Masuk Fase Transisi, Harga Batu Bara Masih Topang Kinerja ADRO
IDXChannel - PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) berada dalam fase transisi bisnis menyusul divestasi sebagian aset batu bara termal pada 2024.
Perubahan struktur usaha ditambah pelemahan harga batu bara global, berdampak pada kinerja keuangan perseroan, meski fundamental bisnis inti dinilai masih relatif solid.
Sepanjang 2024, pendapatan ADRO tercatat sekitar USD2,07 miliar, sedikit lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini terjadi di tengah kenaikan penjualan batu bara pihak ketiga sebesar 16,6 persen secara tahunan (YoY), mencerminkan tekanan harga komoditas yang menahan pertumbuhan pendapatan.
Dari sisi profitabilitas, margin kotor (GPM) relatif terjaga dan meningkat tipis dari 41 persen menjadi 42 persen pada periode 2023-2024. Namun, margin operasional (EBITDA margin) melemah dari 36 persen menjadi 34 persen, sementara margin laba bersih (NPM) turun dari 87 persen menjadi 75 persen, menandakan mulai munculnya tekanan profitabilitas di tahap awal transisi.
Phintraco Sekuritas dalam riset terbarunya Rabu (17/12/2025) memperkirakan industri batu bara cenderung stabil pada 2026. Di mana harga batu bara akan berada di kisaran USD100-USD106 per ton, ditopang permintaan yang masih solid dari China dan India, baik untuk pembangkit listrik maupun kebutuhan industri.
Untuk batu bara metalurgi, permintaan global pada 2026 diproyeksikan relatif stabil di kisaran 385-390 juta ton, dengan peningkatan impor dari India yang mengimbangi perlambatan awal dari China. Harga batu bara metalurgi bergerak di rentang USD170-USD200 per ton, dengan potensi kenaikan yang terbatas.
Sementara itu, harga batu bara termal global diperkirakan bertahan di kisaran USD105-USD120 per ton. Risiko kenaikan dapat muncul jika permintaan Asia tetap kuat atau terjadi gangguan pasokan, sedangkan risiko penurunan berasal dari percepatan transisi energi global.
Di dalam negeri, asosiasi industri memproyeksikan harga batu bara Indonesia tetap relatif stabil pada 2026, meski sangat bergantung pada dinamika global, kebijakan pemerintah, serta faktor cuaca dan logistik.
Untuk tahun buku 2025, Phintraco Sekuritas memproyeksikan pendapatan ADRO mencapai USD1,96 miliar, turun 5,9 persen YoY, mencerminkan fase normalisasi setelah tekanan kinerja pada 2024.
Kendati demikian, biaya pendapatan diperkirakan tetap terkendali di sekitar USD1,25 miliar, sehingga menghasilkan laba kotor sebesar USD702 juta dengan margin kotor yang solid di level 35,8 persen.
Sementara itu, kinerja ADRO masih bertumpu pada bisnis inti pertambangan dan perdagangan batu bara yang relatif resilien. EBITDA diperkirakan mencapai USD728 juta, mencerminkan margin operasional yang tetap sehat meski harga batu bara mengalami penyesuaian.
Kontribusi segmen non-batu bara masih terbatas, dengan pendapatan jasa pertambangan diperkirakan USD793 juta dan segmen lainnya sekitar USD80 juta, sehingga belum menjadi pendorong utama pertumbuhan dalam jangka pendek.
Berdasarkan analisis tersebut, Phintraco Sekuritas memulai cakupan saham ADRO dengan rekomendasi BUY dan target harga Rp2.140 per saham. Valuasi ini didasarkan pada pendekatan sum-of-the-parts (SOTP) yang mencakup nilai gabungan ADMR, AADI, serta portofolio pembangkit listrik tenaga air (hydropower). Metode ini menghasilkan estimasi nilai perusahaan sebesar USD3,95 miliar dan nilai ekuitas sekitar USD3,71 miliar.
Lebih lanjut, Phintraco melihat potensi kenaikan lebih lanjut dari saham ADRO, terutama dari peluang monetisasi aset non-batu bara serta arus kas operasional yang relatif stabil.
Namun demikian, investor tetap perlu mencermati sejumlah risiko utama, termasuk volatilitas harga batu bara, ketidakpastian pengembangan proyek non-batu bara, serta potensi penurunan volume produksi akibat faktor cuaca dan kebijakan regulasi.
(DESI ANGRIANI)








