Ketakutan, Israel Tutupi Skala Kerusakan akibat Serangan Iran
TEL AVIV, iNews.id - Pemerintah Israel diduga kuat berupaya menutupi skala kerusakan besar akibat serangan rudal Iran, dengan melarang media dan warga sipil menyebarkan dokumentasi visual dari lokasi terdampak. Kebijakan kontroversial itu memicu spekulasi bahwa serangan Iran jauh lebih menghancurkan daripada yang diumumkan secara resmi.
Larangan keras ini diumumkan langsung Menteri Keamanan Nasional sayap kanan radikal, Itamar Ben Gvir. Ia memerintahkan polisi dan badan intelijen dalam negeri Shin Bet untuk memburu siapa pun yang merekam atau membagikan informasi mengenai titik-titik yang dihantam rudal Iran.
“Siaran yang menunjukkan lokasi pasti pendaratan rudal di Israel membahayakan keamanan negara. Saya perkirakan siapa pun yang melakukan ini akan diperlakukan sebagai orang yang membahayakan keamanan negara,” kata Ben Gvir, seperti dilaporkan surat kabar Times of Israel.
Terungkap! Perjanjian Internasional Pertama Nusantara Terjadi Era Pajajaran di Tanah Sunda
Tak hanya itu, Ben Gvir juga memerintahkan penindakan terhadap media asing dan warga yang mengekspresikan kegembiraan atas serangan tersebut. Bahkan narapidana yang bersorak di dalam penjara pun ikut ditindak oleh sipir.
Pengendalian Narasi di Tengah Kegagalan Pertahanan?
Larangan ini memicu pertanyaan publik dan analis militer: apakah sistem pertahanan canggih Israel seperti Iron Dome dan Arrow-3 gagal menghadang serangan besar-besaran Iran?
Sejumlah laporan yang lolos dari sensor menyebutkan bahwa rudal-rudal Iran berhasil menghantam sasaran di Tel Aviv serta kota pelabuhan penting, Haifa. Kerusakan dilaporkan masif, dengan korban mencapai 24 orang tewas dan hampir 600 luka-luka.
Langkah represif pemerintah dinilai sebagai upaya mengontrol narasi dan mencegah terkuaknya fakta lapangan yang bisa mempermalukan militer Israel di mata dunia.
Kebebasan Pers Tercekik di Masa Perang
Kelompok-kelompok kebebasan sipil dan organisasi jurnalis mengkritik langkah Ben Gvir sebagai bentuk sensor negara yang berlebihan. Di saat publik membutuhkan transparansi, Israel justru memilih jalan penutupan informasi.
“Kebijakan semacam ini menciptakan ruang gelap di tengah konflik, dan membahayakan hak warga untuk tahu,” ujar salah satu aktivis kebebasan pers di Tel Aviv yang menolak disebutkan namanya karena alasan keamanan.
Serangan Iran merupakan balasan atas operasi militer Israel sebelumnya, termasuk serangan ke fasilitas strategis Iran. Kini, perang terbuka antara dua negara kuat di kawasan Timur Tengah tampaknya telah memunculkan babak baru—tidak hanya di medan perang, tetapi juga di medan informasi.
Sementara itu, para analis memperingatkan bahwa pelarangan informasi justru bisa menjadi bumerang. Ketika rakyat kehilangan kepercayaan terhadap narasi resmi negara, potensi keresahan dalam negeri akan semakin besar.