Fahri Hamzah Sebut Banyak Keluarga Baru Tak Punya Rumah, Pilih Tinggal dengan Orang Tua
IDXChannel - Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) menyatakan, angka backlog perumahan di Indonesia sangat tinggi. Artinya, terdapat kesenjangan antara kebutuhan dengan ketersediaan rumah.
Wakil Menteri PKP, Fahri Hamzah mengatakan, kondisi tersebut membuat banyak keluarga tak memiliki rumah, terutama mereka yang baru menikah atau baru memiliki anak. Kendati demikian, keluarga-keluarga ini tak menjadi gelandangan seperti di Amerika Serikat (AS) karena memilih tinggal dengan orang tua atau mertua.
"Artinya orang yang tidak punya rumah itu semakin banyak, tapi kita tidak melihat homeless seperti di Amerika Serikat atau Eropa, karena ada sistem extended family di kita," katanya dalam Rapat Koordinasi Teknis Perumahan Perdesaan Bersama Kementerian Dalam Negeri di Jakarta, Selasa (29/4/2025).
"Di mana keluarga mengabsorb kegagalan anak-anaknya, termasuk yang sudah menikah, itu ditaruh di dalam keluarganya, masih sebagai tanggung jawab orang tua menampung mereka," ujar Fahri.
Kondisi ini, kata Fahri, berdampak besar terhadap jumlah anggota keluarga inti (nuclear family). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kata Fahri, indeks keluarga di Indonesia saat ini berada di 3,2 yang artinya terdiri dari ayah, ibu, dan anak satu. Padahal, angkanya biasanya berada di 4,7 alias satu keluarga memiliki 4-5 anggota keluarga, termasuk suami dan istri.
"Sekarang ini indeks keluarga kita berubah, indeks keluarga yang lama itu 4,7 orang per keluarga, sekarang ini 1 keluarga itu hanya 3,2, artinya keluarga Indonesia mengecil," katanya.
"Memang ada bonus demografi, anak muda Indonesia mulai kawin. Tapi ketika membentuk keluarga dia takut (tidak punya rumah), sehingga keluarganya mengecil, hanya punya satu anak," ujarnya.
Wakil Ketua DPR 2014-2019 itu menilai, jumlah keluarga di Indonesia per Februari 2024 mencapai 93 juta keluarga. Sementara, angka backlog perumahan mencapai 15 juta, sehingga membuat antrean pembelian rumah makin besar.
Atas dasar itulah, pemerintah mendorong pembangunan tiga juta unit rumah per tahun. Dengan demikian, angka backlog bisa teratasi dalam lima tahun ke depan.
(Rahmat Fiansyah)