Empat Prajurit TNI Mengakui Lakukan Kekerasan di Kanjuruhan

Empat Prajurit TNI Mengakui Lakukan Kekerasan di Kanjuruhan

Kriminal | jawapos | Kamis, 6 Oktober 2022 - 14:13
share

JawaPos.com TNI bergerak cepat menindaklanjuti video yang beredar terkait kekerasan yang dilakukan prajurit TNI di Stadion Kanjuruhan pada Sabtu (1/10) malam. Serangkaian proses investigasi telah dilakukan sejak Minggu (2/10) sore. Pemeriksaan dilakukan di Detasemen POM V/3 Malang.

Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menegaskan bahwa pihaknya memberikan atensi serius terhadap prajuritnya yang tertangkap kamera melakukan penganiayaan kepada suporter seusai laga antara Arema FC dan Persebaya Surabaya tersebut.

Apa yang dilakukan prajurit TNI itu, kata dia, bukan sekadar kesalahan etik, namun mengarah pada pelanggaran pidana.

Ditemui di kompleks Istana Negara, Jakarta, kemarin (5/10), Andika mengungkapkan, sejauh ini prajurit yang sudah diperiksa berjumlah lima orang. Kelimanya dimintai keterangan lantaran ada bukti awal berupa video. Dari lima ini, empat sudah mengakui. Satu belum. Kami tidak menyerah. Makanya, kami terus minta info dari siapa pun juga. Siapa pun (yang) punya video., katanya.

Selain prajurit, lanjut Andika, unsur pimpinan TNI turut diperiksa. Yang ingin diketahui adalah prosedur apa yang dijalankan di dalam Stadion Kanjuruhan. Unsur pimpinan tersebut dimintai pernyataan apakah sudah mengingatkan bawahannya. Jadi, kami evaluasi batas kewenangan TNI dalam bertindak, terang mantan Pangkostrad itu.

Andika kecewa kepada prajurit yang menyerang masyarakat. Apalagi, terdapat video, yang ditendang oleh prajurit tersebut adalah suporter yang sedang berjalan menjauhi lapangan dan tidak menyerang aparat. Tindakan yang dilakukan prajurit TNI itu, menurut Andika, bukan ranah etik. Kalau komandan tidak memberikan brifing yang jelas apabila ada kerusuhan, berarti tanggung jawabnya tidak dilaksanakan. Berarti Pasal 126 KUHPM, tegasnya.

Andika juga menjelaskan pengamanan dalam pertandingan tersebut. Posisi TNI merupakan lapisan ketiga. Lapisan pertama adalah Sabhara, lalu kedua Brimob. Masalah yang terjadi ada orang yang jalan di depannya, terus tahu-tahu diberikan tindakan kekerasan seperti yang kita lihat di video. Kan itu menyalahi sekali, ungkapnya.

Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan terus mengumpulkan data dan informasi terkait insiden Kanjuruhan. Sejauh ini, koalisi yang terdiri atas YLBHI, LBH Surabaya, LBH Surabaya Pos Malang, Imparsial, dan beberapa lembaga masyarakat sipil tersebut telah mengantongi beberapa temuan yang menguatkan indikasi pelanggaran prosedur pengendalian huru-hara.

Salah satu temuan itu adalah dugaan tindakan represif aparat dan upaya menghalangi proses evakuasi korban. Informasi tersebut merupakan kesaksian dari salah satu suporter yang selamat dalam tragedi kelam pada 1 Oktober lalu itu. Ada upaya menghalang-halangi korban yang mulai berjatuhan untuk mendekati ambulans, ungkap saksi tersebut dalam konferensi pers virtual kemarin.

Saksi itu menjelaskan, korban yang dimaksud sangat membutuhkan pertolongan. Namun, oleh oknum aparat berseragam yang ditengarai dari kesatuan Brimob Polri, dia justru dihalangi keluar stadion. Saya lihat itu (upaya menghalangi evakuasi, Red) terjadi dua kali. Pada saat yang ketiga, seorang suporter berusaha melawan aparat, tapi masih ditolak (dihalangi), katanya.

Selain upaya menghalangi evakuasi, Koordinator LBH Surabaya Pos Malang Daniel Alexander Siagian menyebut adanya perbedaan data jumlah korban tragedi Kanjuruhan. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa pihak berwenang tidak cermat dalam menyampaikan data terkait korban. Aremania menyebutkan 200 (korban jiwa, Red) lebih, sementara dari kepolisian 127, ucapnya.

Disparitas data yang terjadi jelas akan berdampak pada pertanggungjawaban negara terhadap korban atau keluarga korban. Korban yang tidak terdata sangat mungkin tak mendapatkan kompensasi dari negara. Kita tahu ada korban yang meninggal dunia, korban luka-luka, maupun korban yang sedang dirawat jalan, ujarnya.