DPR soal Tambang Nikel di Raja Ampat: Cabut Izin Perusahaan yang Rusak Lingkungan!

DPR soal Tambang Nikel di Raja Ampat: Cabut Izin Perusahaan yang Rusak Lingkungan!

Terkini | inews | Minggu, 8 Juni 2025 - 07:27
share

JAKARTA, iNews.id - Ketua Komisi VII DPR Saleh Partaonan Daulay menyoroti keberadaan tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat. Dia mendesak izin perusahaan yang terbukti merusak destinasi wisata strategis tersebut dicabut. 

Saleh menegaskan pihaknya telah lama memperhatikan tambang nikel di Raja Ampat. Bahkan, kata dia, Komisi VII DPR telah melakukan reses ke Raja Ampat pada 28 Mei hingga 2 Juni 2025.

"Komisi VII bertemu dengan gubernur dan aparat pemerintah daerah. Termasuk juga ada kelompok-kelompok masyarakat yang menyampaikan aspirasi. Semua didengar dan diperhatikan sebagai bahan masukan," kata Saleh dalam keterangannya, Minggu (8/6/2025).

Dia mengungkapkan ada dua isu yang sempat mengemuka, yakni soal peningkatan kualitas Raja Ampat sebagai destinasi wisata serta kerusakan ekosistem dan lingkungan akibat pertambangan. 

"Kalau pertambangan dibiarkan merusak alam dan lingkungan, maka Raja Ampat sebagai destinasi wisata strategis akan terganggu. Karena itu, pemda dan masyarakat meminta agar alam dan lingkungan mereka tetap dijaga," ucapnya.

Dia meminta pemerintah segera mengevaluasi seluruh perusahaan pertambangan yang sedang beroperasi di Raja Ampat. 

"Perusahaan yang dinilai merusak, harus segera dicabut izinnya. Mereka harus membuat skema ketahanan lingkungan sehingga tidak mengganggu masyarakat. Tidak boleh ada kerusakan lingkungan akibat pertambangan," ujar Saleh.

"Jangan sampai, perusahaannya dapat untung, lingkungan dan masyarakat di sekitarnya rusak. Alam dan lingkungan harus dijaga untuk masa depan anak-anak Papua," tutur dia.

Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengungkapkan empat perusahan yang melakukan pelanggaran dalam pertambangan nikel di Raja Ampat. Keempatnya yakni PT Gag Nikel (PT GN), PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP).

Tercatat, seluruhnya telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP). Namun hanya PT GN, PT KSM, dan PT ASP yang memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).

"Hasil pengawasan menunjukkan berbagai pelanggaran serius terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil," ujarnya dikutip Jumat (6/6/2025).

PT Anugerah Surya Pratama, perusahaan Penanaman Modal Asing asal Tiongkok melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Manuran seluas ±746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan dan tanpa pengelolaan air limbah larian. Di lokasi ini, KLH memasang plang peringatan sebagai bentuk penghentian aktivitas.

Sementara itu, PT Gag Nikel beroperasi di Pulau Gag dengan luas sekitar 6.030,53 hektare. Kedua pulau tersebut tergolong pulau kecil, sehingga aktivitas pertambangan di dalamnya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

KLH saat ini tengah mengevaluasi Persetujuan Lingkungan yang dimiliki PT ASP dan PT GN. Jika terbukti bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, izin lingkungan mereka akan dicabut. 

Selain itu, PT Mulia Raymond Perkasa ditemukan tidak memiliki dokumen lingkungan dan PPKH dalam aktivitasnya di Pulau Batang Pele. Seluruh kegiatan eksplorasi dihentikan.

Sementara, PT Kawei Sejahtera Mining terbukti membuka tambang di luar izin lingkungan dan di luar kawasan PPKH seluas 5 hektare di Pulau Kawe. Aktivitas itu telah menimbulkan sedimentasi di pesisir pantai, dan perusahaan ini akan dikenai sanksi administratif berupa pemulihan lingkungan serta berpotensi menghadapi gugatan perdata.

Topik Menarik