Israel Serang Iran, Netanyahu Cari Simpati Negara Barat?
JAKARTA, iNews.id - Serangan Israel ke Iran menuai sorotan tajam dari berbagai pihak. Anggota Komisi I DPR Sukamta menilai, langkah militer Israel tersebut bagian dari strategi politik Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk kembali menarik simpati negara-negara Barat.
"Netanyahu sedang dalam tekanan luar biasa. Dukungan Barat terhadap kebrutalan genosidanya di Gaza mulai surut. Bahkan dari dalam negeri Israel sendiri, gelombang kritik atas kepemimpinannya kian membesar," ujar Sukamta, Minggu (15/6/2025).
Menurutnya, serangan ke Iran merupakan manuver putus asa Netanyahu yang sedang kehilangan legitimasi moral dan politik, baik di mata internasional maupun rakyatnya sendiri.
"Maka serangan ke Iran tampak seperti langkah putus asa untuk kembali menarik simpati negara-negara Barat yang memang punya sentimen terhadap Iran, apalagi terkait isu nuklir," katanya.
Sukamta juga menyebut, tindakan Israel tersebut telah menjauh dari prinsip pertahanan diri dan lebih mencerminkan perilaku agresor regional.
"Ini bukan soal eksistensi Israel, ini soal eksistensi politik Netanyahu. Dunia internasional tidak boleh terkecoh. Fokus utama tetap harus pada genosida terhadap rakyat Palestina yang hingga kini belum dihentikan," katanya.
Dia memperingatkan komunitas internasional agar tidak kehilangan fokus akibat provokasi militer terbaru Israel. Sukamta menyerukan agar dukungan terhadap Palestina tetap konsisten dan tidak terseret oleh narasi baru yang dimainkan Netanyahu.
"Jangan biarkan serangan ke Iran ini menjadi pengalih perhatian yang membuat dunia melupakan kejahatan utama yang sedang berlangsung," tambah dia.
Sukamta juga mengajak Indonesia dan negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk bersikap tegas dan konsisten dalam menolak segala bentuk kejahatan kemanusiaan.
"Kita harus tetap berpihak pada keadilan dan kemanusiaan. Jangan kehilangan fokus. Palestina masih dijajah, rakyatnya masih dibunuh. Dunia harus tetap bersuara lantang terhadap kejahatan itu, bukan justru terpecah fokus karena skenario provokasi baru," ujarnya.