Respons Mendikdasmen soal KPAI Minta Pendidikan Siswa di Barak Militer Dihentikan

Respons Mendikdasmen soal KPAI Minta Pendidikan Siswa di Barak Militer Dihentikan

Terkini | inews | Minggu, 18 Mei 2025 - 12:02
share

JAKARTA, iNews.id - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti merespons rekomendasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk menghentikan sementara pendidikan siswa di barak militer. Program itu digagas Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Muyadi.

Abdul Mu'ti enggan menanggapi lebih lanjut rekomendasi KPAI tersebut. Dia mempersilakan awak media menanyakan kepada KPAI.

“Nanti (tanya) KPAI saja ya, ke KPAI saja,” kata Abdul Mu’ti di Kantor Kemendikdasmen, Senayan, Jakarta Selatan, Minggu (18/5/2025).

Dia pun mengklaim belum membahas program tersebut bersama jajarannya di Kemendikdasmen.

“Kami belum ada pembahasan soal itu, belum ada pembahasan soal itu,” jelas dia.

KPAI sebelumnya merekomendasikan agar Program Pendidikan Karakter Pancawaluya Jawa Barat Istimewa dihentikan sementara. Program pendidikan anak di barak militer itu perlu dievaluasi secara menyeluruh.

"Program Pendidikan Karakter Pancawaluya Jawa Barat Istimewa yang telah berjalan saat ini cukup dilakukan untuk satu tahap saat ini, dan tahap selanjutnya perlu dilakukan evaluasi menyeluruh," ujar Wakil Ketua KPAI Jasra Putra saat jumpa pers secara daring, Jumat (16/5/2025).

Menurut dia, evaluasi perlu dilakukan untuk merumuskan model program serta standar yang sesuai dengan prinsip-prinsip perlindungan anak. Fokus evaluasi meliputi hamonisasi regulasi.

Kemudian, definisi, kriteria, indikator, anak yang membutuhkan perlindungan khusus; partisipasi anak; adanya asesmen psikologi; struktur program; mekanisme pembelajaran mata pelajaran sekolah; ketersediaan sarana dan prasarana pendukung; hingga adanya sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi dalam perlindungan anak.

Evaluasi itu dirumuskan berdasarkan temuan KPAI setelah memantau Program Pendidikan Karakter Pancawaluya Jawa Barat. Pemantauan dilakukan di Barak Militer Resimen 1 Sthira Yudha Purwakarta dan Depo Pendidikan Bela Negara Rindam III Siliwangi, Cikole, Kabupaten Bandung Barat.

Berikut 12 temuan KPAI terkait program pendidikan siswa di barak militer ala Dedi Mulyadi:

1. Belum optimalnya perhatian terhadap regulasi yang mengatur perlindungan anak, seperti Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus bagi Anak. Ketidaksesuaian ini berdampak pada munculnya stigma serta pelabelan yang bersifat diskriminatif terhadap anak dan minimnya ruang partisipasi anak dalam program tersebut.

2. Belum terdapat standar baku yang menjadi acuan dalam penyelenggaraan program, seperti belum ada panduan, petunjuk teknis (juknis) dan Standar Operasional Prosedur (SOP). Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan pola pelaksanaan di 2 (dua) program yang dikunjungi.

Perbedaan tersebut mencakup struktur program, ketersediaan sarana prasarana, rasio antara peserta dan pembina, serta metode pengajaran mata pelajaran sekolah yang tidak seragam meskipun berasal dari jenjang kelas dan jurusan yang berbeda. Kondisi ini dikhawatirkan dapat memengaruhi mutu hasil dari program secara keseluruhan.

3. Struktur program pendidikan karakter yang diterapkan di 2 lokasi yaitu Barak Militer Resimen 1 Sthira Yudha Purwakarta dan Depo Pendidikan Bela negara Rindam III Siliwangi, Cikole Kabupaten Bandung Barat, dinilai cukup baik. Program ini memuat unsur-unsur penting seperti pendidikan bela negara, penguatan mental, spiritual dan sosial, pembentukan kedisiplinan, peningkatan kemandirian, serta penguatan nilai-nilai kebangsaan.

4. Seluruh peserta program Pendidikan Karakter Panca Waluya Jawa Barat Istimewa berasal dari kalangan siswa usia SMP/MTs dan SMA/MA/SMK yang tercatat aktif dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Padahal, masih terdapat banyak anak dengan kondisi rentan berlapis lainnya yang juga membutuhkan perlindungan khusus, namun belum terjangkau oleh program ini.

5. Berdasarkan latar belakang para siswa yang mengikuti program di dua lokasi barak militer, yakni di Lembang dan Purwakarta, faktor penyebab utama mereka masuk ke dalam program ini adalah karena kebiasaan merokok, disusul oleh perilaku sering membolos sekolah, dan di urutan ketiga adalah keterlibatan dalam tawuran. Selain itu, sebanyak 6,7 siswa menyatakan tidak mengetahui alasan mereka mengikuti program. Temuan ini menunjukkan perlunya peninjauan kembali terhadap ketepatan sasaran peserta dalam pelaksanaan program.

6. Peserta program tidak ditentukan berdasarkan asesmen psikolog profesional, melainkan hanya rekomendasi guru BK. Bahkan, ada ancaman bahwa siswa yang menolak mengikuti program bisa tidak naik kelas.

7. Hasil wawancara sampel anak di dua lokasi pengawasan mengungkapkan bahwa perilaku menyimpang anak banyak dipengaruhi oleh kurang optimalnya pengasuhan di lingkungan keluarga. Hal ini disebabkan oleh kesibukan orang tua, perceraian, tidak tinggal bersama orang tua, serta harapan anak untuk mendapatkan bimbingan dari figur ayah. Selain itu, pengaruh teman sebaya dan lingkungan sekitar juga turut berperan.

8. Hasil diskusi dengan dinas terkait mengungkapkan bahwa kekurangan psikolog profesional, pekerja sosial, dan guru BK menyebabkan layanan konseling bagi anak dan siswa tidak berjalan secara maksimal.

9. Perangkat UPTD PPA, Puspaga, PATBM, dan tim PPKSP belum berfungsi optimal karena keterbatasan sumber daya manusia dan dukungan anggaran.

10. Tidak semua pembina memahami protokol Child Safeguarding.

11. Tidak ada kehadiran tenaga medis dan ahli gizi secara tetap di Dodik Bela Negara di Bandung.

12. Keterlibatan OPD tingkat provinsi dalam program yang dilaksanakan di Dodik Bela Negara di Bandung belum optimal.

Topik Menarik