Bantuan untuk Korban Bencana Tidak Kena Pajak
Elfi Rahmi
Penyuluh Pajak Ahli Muda, Direktorat Jenderal Pajak
BANJIR bandang dan tanah longsor yang melanda Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh pada pengujung November 2025 meninggalkan dampak yang sangat besar. Tidak hanya permukiman yang luluh lantak, tetapi juga duka mendalam dan trauma yang masih membekas bagi keluarga yang kehilangan orang tercinta.
Berdasarkan data Pusat Data dan Komunikasi Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 11 Desember 2025, tercatat sebanyak 971 jiwa meninggal dunia, 255 jiwa hilang, dan sekitar 5.000 jiwa mengalami luka-luka. Selain itu, kerusakan juga terjadi pada berbagai fasilitas, meliputi 1.200 fasilitas umum, 219 fasilitas kesehatan, 434 rumah ibadah, 290 gedung, 581 fasilitas pendidikan, 498 jembatan, serta 157.900 unit rumah rusak.
Rasa luka atas kehilangan tentu tidak mudah untuk pergi dari ingatan para korban bencana, namun perlahan hidup tetap harus mereka jalani dan tata ulang kembali. Beruntungnya rakyat Indonesia memiliki rasa empati dan peduli yang sangat besar. Kita bisa lihat di media sosial maupun media elektronik memberitakan, bantuan dan sumbangan berdatangan dari berbagai pihak sehingga pemerintah tidak sendirian dalam membantu menangani bencana ini.
Lembaga kemanusiaan dan relawan aktif menyalurkan bantuan, meski akses ke lokasi bencana tidak mudah. Bantuan yang diberikan bukan hanya kebutuhan dasar seperti sembako dan obat-obatan, tetapi juga logistik khusus untuk anak-anak, ibu hamil, dan lansia. Publik figur dan influencer turut menggalang dana, menunjukkan kepedulian bersama untuk membantu korban bencana.
Nilai yang terkumpul dari penggalangan dana juga tidak sedikit. Di dalamnya ada secercah harapan dari rakyat yang ikut menyumbang agar seluruh bantuan sampai kepada korban bencana. Pemerintah memastikan dalam penyaluran bantuan agar menjaga akuntabilitas.
Maka, setiap pihak yang akan melakukan penggalangan donasi agar menyampaikan izin atau pemberitahuan terlebih dahulu sebelum dana dihimpun. Namun, tentunya informasi yang tidak utuh menimbulkan komentar beragam dari masyarakat, dia ntaranya terdapat kekhawatiran jika dilaporkan maka bantuan yang diserahkan akan dikenai pajak. Sehingga memunculkan pertanyaan, apakah benar atas bantuan yang diterima oleh para korban bencana akan dikenai pajak?
Konsep Dasar Penghasilan
Sistem perpajakan Indonesia menempatkan penghasilan sebagai objek utama Pajak Penghasilan (PPh). Meski terdengar sederhana, penghasilan dalam perspektif pajak memiliki cakupan luas, mencakup berbagai bentuk penerimaan, baik rutin maupun tidak.
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa objek pajak adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima Wajib Pajak, baik dari dalam maupun luar negeri, yang dapat digunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan, dengan nama dan bentuk apa pun.
Prinsip pemajakan ini menekankan bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis tanpa memandang sumbernya. Namun, negara tidak serta merta memajaki semua penghasilan. Ada penghasilan yang menjadi objek pajak dan ada yang dikecualikan, sebagai wujud penerapan asas keadilan.
Ketentuan perpajakan terkait bantuan atau sumbangan diatur dalam PMK 90 Tahun 2020 tentang Bantuan atau Sumbangan serta Harta Hibahan yang Dikecualikan sebagai Objek Pajak Penghasilan. Pasal 6 menyebutkan bahwa bantuan atau sumbangan, termasuk zakat dan sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib, dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan sepanjang tidak terdapat hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Dengan demikian, bantuan atau sumbangan yang diterima oleh masyarakat korban bencana tidak dikenakan Pajak Penghasilan, sejalan dengan semangat efisiensi agar setiap rupiah yang dihimpun dapat dimanfaatkan sepenuhnya untuk bantuan, baik berupa uang maupun barang.
Pemberian bantuan atau sumbangan juga dapat terjadi antarpihak yang memiliki hubungan kepemilikan atau penguasaan. Namun, bantuan yang diterima tetap dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan sepanjang penerima merupakan badan keagamaan, badan pendidikan, atau badan sosial termasuk yayasan, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 PMK 90 Tahun 2020.
Peran Penting Pajak
Regulasi yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatur bahwa bantuan yang diterima oleh masyarakat korban bencana bukan merupakan objek pajak penghasilan, merupakan bentuk nyata kehadiran pemerintah dalam menjaga dan membantu masyarakatnya untuk cepat pulih dari kondisi tersulit akibat bencana.
Pemerintah tidak hanya hadir secara nyata melalui pemberian bantuan langsung, tetapi juga memberikan dukungan penuh melalui kebijakan fiskal. Langkah ini menegaskan bahwa sistem perpajakan di Indonesia tidak semata-mata berorientasi pada penerimaan negara, melainkan juga mengedepankan nilai humanis, keadilan, dan keberpihakan kepada masyarakat yang terdampak bencana.
Ke depannya, diharapkan semakin banyak masyarakat yang memahami bahwa penerima bantuan tidak dibebani pajak penghasilan. Kebijakan ini penting untuk melindungi korban bencana dari potensi penyalahgunaan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Pengawasan yang baik dan terukur juga sangat diperlukan agar bantuan yang diberikan kepada korban bencana alam dapat diterima sesuai peruntukannya. Dengan pengawasan yang optimal, proses perbaikan dan pemulihan kondisi sosial serta ekonomi masyarakat terdampak bencana dapat berjalan lebih cepat.
Hal ini penting, bahwa bantuan bencana dari pemerintah yang bersumber dari APBN berasal dari pajak yang kita bayarkan. Sehingga, hendaknya dalam penyaluran bantuan tersebut selalu dilandasi oleh prinsip moral yang luhur untuk kepentingan seluruh korban bencana.
Dana bencana dari pajak juga menegaskan peran pentingnya pajak dalam menghadapi berbagai krisis dan bencana alam. Hal ini juga seharusnya semakin menyadarkan kita bahwa sifat gotong royong dan kedermawanan sosial masyarakat Indonesia hendaknya sejalan dengan tumbuhnya kesadaran pajak rakyat Indonesia.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.










