Belum Reda, Harga Minyak Dunia Terus Naik usai Serangan Iran ke Israel
IDXChannel - Harga minyak dunia melonjak setelah Israel menyerang Iran dalam eskalasi ketegangan di Timur Tengah.
Dilansir dari laman BBC Sabtu (14/6/2025), harga minyak mentah Brent naik lebih dari 10 persen, mencapai level tertinggi sejak Januari, sebelum kehilangan beberapa keuntungan. Para pedagang khawatir, konflik antara Iran dan Israel dapat mengganggu pasokan yang datang dari wilayah kaya energi tersebut. Sebab, biaya minyak mentah memengaruhi segalanya mulai dari biaya pengisian mengisi bakar mobil hingga harga makanan di supermarket.
Setelah lonjakan awal, harga minyak sedikit mereda. Namun, minyak mentah Brent masih lebih tinggi 5 persen dari harga penutupan Kamis yang diperdagangkan sekitar USD70,60 per barel.
Meskipun terjadi pergerakan pada Jumat, harga minyak masih lebih rendah 10 persen dari harga pada titik yang sama tahun lalu. Harga minyak juga jauh di bawah yang terlihat pada awal 2022 setelah invasi Rusia ke Ukraina, ketika harga minyak mentah melonjak di atas USD100 per barel.
Sementara itu, harga saham turun di seluruh Asia dan Eropa pada Jumat. Indeks saham Nikkei Jepang mengakhiri hari dengan penurunan 0,9 persen, sementara indeks FTSE 100 Inggris ditutup 0,39 persen lebih rendah. Pasar saham di AS juga ditutup turun. Dow Jones Industrial Average turun 1,79 persen sementara S&P 500 turun 0,69 persen.
Aset yang disebut "safe haven" seperti emas dan franc Swiss mengalami kenaikan. Beberapa investor melihat aset ini sebagai investasi yang dapat diandalkan di tengah ketidakpastian. Harga emas mencapai level tertingginya selama hampir dua bulan, naik 1,2 persen menjadi USD3.423,30 per ons.
Setelah serangan Israel, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan Iran telah meluncurkan sekitar 100 pesawat nirawak ke negara itu.
Analis mengatakan kepada BBC, pengusaha energi sekarang akan mengamati seberapa parah konflik tersebut dalam beberapa hari mendatang. "Ini adalah situasi yang eksplosif, meskipun dapat diatasi dengan cepat seperti yang kita lihat pada bulan April dan Oktober tahun lalu, ketika Israel dan Iran saling menyerang secara langsung," ujar Vandana Hari dari Vanda Insights kepada BBC.
"Ini juga dapat berkembang menjadi perang yang lebih besar dan mengganggu pasokan minyak Timur Tengah," tuturnya.
Analis di Capital Economics mengatakan jika fasilitas produksi dan ekspor minyak Iran menjadi sasaran, harga minyak mentah Brent dapat melonjak menjadi sekitar USD80-USD100 per barel. Menurutnya, lonjakan harga seperti itu akan mendorong produsen minyak lainnya untuk meningkatkan produksi sehingga pada akhirnya membatasi kenaikan harga dan efek lanjutannya pada inflasi.
Juru bicara badan otomotif Inggris RAC, Rod Dennis, mengatakan, masih terlalu dini untuk mengatakan dampak kenaikan harga minyak terbaru terhadap harga bensin. "Ada dua faktor utama yang berperan: apakah harga grosir bahan bakar yang lebih tinggi akan bertahan selama beberapa hari mendatang dan bagaiman jenis margin yang diambil pengecer?" katanya.
Dalam skenario ekstrem, Iran dapat mengganggu pasokan jutaan barel minyak per hari jika menargetkan infrastruktur atau pengiriman di Selat Hormuz. Selat tersebut merupakan salah satu rute pengiriman terpenting di dunia, dengan sekitar seperlima minyak dunia melewatinya.
(kunthi fahmar sandy)