Peringatan Hardiknas Momentum Melindungi Generasi Muda dari Intoleransi

Peringatan Hardiknas Momentum Melindungi Generasi Muda dari Intoleransi

Infografis | sindonews | Kamis, 2 Mei 2024 - 07:40
share

Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh pada tanggal 2 Mei harus bisa menjadi momentum bagi seluruh komponen bangsa untuk melindungi generasi muda dari pengaruh intoleransi, radikalisme dan terorisme.

Di Hari Pendidikan Nasional harus ada semangat baru dan dialog serta komunikasi agar perilaku intoleran bisa diminimalisir.

Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Prof Irfan Idris menyatakan hal itu saat pelatihan guru dalam rangka menumbuhkan ketahanan satuan pendidikan, menolak paham Intoleransi, kekerasan dan bullying di aula SMA Negeri 3, Serang, Banten.

"Strateginya harus diperbaharui. Mungkin yang kemarin-kemarin itu di dunia di dunia nyata lebih banyak, tetapi sekarang harus kita ubah porsi di dunia maya harus lebih besar, ujar Irfan Idris dikutip Kamis (2/5/2024).

Di tengah kemajuan era globalisasi saat ini, dia juga mengingatkan kepada seluruh guru untuk banyak-banyak belajar. Hal itu karena saat ini anak-anak bisa dikatakan lebih cerdas karena dia setiap saat selalu berinteraksi dengan dunia maya.

Itulah kelebihan yang ada di dunia maya. Tetapi di sisi lain ada juga banyak pengaruh negatifnya yang bisa memancing emosi para generasi muda, terutama pelajar-pelajar di lingkungan tingkat sekolah menengah. Sekolah damai ini ada karena anak-anak kita sekarang diserang. Gadget yang melekat pada anak menjadi ruang propaganda yang efektif membentuk anak menjadi pribadi yang intoleran, ujarnya.

Dengan maraknya dunia digital yang sudah menguasai generasi muda, maka perlu strategi baru bagi guru untuk dapat menanamkan nilai-nilai perdamaian, nilai-nilai positif melalui aplikasi yang ada di dunia maya, seperti TikTok, Instagram dan sebagainya.

Karena di era dunia maya ini anak-anak remaja jaman sekarang ini lebih banyak bermain di dunia (aplikasi) TikTok. Nah sekarang sudah saatnya bagaimana guru itu juga bisa masuk ke TikTok. Dan guru tidak boleh mengatakan itu (dunia maya) bukan dunia saya. Ini bukan persoalan dunia (nyata atau dunia maya), tetapi ini masalah soal sasaran pendidikan tersampaikan atau tidak, ujarnya.

Menurut Irfan, kalau menanamkan pendidikan hanya tersampaikannya melalui dunia nyata atau bangku sekolah ataupun orang tua memberikan pengajaran atau mendidik anaknya di rumah juga akan kurang efektif

Berapa persen hal itu di sekolah tersampaikan ? Di rumah melalui orang tua berapa persen sih? 24 jam mereka anak-anak ini bisa pegang gadged dan sebagainya. Sudah saatnya guru dan juga orang tua memasukkan nilai-nilai itu melalui hal itu. Saya kira strategi itu akan lebih efektif, ujarnya.

Diketahui, pelatihan para guru ini merupakan bagian dari rangkaian program Sekolah Damai yang menjadi prioritas Kepala BNPT, Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel pada 2024.

Para guru dan siswa juga harys selalu agar selalu berhati-hati di dalam melakukan media sosial berselancar di dunia maya agar tidak menjadi sasaran empuk kelompok terorisme.

Akan lebih berbahaya lagi kalau tenaga pengajar, pendidik, guru atau mentor yang terpapar anak-anak jadi kasihan atau anak anak yang lebih-lebih mulai terpapar mereka harus memiliki sikap toleransi dan inklusif. Artinya mereka tidak boleh ada, ucap mantan Direktur Deradikalisasi BNPT ini.

Banten pada 2024 ini memulai program Sekolah Damai. Pelatihan guru ini diikuti kurnag lebih sebanyak 70 guru SMA se kota Serang. BNPT terus berkomitmen dan konsisten untuk mengajak seluruh komponen masyarakat baik pemerintah, akademisi, pemuka agama, komunitas, dunia usaha dan media untuk bersama-sama terlibat dan berpartisipasi dalam pencegahan intoleransi, radikalisme dan terorisme.

Ini adalah bagian dari pencegahan yaitu pada bagian kontra radikalisasi khususnya kontra narasi dan kontra propaganda, tegas Irfan.

Kadisdikbud Provinsi Banten, Tabrani mengakui kalau selama ini kurangnya para guru memiliki pengetahuan yang utuh menjadi kendala bagi para guru dalam mencegah bahaya intoleransi, radikalisme dan terorisme baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarganya.

Teman-teman (guru) ini kan tidak mempunyai pengetahuan yang utuh bahwa siapa orang-orang yang ada di sekelilingnya sebagai pelaku terorisme. Nah makanya nanti mudah-mudahan melalui workshop ini itu bisa dipahami. Sehingga minimal dia bisa mengetahui, bisa memahami dan akhirnya kalau terjadi walaupun dia tidak bisa melakukan tindakan langsung dia bisa menyampaikan laporan kepada pihak-pihak yang berwenang, ujarnya.

Sementara itu, Dosen Iniversitas Muhammadiyah Prof Hamka (Uhamka) Mohammad Abdullah Darraz mengatakan bahwa di era digital dimana saat ini banyak sekali propaganda intoleransi, radikalisme dan terorisme maka dirasa penting menciptakan ekosistem sekolah damai.

Karena tidak ada satupun sekolah yang mengajarkan radikalisme dan terorisme, tetapi sekolah harus waspada dan menjadi cure bagi siswa yang terpapar, tandasnya.

Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu guru kuasai, pertama adalah kemampuan mengidentifikasi sikap intoleransi pada siswa. Kelompok radikal menyasar sekolah umum karena sekolah ini dianggap tidak punya basis keagamaan yang kuat.

Jadi mereka cenderung menyasar sekolah-sekolah umum. Guru PKN misalnya jadi aktor radikalisasi di salah satu sekolah di Jawa Tengah. Guru Bahasa Indonesia terpapar juga di Jateng. Pemahaman keagamaan yang kuat dapat menjadi tameng ketahanan untuk mencegah paham radikalisme di lingkungan sekolah, ujarnya.

Topik Menarik