Bersahabat dengan Pandemi, Menjemput Rezeki di Kedai Guci

Bersahabat dengan Pandemi, Menjemput Rezeki di Kedai Guci

Terkini | inews | Senin, 29 April 2024 - 02:00
share

SURABAYA, iNews.id – Aspal jalan belum kering saat gerimis kembali mengguyur Jalan Jemursari II, Kota Surabaya, Kamis (25/4/2024) pagi. Di kejauhan, beberapa pengendara motor terlihat menepi, lalu masuk ke warung kopi bertuliskan Kedai Guci.

Tak berapa lama, deretan kursi di kedai milik Soliha (45) itu penuh terisi. Sambil menunggu hujan reda, para pengunjung menghangatkan tubuh dengan teh panas atau secangkir kopi.

Pemilik Kedai Guci, Soliha, mengatakan, hari Kamis selalu menjadi hari keberuntungan baginya. Pendapatannya juga lebih besar dibanding hari lainnya. Sebab, Kedai Guci biasa menjadi tempat berkumpul para sales sebuah provider internet ternama di Surabaya.

“Hari Kamis biasanya mereka setor tagihan. Kebetulan kantornya tidak jauh dari sini. Nongkrongnya ya ke Guci,” kata Soliha kepada iNews.id, Kamis (25/4/2024) lalu.

Sudah empat tahun lalu warung kopi di depan SMP Negeri 13 Surabaya itu berdiri. Tepat saat pandemi Covid-19 melanda negeri ini. Kedai ini merupakan rintisan kedua setelah yang pertama tutup karena bangkrut.

“Alhamdulillah ramai. Dulu pernah buka di kawasan Rungkut. Tapi gagal,” katanya.

Soliha bercerita, dia sempat terpuruk saat pertama kali membuka usaha warung kopi. Perempuan asal Kediri itu bahkan nyaris putus asa setelah modal Rp50 juta dari hasil utang terkuras tak berbekas. 

Soliha mengawali usaha warung kopi pada tahun 2018. Dia menyewa lahan di depan kampus Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Kota Surabaya. Lokasi itu dipilih karena diprediksi akan ramai sebab banyak mahasiswa.

Sayang, ladang rezeki itu tidak berkembang sesuai harapan. Lebih sering sepi, sehingga Soliha seringkali tombok karena ada dua karyawan yang harus digaji. 

Karena terus merugi, Soliha dan suami memutuskan berhenti. Dia menutup usaha warung kopi dan tidak memperpanjang sewa lagi. “Hasilnya enggak nyucuk (rugi). Gak mungkin diteruskan lagi,” katanya.

Soliha mengaku kapok setelah gagal merintis usaha pertamanya itu. Dia akhirnya memilih menemani suami yang bekerja sebagai tukang kebun di SMP Negeri 13 Surabaya. Membantu membersihkan halaman sekolah serta merapikan tanaman. 

Di sela-sela itu, dia juga menjual jajanan untuk anak-anak sekolah. Hasilnya lumayan, cukup untuk menambah uang belanja harian. 

Sayang, kondisi itu tidak bertahan lama. Tahun 2020 Pandemi Covid-19 merontokkan semuanya. Suami harus berhenti bekerja karena sekolah diliburkan (diganti daring) hingga lebih dari setahun lamanya. 

Puluhan pelanggan Kedai Guci di Surabaya asyik menikmati kopi dan teh. (Foto: MPI)
Puluhan pelanggan Kedai Guci di Surabaya asyik menikmati kopi dan teh. (Foto: MPI)

Begitu juga Soliha, tambahan rezeki dari jualan jajanan juga tidak ada lagi karena tidak ada pembeli. “Benar-benar bingung saat itu. Enggak tahu harus cari uang dari mana lagi,” tuturnya. 

Meski begitu, Soliha berusaha tetap tegar. Dengan penuh kesabaran, dia mencoba bekerja apa saja untuk membantu mencari penghasilan.

Berbagai peluang dia ambil, dari jualan masker, hand sanitizer hingga membuat kue untuk dijual lewat media sosial. Soliha mencoba bersahabat dengan pandemi, sehingga sebisa mungkin ujian Covid-19 dijadikan peluang untuk mengais rezeki.

“Kalau hanya diam di rumah ya malah enggak karu-karuan. Memang untungnya sedikit. Tapi saya bersyukur karena masih bisa untuk makan,” ujarnya mengenang masa-masa sulit itu.

KUR BRI Bangkitkan Harapan

Di tengah kesulitan itulah pendar harapan kembali menyapa Soliha. Dia mendapat bantuan modal dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) lewat program Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Saat itu, Soliha meminjam Rp75 juta untuk membuka usaha warung kopi lagi. Uang tersebut digunakan untuk sewa tempat Rp35 juta, sementara sisanya untuk mendesain warung dan membeli perlengkapan seperti meja, kursi.

Hasilnya menggembirakan. Sejak dibuka, Kedai Guci miliknya selalu ramai. Tak hanya siswa sekolah, pelanggan juga datang dari masyarakat setempat dan karyawan. Sampai-sampai, kedai harus buka selama 24 jam.

Soliha mengatakan, paling buruk, untung yang didapat Rp500.000 sampai Rp750.000 setiap hari. Sementara saat ramai, hasilnya bisa tembus sampai Rp1,5 juta.

Sukses Soliha menjalakan usaha warung kopi yang kedua ini mendapat kepercayaan dari BRI. Karena itu, dua tahun lalu, Soliha bisa menambah pinjaman KUR sebesar Rp150 juta. Uang tersebut untuk memperpanjang sewa tempat serta mengganti perlengkapan warung yang rusak.

Soliha merupakan satu di antara ribuan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang ikut terdampak akibat pandemi Covid-19 saat itu. Bahkan, tak jarang dari mereka yang memiliki tanggungan kredit di bank bingung membayar cicilan.

Berdasarkan survei Bank Indonesia (BI), terdapat 2.600 UMKM dari 2.970 UMKM yang disurvei BI yang terdampak pandemi Covid-19. Mereka tidak mampu bertahan hingga akhirnya gulung tikar.

Saat itulah BRI datang membantu. Selain memberi kemudahan kredit, BRI juga memberikan restrukturisasi kepada para nasabahnya.

Direktur Utama BRI, Sunarso, saat itu, menyebutkan, sampai bulan Mei 2020, terdapat 2,6 juta debitur yang mendapat restrukturisasi kredit dari BRI. Mayoritas penerima restrukturisasi yakni segmen mikro sebanyak 1,2 juta nasabah dengan nilai Rp60,61 triliun.

Kemudian nasabah KUR sebanyak 1,2 juta debitur dengan nilai Rp21,91 triliun dan segmen ritel sebanyak 90.609 debitur dengan nilai 67,76 trilun dan segmen konsumer sebanyak 30.877 debitur dengan nilai restrukturisasi Rp8,42 triliun. Sisanya segmen menengah korporasi sebanyak 69 debitur dengan nilai Rp1,8 triliun.

Topik Menarik