Ekonomi AS Diproyeksi Bakal Melemah Dampak Kebijakan Tarif Impor

Ekonomi AS Diproyeksi Bakal Melemah Dampak Kebijakan Tarif Impor

Terkini | idxchannel | Kamis, 24 April 2025 - 18:44
share

IDXChannel - Chief Economist Citi Indonesia Helmi Arman mengatakan, kondisi perekonomian global dan nasional di tengah gejolak kebijakan tarif perdagangan yang diumumkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada 2 April 2025 lalu. 

Helmi menilai, sistem perdagangan dunia kini memasuki era baru yang tidak akan kembali seperti sebelumnya dan ekonomi AS akan berakhir melemah.

“Tetapi dari tahun 2025 perkiraan kita adalah bahwa karena pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat melemah, maka kemungkinan demand dari Amerika Serikat ini turun dan berdampak pada semua negara yang mengekspor ke sana,” ujar Helmi dalam konferensi pers Citi di Jakarta, Kamis (24/4/2025). 

Dalam paparannya, Helmi memproyeksi ekonomi AS akan menerapkan tiga lapisan tarif terhadap negara-negara mitra dagangnya.

Lapisan pertama merupakan tarif universal sebesar 10 persen yang akan dikenakan pada negara-negara yang memiliki hubungan erat dengan AS seperti Jepang dan Korea Selatan.

Sementara lapisan kedua adalah tarif tertinggi, yang diperkirakan melebihi 50 persen dan kemungkinan besar akan dikenakan pada China sebagai kompetitor strategis utama AS. 

Lapisan ketiga merupakan tarif menengah, di atas baseline namun lebih rendah dari tarif yang diumumkan 2 April 2025. Negara-negara yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang memiliki hubungan kuat baik dengan AS maupun China—termasuk Indonesia dan beberapa negara ASEAN lainnya seperti Vietnam.

Helmi menyebutkan, dampak kebijakan tarif ini akan terbagi dalam dua kategori, yaitu dampak langsung dan tidak langsung. Dampak langsung muncul dari potensi penurunan ekspor ke AS akibat melemahnya permintaan dan menurunnya daya saing produk ekspor karena tarif. 

Dampak tidak langsung mencakup pelemahan ekspor ke negara-negara lain serta berkurangnya aliran investasi global karena terganggunya rantai pasok internasional.

Menurut simulasi Citi, dampak terhadap Indonesia dinilai relatif lebih moderat dibandingkan negara-negara dengan ketergantungan tinggi pada ekspor dan investasi asing, seperti Vietnam. 

Namun, Helmi mengingatkan, industri padat karya Indonesia seperti tekstil, sepatu, dan kulit tetap rentan terhadap penurunan permintaan dari AS.

Selain itu, kata dia, dampak tidak langsung juga akan dirasakan Indonesia dari potensi pelemahan ekonomi China, yang merupakan pasar utama bagi ekspor produk sumber daya alam Indonesia seperti nikel, baja tahan karat, dan batu bara. Menurutnya, pelemahan di China berpotensi menekan pertumbuhan ekspor komoditas tersebut ke depannya.

Di sektor keuangan, Helmi mencatat, volatilitas pasar juga meningkat sejak pengumuman tarif pada 2 April 2025. Periode tersebut bertepatan dengan musim repatriasi dividen oleh perusahaan-perusahaan dengan pemegang saham asing, yang turut meningkatkan permintaan dolar di dalam negeri.

Namun, dia mengapresiasi kebijakan pengetatan retention period dari Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang diberlakukan sejak Maret, karena berhasil menopang pasokan valas domestik. 

“Kita sudah melihat bahwa cadangan devisa BI di bulan Maret pasca diperlakukannya pengetatan aturan DHE ini itu meningkat menjadi 150, di kisaran USD157 miliar, itu mungkin posisi yang salah satu posisi yang tertinggi sepanjang sejarah,” ujar Helmi.

Menurut Helmi, dukungan kebijakan DHE cukup membantu menyeimbangkan kebutuhan valas yang meningkat akibat repatriasi dividen dan gejolak pasar keuangan yang dipicu oleh kebijakan tarif AS.

(Dhera Arizona)

Topik Menarik