Mengapa PM Israel Benjamin Netanyahu Muncul di Terowongan Dekat Masjid Al-Aqsa? Ini Analisisnya

Mengapa PM Israel Benjamin Netanyahu Muncul di Terowongan Dekat Masjid Al-Aqsa? Ini Analisisnya

Global | sindonews | Minggu, 8 Juni 2025 - 14:39
share

Dalam sebuah video yang memicu kecaman warga Palestina, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu muncul dari sebuah terowongan yang digali didekat Masjid Al-Aqsa. Padahal, biasanya dia muncul di Tembok Barat (Tembok Ratapan) atau di Yerusalem Barat.

Video itu muncul dua pekan lalu. Dalam video tersebut, Netanyahu menyatakan, "Yerusalem akan tetap menjadi ibu kota abadi Israel", dan berjanji untuk mendorong pengakuan internasional dan pemindahan kedutaan besar ke kota tersebut.

Kemunculannya di terowongan tersebut bertepatan dengan peringatan 58 tahun pendudukan Yerusalem tahun 1967, yang dikenal di Israel sebagai "Hari Penyatuan Yerusalem".

Baca Juga: Negara-negara Arab Kecam Ekstremis Israel atas Video Provokatif Penghancuran Masjid al-Aqsa

Kota tersebut telah menyaksikan eskalasi yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh para pemukim ilegal Yahudi Israel di bawah perlindungan pasukan pendudukan Zionis, termasuk serangan besar-besaran ke halaman Masjid Al-Aqsa oleh lebih dari 2.090 pemukim, serta "Pawai Bendera", yang menampilkan nyanyian rasis seperti "Matilah Orang Arab" dan "Biarlah Gaza Dibasmi".

Analisis Palestine Chronicle, Minggu (8/6/2025), menyebutkan kemunculan Netanyahu itu merupakan unjuk kekuatan yang provokatif untuk menandai kampanye Israel yang semakin cepat guna menegaskan kedaulatan Zionis Israel atas situs suci tersebut, dengan para pemukim ilegal Israel semakin berani dan warga Palestina semakin terkepung.Ribuan pemukim ilegal Yahudi Israel kerap berkumpul di Tembok Ratapan, lalu menyerbu kompleks Masjid Al-Aqsa, membanjiri lorong-lorong Kota Tua, dan tumpah ruah ke Gerbang Damaskus, meneriakkan slogan-slogan rasis yang mencerminkan ideologi mereka.

Selama ini, warga Palestina tertindas di kota mereka sendiri. Jika mereka meninggalkan rumah, mereka dipukuli dan diserang. Jika mereka tetap tinggal, mereka tetap disakiti—jika tidak secara fisik, maka oleh suara-suara kekerasan dan provokasi. Sementara itu, polisi Israel berdiri sebagai benteng pelindung bagi para pemukim ilegal bersenjata.

Nizam Abu Ramouz, warga kota Silwan—hanya beberapa ratus meter dari masjid—menyaksikan sendiri eskalasi ini.

Silwan yang dulunya dianggap sebagai benteng selatan Masjid Al-Aqsa, kini dikepung oleh perluasan permukiman ilegal Israel: bagian atasnya diambil alih oleh pos-pos terdepan pemukim dan lapisan bawahnya terkikis oleh terowongan Israel.

Selama empat tahun terakhir, otoritas Israel telah melarang Abu Ramouz memasuki Masjid Al-Aqsa, mengeluarkan perintah deportasi sewenang-wenang. Sekarang, dia salat di jalan pada titik terdekat yang memungkinkan untuk menjaga hubungan fisik dan spiritual dengan masjid.

Selama pawai dan perayaan para pemukim ilegal Israel, Abu Ramouz berangkat untuk salat bersama wanita tua Nafisa Khweis dan pria tua Khair al-Shami—keduanya juga dilarang masuk ke masjid. Saat mereka sampai di jalan terdekat, mereka diserang.“Mereka meludahi kami, lalu mendekati kami, mendorong kami, dan menuntut kami pergi. Kami menolak. Kemudian mereka menyerang kami di depan polisi Israel, yang tidak melakukan apa pun untuk menghentikan mereka,” katanya kepada Palestine Chronicle.

Abu Ramouz mendokumentasikan pelanggaran serius di Kota Tua, tempat para pemukim ilegal Israel berbaris dalam kelompok besar, menyerang toko-toko Palestina, melontarkan hinaan kepada pemilik toko, dan memukul siapa pun yang mereka temui di gang-gang.

Pada kesempatan seperti itu, warga Palestina menutup toko-toko mereka untuk menghindari menjadi sasaran. Polisi Israel tidak memberikan perlindungan—sebaliknya, mereka sering menghukum para korban daripada para penyerang.

“Kota Tua dan Alun-alun Gerbang Damaskus diubah menjadi zona militer, dan Wadi al-Joz ditutup untuk mencegah orang-orang mencapai Al-Aqsa. Bahkan mereka yang tidak memiliki perintah deportasi ditolak masuk,” imbuh dia.

Adegan-adegan itu terulang setiap tahun, tetapi tahun ini sangat keras dan agresif di bawah arahan politisi sayap kanan Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich.“Para pemukim telah menerima lampu hijau dari pemerintah ekstremis ini untuk meyahudikan Al-Aqsa, dengan dukungan penuh negara dan anggaran besar untuk mendanai penggerebekan mereka,” kata Abu Ramouz.

Netanyahu Berbohong

Kemunculan Netanyahu di dalam terowongan di bawah Masjid Al-Aqsa secara luas dianggap oleh warga Palestina sebagai unjuk kekuatan yang sengaja provokatif dan upaya untuk merebut kembali tanah simbolis setelah kegagalannya di Gaza.

Abdullah Marouf, seorang peneliti yang mengkhususkan diri dalam urusan Masjid Al-Aqsa, memberi tahu Palestine Chronicle bahwa tindakan kelompok pemukim fanatik di Israel baru-baru ini telah mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Baru sebulan yang lalu, selama Paskah, salah satu serangan terbesar yang pernah ada ke Al-Aqsa terjadi, dengan 2.268 pemukim memasuki kompleks masjid dalam satu hari.

“Ini belum pernah terjadi dalam sejarah konflik ini,” kata Marouf. “Apa yang kita lihat adalah perubahan besar dalam cara para pemukim mendekati situs tersebut—bukan hanya sebagai tempat untuk dikunjungi, tetapi juga sebagai tempat ibadah.”

Dia merujuk pada kesepakatan John Kerry tahun 2015, yang menegaskan bahwa orang Yahudi akan diizinkan untuk mengunjungi Al-Aqsa tetapi tidak boleh berdoa di sana, sementara umat Muslim tetap memiliki hak eksklusif untuk beribadah di dalam kompleksnya.“Hal ini berubah pada tahun 2024, ketika para pemukim mulai mendeklarasikan Al-Aqsa sebagai tempat ibadah orang Yahudi, dan Itamar Ben-Gvir secara terbuka mengizinkan semua jenis ritual keagamaan. Sejak saat itu, kita telah melihat perubahan dramatis dalam status quo,” imbuh dia.

Marouf juga menanggapi klaim Netanyahu saat berjalan melalui terowongan di bawah Silwan—bagian dari apa yang disebut Israel sebagai "Kota Daud".

"Itu tidak masuk akal," katanya. "Menurut penggalian Israel sendiri—seperti yang dilakukan oleh arkeolog Eilat Mazar—tembok kuno Yerusalem berasal dari 4.500 tahun yang lalu. Itu lima belas abad sebelum Raja Daud [King David] diyakini tiba di kota itu. Ketika Netanyahu mengeklaim bahwa dia berjalan di tanah leluhurnya, dia hanya berbohong."

Menurut Marouf, aksi Netanyahu adalah propaganda murni—upaya untuk secara retroaktif membuat legitimasi bagi pendudukan ilegal.

"Dan propaganda ini tidak dapat diterima—secara akademis, historis, dan politis," simpulnya. "Seluruh dunia masih menolak untuk mengakui pendudukan Israel atas Yerusalem Timur."

Topik Menarik