PHK Ancam Karyawan Smelter Timah di Bangka Belitung

PHK Ancam Karyawan Smelter Timah di Bangka Belitung

Ekonomi | inews | Minggu, 28 April 2024 - 17:08
share

JAKARTA, iNews.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita lima smelter atau pemurnian bijih timah di Bangka Belitung (Babel). Hal ini berkaitan dengan kasus korupsi tata niaga timah di wilayah IUP milik PT Timah Tbk periode 2015-2022 dengan taksiran kerugian lingkungannya mencapai Rp271 triliun.

Terkait hal itu, Ketua Departemen Hukum Acara Universitas Indonesia, Junaedi Saibih menilai langkah yang dilakukan bisa mendatangkan gelombang PHK. Hal itu karena tidak ada produksi yang bisa dilakukan smelter.

Ketika alat produksi atau tempat buat produksi disita, berarti kan dia ngga bisa gerak produksinya, kalau dia ngga bisa gerak produksi, terus dia punya manfaat ngga? Terus Kejaksaan bisa mengelola dan merawat itu nggak? Karena yang namanya orang menyita itu nggak cuma disita, tapi setelah itu dirawat biar nggak rusak, katanya kepada wartawan, Minggu (28/4/2024).

Itu kan ada biaya yang harus juga dikeluarkan oleh Kejaksaan. Jadi untuk melakukan penyitaan kan nggak cuma sikapnya keras saja diambil, tapi harus dipikirkan bagaimana pengelolaan dan pemeliharaannya, tutur dia.

Dibanding melakukan penyitaan smelter yang berdampak pada masyarakat luas, Junaedi menyarankan agar memempertimbangkan berbagai aspek sebelum melakukan langkah hukum. Pasalnya, penyitaan smelter akan berdampak pada kehidupan masyarakat Bangka Belitung.

Makanya saya selalu tidak pernah setuju penyitaan terhadap alat produksi, tapi sedapat mungkin alat produksi itu kalau dia bekerja, dia tetap bergerak, pabrik dia bergerak semua, ucap Junaedi.

Jangan disita kalau akhirnya nggak ada pergerakan, kalau nggak ada pergerakan, maka nggak ada hasil produksi, berarti orang nggak kerja, dengan begitu maka akan terjadi pengangguran terbuka, yang kemarin ratusan PHK jumlahnya bisa bertambah lagi, kata Pakar Hukum UI itu.

Salah satu smelter, PT Refined Bangka Tin (RBT), sudah melakukan PHK terhadap semua pegawai outsourcing dengan jumlah 400 orang. Namun, itu belum usai karena perusahaan bakal kembali melakukan PHK terhadap karyawan tetapnya sekitar 200 orang di tahap pertama, sehingga sekitar 600 pekerja RBT terancam kehilangan pekerjaan.

Jika ditotal dengan empat smelter lain, maka jumlah pegawai smelter terkena PHK mencapai ribuan. Angka tersebut belum termasuk dengan penambang rakyat yang terganggu pekerjaannya, jumlahnya bisa mencapai 10.000 orang lebih.

Selain dampak terhadap PHK pekerja, perlu ada langkah taktis dalam menyikapi kerugian ekologis yang disebut-sebut mencapai Rp 271 triliun.

Dia menilai, aktivitas tambang pasti akan menyebabkan kerusakan lingkungan, namun ada keuntungan ekonomi yang diperoleh masyarakat maupun pendapatan pemerintah. Karenanya perlu langkah lanjutan dalam meminimalisir kerugian, misalnya dengan perjanjian reklamasi.

Topik Menarik