Trump: Intelijen AS Salah soal Iran Tidak Membangun Bom Nuklir
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan direktur intelijen nasionalnya "salah" ketika dia bersaksi bahwa Iran tidak membangun senjata nuklir dan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei tidak mengesahkan kembali program senjata nuklir negara itu yang ditangguhkan.
Komentar itu muncul setelah Trump awal pekan ini meragukan laporan Tulsi Gabbard pada 25 Maret ke Kongres, di mana Gabbard menegaskan kembali penilaian komunitas intelijen AS.
Pada hari Selasa, Trump mengatakan kepada wartawan, "Saya tidak peduli" bahwa temuan komunitas intelijen bertentangan dengan klaim Trump sendiri, dengan mengatakan Iran berada pada tahap akhir pengembangan senjata nuklir.
Namun berbicara pada hari Jumat, Trump melangkah lebih jauh.
Seorang wartawan bertanya, "Intelijen apa yang Anda miliki bahwa Iran sedang membangun senjata nuklir? Komunitas intelijen Anda mengatakan mereka tidak memiliki bukti."
Trump menjawab, "Kalau begitu komunitas intelijen saya salah. Siapa di komunitas intelijen yang mengatakan itu?""DNI (direktur intelijen nasional) Anda, Tulsi Gabbard," jawab reporter tersebut.
"Dia salah," kata Trump.
Gabbard tampaknya membela Trump pada hari Jumat sore (20/6/2025). "Amerika memiliki informasi intelijen bahwa Iran sudah berada pada titik yang memungkinkan mereka memproduksi senjata nuklir dalam beberapa pekan hingga bulan, jika mereka memutuskan untuk menyelesaikan perakitannya," tulis dia dalam sebuah unggahan di media sosial.
"Presiden Trump telah menjelaskan bahwa itu tidak mungkin terjadi, dan saya setuju," papar dia.
Namun, pernyataan itu tidak bertentangan dengan penilaiannya sebelumnya bahwa Iran tidak sedang membangun senjata. Tidak ada penilaian intelijen AS yang diketahui yang menyimpulkan bahwa Iran sedang mempersenjatai program nuklirnya.
Sangat jarang bagi seorang presiden AS untuk secara terbuka menentang komunitas intelijen negara itu, dengan para kritikus menuduh Trump secara terang-terangan mengabaikan bukti untuk membenarkan potensi keterlibatan langsung AS dalam pertempuran tersebut, menurut analis politik senior Al Jazeera, Marwan Bishara.
"Ini bukan hanya satu orang, satu tim yang mengatakan sesuatu," ujar Bishara. "Seluruh komunitas intelijen di Amerika Serikat. Bahwa dia (Trump) mengabaikan mereka... sungguh mengejutkan."
Berbicara pada hari Jumat, Trump juga tampak meremehkan prospek AS menjadi perantara perjanjian gencatan senjata antara Iran dan Israel, dengan mengatakan dia "mungkin" mendukung kesepakatan semacam itu, sambil menambahkan, "Israel berhasil dalam hal perang, dan saya pikir Anda akan mengatakan bahwa Iran tidak melakukannya dengan baik."
"Sulit untuk mengajukan permintaan itu sekarang. Ketika seseorang menang, itu lebih sulit daripada ketika mereka kalah," ungkap Trump.Melaporkan dari Washington, DC, Heidi Zhou Castro dari Al Jazeera mencatat bahwa, “Trump benar-benar menegaskan bahwa dia tidak akan berusaha meminta Israel mengurangi pemboman udara terhadap target-target Iran."
"Tampaknya Trump sangat berpihak pada Israel saat keadaan terus berkembang, dan ... tampaknya ia tidak condong ke jalur diplomasi, meskipun, sekali lagi, ia memberi dirinya waktu dua minggu untuk membuat keputusan akhir," papar dia.
Trump pada hari Kamis mengatakan ia akan membutuhkan waktu dua minggu untuk memutuskan respons AS terhadap konflik tersebut. Para ahli mengatakan keputusan itu kemungkinan akan bersifat transformatif.
AS dipandang sebagai salah satu dari sedikit negara yang memiliki pengaruh untuk menekan Israel agar mundur dari ambang perang regional berskala lebih luas.
Pada saat yang sama, keterlibatan militer AS dipandang sebagai kunci bagi misi Israel yang dinyatakan untuk membongkar sepenuhnya program nuklir Iran, yang bergantung pada penghancuran pabrik pengayaan bawah tanah Fordow.Serangan yang berhasil terhadap fasilitas tersebut akan membutuhkan GBU-57 Massive Ordnance Penetrator seberat 30.000 pon (13.000 kg) milik Washington dan pembom B-2 yang dibutuhkan untuk mengirimkannya.
Berbicara kepada wartawan pada hari Jumat, Trump juga meremehkan potensi peran negara-negara Eropa dalam meredakan situasi.
Hal itu terjadi beberapa jam setelah Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi bertemu dengan para diplomat tinggi dari Prancis, Inggris, Jerman, dan Uni Eropa di Jenewa.
"Eropa tidak akan dapat membantu," ujar presiden AS.
Baca juga: Israel Sangat Kewalahan, Akurasi Rudal Iran Meningkat 3 Kali Lipat