Mengapa Tony Blair dan Jared Kushner Berada di Gedung Putih untuk Bahas Gaza?
Mantan Perdana Menteri (PM) Inggris Tony Blair dan menantu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Jared Kushner, menghadiri pertemuan di Gedung Putih pada hari Rabu (27/8/2025) untuk memaparkan rencana AS dan Israel terkait nasib Gaza pascaperang. Pertemuan tersebut terjadi beberapa hari setelah Trump mengatakan ia memperkirakan perang Israel di Gaza akan berakhir dalam "dua hingga tiga minggu".
Utusan Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, kemudian mengatakan perang akan berakhir pada akhir tahun.
“Ini adalah rencana yang sangat komprehensif yang akan kami susun keesokan harinya, dan saya pikir banyak orang akan setuju – mereka akan melihat seberapa kuat dan seberapa baik niatnya,” ujar Witkoff, saat berpidato di pertemuan di Gedung Putih.
“Dan ini mencerminkan motif kemanusiaan Presiden Trump di sini,” papar dia.
Namun, keterlibatan Blair dan Kushner, ditambah dengan tidak adanya suara Palestina dalam pertemuan tersebut, akan menimbulkan kekhawatiran tentang nasib Gaza pascaperang di kalangan warga Palestina, dan mungkin juga beberapa sekutu Arab AS.
Witkoff telah berkonsultasi dengan Kushner mengenai Gaza pascaperang selama "beberapa bulan", menurut Axios.
Pindahkan Orang-orang Keluar
Middle East Eye (MEE) melaporkan pada bulan Februari bahwa rencana Trump yang banyak didiskreditkan untuk menggusur paksa warga Palestina dan mengubah Gaza menjadi "riviera" milik AS hampir menggemakan rencana Kushner yang sebelumnya dinyatakan untuk wilayah kantong tersebut.Kushner menjabat sebagai penasihat Timur Tengah Trump selama masa jabatan pertamanya. Ia menikah dengan putri Trump, Ivanka.Keluarga Kushner baru-baru ini menjadi berita karena ayah Jared, duta besar Trump untuk Prancis, berselisih dengan Presiden Emmanuel Macron atas keputusannya untuk mengakui negara Palestina.
Kushner menyerukan pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza sejak tahun lalu.
“Properti tepi laut Gaza, itu bisa sangat berharga,” ujar Kushner pada Februari 2024.
“Situasinya agak disayangkan di sana, tetapi saya pikir dari perspektif Israel, saya akan melakukan yang terbaik untuk memindahkan orang-orang keluar dan kemudian membereskannya,” papar dia.
MEE juga melaporkan seorang profesor ekonomi yang kurang dikenal di Universitas George Washington yang mengatakan dalam podcast Agustus 2024 bahwa Kushner telah berkonsultasi dengannya mengenai makalah tentang cara merekonstruksi Gaza pascaperang - dan itu hampir sesuai kata demi kata dengan apa yang diminta Trump.
“Tempat untuk memulai adalah menggali seluruh tempat. Kemudian Anda harus memikirkan apa yang harus dilakukan dengan penduduk setempat. Anda harus memindahkan mereka. Semuanya harus disingkirkan… tidak ada yang vertikal yang berdiri tegak,” ungkap profesor tersebut, Joseph Pelzman, dalam podcast berjudul “America, Baby”, yang dipandu profesor Israel, Kobby Barda.
Pelzman, yang mengatakan suratnya telah sampai kepada Kushner, juga mengatakan AS harus "berkonsentrasi pada Mesir" untuk menerima pengungsian paksa warga Palestina karena negara itu "bangkrut... benar-benar bangkrut".
Menteri Urusan Strategis Israel, Ron Dermer, orang kepercayaan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, juga diperkirakan akan hadir dalam pertemuan di Gedung Putih.Perlu dicatat, tidak ada laporan yang menyebutkan sekutu Arab AS, apalagi anggota faksi Palestina mana pun, akan menghadiri pertemuan tersebut.
Cetak Biru Ekonomi Blair untuk Gaza
Mesir dan Yordania khawatir dengan rencana Trump untuk melakukan pengungsian paksa warga Palestina dari Gaza.Mesir, yang berbatasan darat dengan Yordania, khawatir masuknya ratusan ribu warga Palestina dapat mengganggu stabilitas negara dan berpotensi membuka jalan bagi kelompok-kelompok perlawanan Palestina untuk beroperasi dari wilayah yang sulit untuk diawasi seperti Semenanjung Sinai.
Mesir mempelopori rencana yang didukung Liga Arab yang menyerukan Otoritas Palestina (PA) untuk kembali ke Gaza dan pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk dikerahkan ke Gaza dan Tepi Barat yang diduduki.
Kushner secara luas dianggap telah mengesampingkan PA selama masa jabatan pertama Trump.
Ia berselisih dengan para perwira intelijen AS yang mandatnya adalah untuk mendukung Otoritas Palestina, ungkap mantan pejabat AS kepada MEE.
Meskipun Liga Arab secara resmi mendukung rencana tersebut, MEE melaporkan Uni Emirat Arab (UEA) meluncurkan kampanye untuk menekan Mesir dan mencegah AS mempertimbangkan rencana tersebut.Duta Besar UEA untuk AS, Yousef al-Otaiba, mengatakan awal tahun ini bahwa ia "tidak melihat alternatif" selain pemindahan paksa warga Palestina.
Kushner menikmati hubungan dekat dengan UEA, serta Arab Saudi dan Qatar. Semua negara Teluk yang kuat ini telah berinvestasi di dana ekuitas swasta milik Kushner, Affinity Partners.
Kushner adalah arsitek utama Perjanjian Abraham 2020, yang memungkinkan Maroko, Bahrain, dan UEA menormalisasi hubungan dengan Israel.
Keputusan itu dipandang sebagai pengkhianatan oleh Palestina dan para pendukungnya, yang telah lama mengandalkan front Arab yang bersatu untuk menahan pengakuan hingga terbentuknya negara Palestina.
Blair juga aktif dalam diskusi terkait rencana pengambilalihan Gaza oleh Trump. Pada bulan Juli, The Financial Times melaporkan Tony Blair Institute (TBI) ikut serta dalam diskusi tentang Mengubah Gaza menjadi "riviera" dan membangun "Zona Manufaktur Cerdas Elon Musk".
Rencana muluk-muluk tersebut sebagian mencerminkan betapa sedikitnya pekerjaan konkret yang telah dilakukan untuk rekonstruksi Gaza. Musk, miliarder AS, baru-baru ini berselisih dengan Trump.
Namun, rencana tersebut diuraikan dalam slide deck yang dibuat sekelompok pengusaha Israel dengan dukungan konsultan di Boston Consulting Group. Meskipun TBI bersikeras tidak mendukung atau menulis slide tersebut, dua stafnya berpartisipasi dalam diskusi terkait inisiatif tersebut.
TBI didirikan Blair pada tahun 2016 untuk dilaporkan mempromosikan reformasi kebijakan global dan memerangi ekstremisme.
Satu dokumen internal TBI, berjudul "Cetak Biru Ekonomi Gaza", beredar di dalam kelompok proyek dan menguraikan proposal ekonomi dan infrastruktur yang ambisius.
Proposal-proposal ini termasuk pelabuhan laut dalam yang menghubungkan Gaza dengan koridor India-Timur Tengah-Eropa, serta visi untuk pulau-pulau buatan di lepas pantai.
Tidak jelas seberapa sering Blair sendiri telah berkonsultasi dengan Trump.
Melibatkan India dalam proyek tersebut akan terbukti sulit saat ini, karena Trump telah mengenakan tarif sebesar 50 pada negara Asia tersebut.
Baca juga: Siapa Tony Blair? Mantan PM Inggris yang Lembaganya Terlibat Rencana Pembersihan Etnis Gaza Riviera Trump










