Israel Menggila, Bom-bomnya di Kota Gaza Kini Seperti Gempa Bumi

Israel Menggila, Bom-bomnya di Kota Gaza Kini Seperti Gempa Bumi

Global | sindonews | Jum'at, 29 Agustus 2025 - 19:39
share

Meskipun warga telah hidup di bawah pemboman Israel yang terus-menerus selama hampir dua tahun, tidak ada yang dapat mempersiapkan penduduk Kota Gaza untuk serangan ganas beberapa pekan terakhir. Bom-bom Israel itu kini lebih dahsyat dan terasa seperti gempa bumi.

"Kali ini berbeda," kata banyak dari warga Gaza.

Sejak Israel mengumumkan rencananya untuk menduduki Kota Gaza, rumah bagi hampir satu juta warga sipil, militer telah mengintensifkan serangannya, termasuk serangan udara, penembakan artileri, dan ledakan yang disebabkan drone yang dikendalikan dari jarak jauh.

Serangan-serangan tersebut terkonsentrasi di pinggiran utara, selatan, dan tenggara kota, meratakan hampir setiap bangunan yang berdiri di jalurnya.

Siang dan malam, ledakan telah mengguncang kota, membuat penduduk ketakutan.

"Kami merasa jenis rudal yang digunakan kali ini lebih kuat dan ganas," ujar Reham Abu al-Beidh, yang tinggal di lingkungan Abu Iskandar di utara kota.

Dia menjelaskan, "Suara ledakan lebih mengerikan, dan daya rusaknya lebih besar."

Nasser Matar, seorang ayah tiga anak berusia 35 tahun, berbagi pengalaman serupa, mengatakan situasinya telah menjadi "jauh lebih berbahaya" dalam beberapa hari terakhir.

"Tentara menargetkan bangunan yang hanya berjarak 200 hingga 300 meter dari kami. Bahkan untuk melangkah keluar pintu depan pun menjadi terlalu berbahaya, karena quadcopter menembaki setiap gerakan yang mereka deteksi," jelas dia.Matar, seorang warga di lingkungan al-Saftawi, juga di utara kota, dan istrinya terbangun karena terkejut oleh apa yang ia gambarkan sebagai "suara gerakan yang menakutkan".

"Kami pikir itu suara lembaran asbes yang dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain dengan derek atau tuk-tuk. Kami tidak bisa tidur karena ketakutan," papar dia.

Sekitar pukul 04.45, pasangan itu menyadari suara itu berasal dari robot militer Israel yang dikendalikan dari jarak jauh.

Robot-robot tersebut, yang membawa bahan peledak, telah banyak digunakan oleh pasukan Israel selama invasi yang sedang berlangsung di Gaza, seringkali menargetkan rumah-rumah warga sipil.

Penggunaan robot-robot ini di Kota Gaza telah menjadi hal yang hampir sehari-hari selama eskalasi terbaru.

Warga mengenali mereka dari ledakan dahsyat dan memekakkan telinga yang ditimbulkannya.

“Ledakan itu terasa seperti gempa bumi,” ungkap Matar.

Ketika salah satu robot meledakkan satu rumah sekitar 300 meter dari rumahnya, Matar dan keluarganya merasakan dampaknya di rumah mereka, menyebabkan mereka mengalami luka ringan.

Bassem Mounir al-Hanawi, seorang warga di utara Kota Gaza, mengatakan ledakan yang mirip gempa bumi tersebut seringkali membuatnya sakit kepala parah selama berjam-jam karena kebisingan yang intens.“Dua hari yang lalu, mereka meledakkan satu robot sekitar satu kilometer dari kami. Sepotong pecahan peluru seberat 150 kg mendarat tepat di sebelah kami,” ujarnya kepada Middle East Eye.

“Jika pecahan peluru itu mengenai tenda atau siapa pun di dekatnya, itu sudah cukup untuk membunuh mereka dan menyebabkan pembantaian,” ungkap dia.

Ayah satu anak berusia 31 tahun ini mengatakan serangan terbaru telah membuat warga "hidup dalam teror", karena serangan udara dan darat meningkat tanpa peringatan, meninggalkan jejak warga Palestina yang tewas dan terluka di jalanan.

Ia telah menyaksikan serangan-serangan sebelumnya di Kota Gaza utara, terutama di kamp pengungsi Jabalia, yang ia gambarkan seperti "kengerian dari Hari Kiamat".

Namun, ia mengatakan serangan dan serangan rudal saat ini lebih intens daripada apa pun yang pernah disaksikan warga sebelumnya.

Tidak Ada Tempat Aman di Gaza

Hanawi mengatakan baik ia maupun keluarganya "tidak memiliki kekuatan untuk bergerak bahkan sejauh dua puluh meter" dari rumah mereka, meskipun pasukan Israel terus bergerak maju.

“Kami telah mengungsi lebih dari tujuh kali. Hidup kami telah hancur, dan kami telah kehilangan begitu banyak. Kami kehilangan ayah saya,” ujar dia.

Dia menjelaskan, “Kami menjadi putus asa dan frustrasi. Apa pun yang terjadi, terjadilah.”Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, setidaknya 90 warga Palestina di Jalur Gaza yang diblokade telah mengungsi selama hampir dua tahun genosida, dengan banyak yang terpaksa mengungsi beberapa kali.

Sebagai bagian dari rencana pendudukan barunya, Israel dilaporkan berusaha memaksa hampir seluruh dari satu juta warga sipil Kota Gaza untuk mengungsi ke selatan.

Namun, tanpa zona aman yang sesungguhnya di Gaza dan ingatan akan pengalaman pengungsian yang memalukan di masa lalu masih segar, banyak yang menolak untuk pergi.

Namun, alternatifnya, tetap tinggal dan menghadapi tentara tanpa apa pun, membuat penduduk ketakutan.

Beidh mengatakan, “Seiring meningkatnya serangan, warga Palestina menjadi benar-benar terkuras, secara finansial, psikologis, dan moral."

Perawat berusia 29 tahun ini telah menjadi salah satu pencari nafkah utama bagi keluarganya yang beranggotakan 15 orang.

“Selama perang, karena harga yang tinggi dan kelaparan, kami terpaksa menjual gelang emas ibu saya dan beberapa perhiasan saudara perempuan saya. Kami bahkan menjual beberapa perabot rumah tangga kami hanya untuk membeli makanan, terutama tepung,” jelasnya.

Beidh menambahkan perintah pengusiran Israel dikeluarkan di wilayah mereka pekan ini melalui pengeras suara dan selebaran, dengan tentara berteriak kepada penduduk untuk melarikan diri, menggunakan nada sarkastis dan bahasa cabul.Mengingat tingginya biaya transportasi dan trauma pengungsian sebelumnya, keluarganya memutuskan untuk tetap tinggal, meskipun bahaya yang semakin meningkat.

“Kami terpaksa tinggal dan lebih memilih mati di rumah daripada melarikan diri,” ujar dia.

Dia menekankan, “Tidak ada tempat untuk melarikan diri. Pendudukan bersikukuh dengan semua klaimnya tentang zona aman. Tidak ada tempat aman di Gaza.”

Militer Israel telah berulang kali menargetkan apa yang disebut “zona aman” di seluruh Jalur Gaza sejak dimulainya genosida.

Pasukan Israel telah menewaskan 63.000 warga Palestina sejak Oktober 2023 dan melukai lebih dari 150.000 orang. Lebih dari 80 dari mereka yang tewas adalah warga sipil, menurut data militer Israel sendiri.

“Ketakutan dan ketegangan terus berlanjut. Kami takut akan diri kami sendiri, orang-orang yang kami cintai, dan apa yang tersisa dari rumah kami,” ujar Beidh.

Dia menekankan, “Kami takut akan Gaza, akan masa depan kami, dan akan kehidupan yang telah tertunda selama dua tahun karena genosida yang sedang berlangsung ini.”

Baca juga: Militer Israel Nyatakan Kota Gaza Zona Pertempuran Berbahaya

Topik Menarik