Mengenal Marsinah, Buruh Kecil dari Nganjuk Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional
JAKARTA, iNews.id - Nama Marsinah diusulkan sebagai satu di antara puluhan tokoh yang dinilai layak menjadi Pahlawan Nasional. Dia bukan pejabat maupun pahlawan kemerdekaan, namun seorang buruh kecil yang mengguncang di era gelap Orde Baru.
Marsinah merupakan seorang aktivis buruh perempuan asal Nganjuk, Jawa Timur. Lahir pada 10 April 1969 dari keluarga petani miskin, Marsinah bekerja sebagai buruh di pabrik jam tangan di Porong, Sidoarjo.
Di sanalah semangat perlawanan itu tumbuh. Dia aktif dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) dan menjadi suara lantang bagi teman-temannya yang ditindas upah murah dan jam kerja panjang.
Pada usia 24 tahun, dia berani menentang ketidakadilan. Kisahnya yang menggema sampai saat ini terjadi pada Mei 1993. Ketika itu Marsinah memimpin aksi mogok kerja menuntut kenaikan upah dan tunjangan. Dia bukan tokoh besar, bukan pejabat, tapi dia tahu diam berarti tunduk pada ketidakadilan.
Aksi itu diduga membuat aparat berang. Pada 5 Mei 1993, Marsinah ditangkap bersama buruh lain. Dia sempat dibebaskan, tapi tiga hari kemudian, pada tanggal 8 Mei, dia diculik oleh orang tak dikenal.
Empat hari berselang, tubuhnya ditemukan di hutan Wilangan, Nganjuk dengan penuh luka memar, patah tulang, bekas penyiksaan dan kekejian lainnya.
Buruh kecil itu dibungkam dengan cara keji. Kasusnya menyeret sembilan orang, tapi Mahkamah Agung membatalkan vonis mereka pada 1995, menyebut bukti tak cukup. Hingga kini, pelaku sebenarnya tak pernah diadili.
Kematian Marsinah menjadi simbol pelanggaran HAM berat di masa Orde Baru, sebuah noda yang tak pernah benar-benar hilang.
32 tahun berlalu, nama Marsinah masih menggema. Pada Oktober 2025, Kementerian Sosial (Kemensos) resmi mengusulkan namanya sebagai Pahlawan Nasional bersama 39 tokoh lainnya menjelang peringatan Hari Pahlawan.
Dukungan mengalir deras, bahkan Presiden Prabowo Subianto turut menyatakan dukungannya saat Hari Buruh 2025.
Langkah pengusulan ini disertai seminar nasional bertajuk “Marsinah: Perjuangan, Kemanusiaan, dan Pengakuan Negara” di Front One Ratu Hotel, Nganjuk, Jumat (10/10/2025). Dalam seminar itu, Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) tampil sebagai pembicara utama bersama Wamen Sosial Agus Jabo Priyono, Wakil Bupati Nganjuk Trihandy Cahyo Saputro, keluarga Marsinah, dan berbagai elemen masyarakat.
“Hari ini kita memahami lebih jauh perjuangan Marsinah. Ia bukan pejabat, bukan pemimpin partai. Ia hanya seorang buruh, gadis muda dari Desa Nglundo, tapi keberaniannya mengguncang nurani kita hingga hari ini,” kata Gus Ipul di hadapan peserta seminar.
Dia menegaskan, perjuangan Marsinah bukan sekadar sejarah kelam, tetapi refleksi kemanusiaan.
“Marsinah tidak berjuang untuk dirinya sendiri. Ia berjuang untuk hak orang banyak, untuk rezeki yang layak, martabat buruh, dan rasa keadilan yang sederhana,” katanya.
Bagi Gus Ipul, perjuangan Marsinah tak boleh dilihat hanya dari sisi konflik. Sosoknya simbol nilai kemanusiaan dan keberanian moral.
“Marsinah adalah simbol tentang apa artinya menjadi manusia Indonesia seutuhnya, yang berani berkata benar bahkan ketika dunia memilih diam,” ucapnya.
Dia menambahkan, perjuangan Marsinah sejatinya menjalankan sila kedua Pancasila 'Kemanusiaan yang adil dan beradab'.
“Marsinah tidak membawa senjata. Ia membawa hati yang jujur,” ujar Gus Ipul.
Pemain Persib Bandung Adam Alis Segera Dimintai Keterangan Polisi Malaysia soal Tuduhan Penghinaan
Gus Ipul berharap diskusi yang dilaksanakan dapat memperkaya pemahaman tentang arti perjuangan dan kemanusiaan.
"Mengusulkan Marsinah sebagai Pahlawan Nasional bukanlah sekadar mengenang, tetapi menegakkan martabat bangsa," katanya.
Bagi pemerintah, langkah ini bukan hanya soal gelar, tetapi upaya menyalakan kembali api yang pernah dinyalakan Marsinah, api kejujuran, solidaritas, dan keberanian sosial. Kini, proses pengusulan Marsinah bersama puluhan tokoh lainnya masih menunggu keputusan Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, sebelum akhirnya diputuskan oleh Presiden.










