Raperda Kawasan Tanpa Rokok di Jakarta Dinilai Abaikan Masukan Pelaku Industri Event 

Raperda Kawasan Tanpa Rokok di Jakarta Dinilai Abaikan Masukan Pelaku Industri Event 

Terkini | idxchannel | Minggu, 14 Desember 2025 - 22:20
share

IDXChannel - Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang disusun oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta menghadapi penolakan keras dari pelaku industri event dan usaha.

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Armand Suparman mengatakan, polemik ini tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi di semua daerah, karena regulasi ini bersifat delegatif, yaitu mandat dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.

“Regulasi ini coba mendamaikan dua sisi yang sangat ekstrem. Satu di sisi isu kesehatan, satu di sisi ekonomi. Jadi pertentangan antara dua kubu ini, sebetulnya dari catatan kami tidak hanya terjadi di level lokal,” kata Armand dalam Podcast Bikin Terang iNews, dikutip Sabtu (13/12/2025).

Armand mencontohkan, untuk konteks DKI Jakarta, KPPOD telah mengawal Raperda ini sejak 2017-2018. Dinamika pertentangan selalu melibatkan dua kubu, mereka yang fokus pada isu kesehatan dan pemangku kepentingan terdampak yang memperhatikan kepastian berusaha sebagai mesin pertumbuhan ekonomi.

Sekjen DPP Industri Event Indonesia (Ivendo), Evan Saepul Rohman, secara tegas menyatakan keberatan industri terhadap Raperda KTR Jakarta karena dianggap tidak berpihak pada sisi industri karena melarang total event untuk mendapatkan sponsor dari produk tembakau.

Evan menyoroti bahwa banyak pelaku event memiliki kekayaan intelektual (IP event) yang telah berjalan lama dengan sokongan sponsor terbesar dari produk tembakau.

“Karena di situ jelas, kami para pelaku event ini kan ada yang punya IP event sudah berjalan lama, dengan sponsor yang paling besar dari produk tersebut. Kalau dibatasi dengan pelarangan secara keseluruhan, sudah pasti mati,” kata Evan.

Dia menambahkan, modal terbesar dari event berasal dari sponsor produk tembakau, yang akan hilang jika terjadi pelarangan sponsor secara keseluruhan.

Armand Suparman mencatat bahwa selama enam bulan terakhir, Panitia Khusus (Pansus) Raperda KTR DPRD Jakarta memang mencoba bertemu dan menerima masukan dari berbagai stakeholders, termasuk pihak yang menolak. Namun, ia menilai masukan tersebut tidak cukup diakomodir di dalam perancangan peraturan daerah.

Salah satu usulan yang tidak diakomodir yaitu penghapusan pelarangan radius 200 meter penjualan produk tembakau dari sarana pendidikan. Bahkan, di internal Pemprov DKI Jakarta terjadi perbedaan pandangan antara Dinas Kesehatan dengan Dinas Sektoral seperti Dinas Perindustrian Perdagangan.

“Karena menurut teman-teman, misalnya di Dinas Perindustrian Perdagangan, ketika ada pelarangan kawasan tanpa rokok itu pasti berlampak terhadap teman-teman pekerja di sektor terkait. Industri hiburan, periklanan, dan segala macam. Demo masyarakat itu adalah teman-teman di Perindustrian Perdagangan, bukan Dinas Kesehatan,” kata Armand.

Evan menambahkan, sejak Raperda KTR Jakarta disusun, Ivendo telah berdiskusi dengan berbagai pihak untuk memberikan masukan tentang pasal-pasalnya, namun apa yang disampaikan tidak berubah dan tidak didengar sama sekali.

“Artinya, peraturan ini apakah memang sengaja dipaksakan untuk ditetapkan? Atau bagaimana?” kata Evan.

(Febrina Ratna Iskana)

Topik Menarik