Polda Jateng Bongkar Sindikat TPPO ke Eropa, Kerugian Korban Capai Rp5,2 Miliar
SEMARANG, iNews.id - Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah membongkar sindikat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang merekrut ratusan korban dengan iming-iming bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) di Eropa. Dua tersangka berinisial KU (42) dan NU (41), warga Tegal, ditetapkan sebagai pelaku utama.
Direktur Ditreskrimum Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio, menyebut sindikat ini telah memberangkatkan lebih dari 110 orang ke berbagai negara seperti Spanyol, Yunani, Polandia, dan Portugal, dengan kerugian korban mencapai Rp5,2 miliar.
“Modusnya menjanjikan pekerjaan sebagai ABK, namun korban justru dipekerjakan di restoran, tanpa hak-hak kerja yang layak,” kata Kombes Dwi dalam keterangannya, Kamis (19/6/2025).
Pengungkapan kasus ini bermula dari laporan dua korban yang sempat bekerja di Spanyol. Mereka tidak mendapatkan upah sesuai janji dan harus pulang ke Indonesia dengan biaya pribadi setelah mengalami kondisi kerja 24 jam sehari di tempat yang tidak layak.
Salah satu korban, Sarmisan, menuturkan bahwa dia harus bekerja di restoran di Yunani dan hidup dalam ketakutan.
“Saya pulang ke Indonesia dengan uang hasil kerja sendiri. Tapi selama di sana harus kucing-kucingan dengan polisi dan Imigrasi,” katanya.
Menurut penyelidikan sementara, 83 korban lainnya masih berada di luar negeri dengan status visa kunjungan. Mereka disinyalir bekerja secara ilegal di restoran-restoran.
KU dan NU merekrut korban lewat media sosial, memungut biaya sebesar Rp60 juta hingga Rp75 juta per orang untuk keberangkatan. Hasil kejahatan digunakan pelaku untuk membeli aset mewah, termasuk sebuah mobil yang kini disita sebagai barang bukti.
“Para pelaku akan dijerat dengan Pasal 81 UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan Pasal 83 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara,” kata Kombes Dwi.
Polda Jateng masih terus menyelidiki kemungkinan adanya jaringan yang lebih luas dan berupaya melakukan repatriasi terhadap korban yang masih berada di luar negeri.