Analisis Perludem soal Putusan Sengketa Pilpres: Paling Mungkin Pemungutan Suara Ulang

Analisis Perludem soal Putusan Sengketa Pilpres: Paling Mungkin Pemungutan Suara Ulang

Berita Utama | inews | Sabtu, 20 April 2024 - 13:20
share

JAKARTA, iNews.id - Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) sekaligus Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, mengungkapkan kemungkinan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilpres 2024. Dia memprediksi hakim konstitusi akan memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU).

Menurutnya, PSU kemungkinan digelar di sejumlah wilayah dengan indikasi pelanggaran pemilu. Hanya saja, analisis itu dapat terealisasi dengan catatan ada kejutan dalam putusan MK.

"Jadi kalau pun ada kejutan (dalam putusan MK) itu paling mungkin adalah PSU di sejumlah wilayah di Indonesia yang mengindikasikan adanya pelanggaran terhadap asas dan prinsip pemilu," ujar Titi dalam diskusi Polemik Trijaya FM, Sabtu (20/4/2024).

Dia membeberkan PSU bisa dilakukan dilatarbelakangi adanya dugaan mobilisasi aparatur sipil negara (ASN), terutama penjabat kepala daerah, dalam memenangkan pasangan calon (paslon) tertentu.

"Kontribusi PSU ini berdasarkan fakta persidangan, semisal keterlibatan kepala daerah yang melibatkan ASN untuk kampanye atau aktivitas menyerupai kampanye di kabupaten Sumatera Utara," tutur Titi.

Selain itu, kata dia, ada dugaan pemberian bantuan sosial (bansos) oleh pejabat publik untuk kegiatan politik.

"Artinya fakta persidangan ditemukan bantuan sosial itu seharusnya tidak dipersonifikasi oleh seorang pejabat publik tertentu," jelas Titi.

Terlebih, sejumlah menteri yang terlibat membagikan bansos diduga mengajak penerima mengucapkan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Tindakan itu dinilai dapat mengarahkan dukungan publik dalam elektoral.

"Ini kan diakui oleh pernyataan adanya insentif antara relasi persetujuan Presiden dengan preferensi pilihan pasangan calon," lanjut Titi.

Untuk itu, dia menilai potensi PSU lebih kuat dibanding diskualifikasi paslon tertentu. Sebab MK cenderung problematik karena sempat memutus perkara Nomor 90 terkait batasan usia Capres-Cawapres.

"Kenapa tidak sampai pada diskualifikasi? Problemnya adalah MK kita ini problematik. Karena dia menjadi bagian dari persoalan putusan MK 90," ujar Titi.

Topik Menarik