketahui pemicu terjadinya KBGS yang bisa karena faktor motivasi atau tujuan. "Motivasi bisa seperti balas dendam, cemburu, agenda politik, kemarahan, agenda ideologi, hasrat seksual, kebutuhan keuangan, atau menjaga status sosial. Sementara tujuan bisa karena ingin menyakiti psikologis, fisik, instrumental, atau penegakan norma," jelas Anis. 

Lebih lanjut, Anis mengingatkan bahwa memperjuangkan keadilan bagi perempuan terutama di kasus-kasus KBGS adalah tugas bersama. Apalagi perempuan masa kini memiliki kekuatan besar, empati, dan kemauan untuk bergerak, berkolaborasi, dan berdaya bersama-sama. 

Perlu diingat saat mengalami KBGS, seseorang dapat menyimpan barang bukti seperti screenshot atau URL, melakukan pemetaan resiko, cek prioritas kebutuhan dan keamanan, susun kronologi, melaporkan platform ke digital terkait, dan melaporkan ke polisi. 

Namun demikian, KBGS juga dapat dicegah. Astri menyampaikan seseorang dapat membatasi interaksi di ranah digital, mengaktivasi fitur private, menggunakan password yang kuat, tidak sembarang posting foto, selalu berpikir sebelum posting, dan melaporkan ke pihak berwajib agar terhindari dari KBGS.  

"Dari isu kekerasan seksual di media sosial adalah pentingnya pendidikan dan peningkatan kesadaran untuk mencegah tindakan ini. Kita perlu memperkuat pengaturan privasi dan mendukung komunikasi yang etis. Kerjasama yang efektif antara pengguna, platform media sosial, dan pihak berwenang juga krusial untuk menangani insiden dan mendukung korban. Bersama-sama kita dapat menciptakan lingkungan digital lebih aman dan inklusif," kata Anang.  

Sebagai informasi, Webinar Makin Cakap Digital merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam program Indonesia Makin Cakap Digital yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemenkominfo). 
Adapun informasi lebih lanjut mengenai literasi digital dapat diakses melalui Website 
literasidigital.id atau akun Instagram @literasidigitalkominfo, Facebook Literasi Digital Kominfo dan Youtube Literasi Digital Kominfo.

Topik Menarik