Arab Saudi Inginkan Jet Tempur Siluman F-35 AS, Superioritas Militer Israel Terancam

Arab Saudi Inginkan Jet Tempur Siluman F-35 AS, Superioritas Militer Israel Terancam

Global | sindonews | Senin, 26 Mei 2025 - 08:25
share

Kesepakatan senjata bersejarah senilai USD142 miliar antara Amerika Serikat (AS) dan Arab Saudi berpotensi mengubah cara Timur Tengah terlihat dari perspektif pertahanan, yang secara signifikan meningkatkan kekuatan militer Riyadh. Kerajaan Islam itu dilaporkan menginginkan pembelian jet tempur siluman F-35 Amerika menjadi bagian dari kesepakatan.

Para pakar menilai keinginan Arab Saudi itu bisa mengancam superioritas militer Israel di kawasan regional, di mana Tel Aviv saat ini menjadi satu-satunya negara di kawasan tersebut yang mengoperasikan jet tempur F-35.

Menurut para pakar, terlepas dari tingginya nilai kesepakatan itu, pengaturan tersebut kemungkinan akan dibatasi oleh doktrin pertahanan Amerika yang sudah lama berlaku, yakni melindungi superioritas pertahanan Israel.

Permintaan Arab Saudi untuk membeli jet tempur canggih F-35 akan bertentangan dengan komitmen AS terhadap Keunggulan Militer Kualitatif (QME) Israel, yang telah lama membatasi transfer persenjataan canggih tertentu ke wilayah Timur Tengah.

Gedung Putih meluncurkan kesepakatan tersebut, yang digambarkan sebagai "perjanjian penjualan pertahanan terbesar dalam sejarah", pada tanggal 13 Mei. Menurut lembar fakta Gedung Putih, AS akan memasok Arab Saudi dengan peralatan dan layanan tempur canggih dari lebih dari selusin kontraktor pertahanan Amerika.

Pemerintahan Trump belum merinci apa saja yang termasuk dalam perjanjian tersebut, selain menguraikan lima bidang utama yang dikatakannya dicakup oleh kesepakatan tersebut: memajukan kemampuan Angkatan Udara dan ruang angkasa; memperkuat sistem pertahanan udara dan rudal; memperkuat keamanan maritim dan pesisir; memodernisasi perlindungan perbatasan dan pasukan darat; dan meningkatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Dua sumber anonim yang diberi pengarahan tentang masalah tersebut mengatakan kepada Reuters awal bulan ini bahwa AS dan Arab Saudi telah membahas potensi pembelian jet tempur siluman F-35 oleh Lockheed Martin. Namun tidak jelas seberapa serius diskusi tersebut atau apakah diskusi tersebut berlanjut ke tahap yang lebih maju.

Arab Saudi telah lama mengincar F-35, berharap menjadi negara kedua di Timur Tengah, setelah Israel, yang memperoleh pesawat tersebut.

Pada tahun 2017, Arab Saudi mengisyaratkan minat untuk membeli jet tempur F-35 setelah apa yang digambarkan sebagai perjanjian senjata senilai USD110 miliar dengan AS pada awal tahun yang sama.

Perjanjian persenjataan itu berbentuk komitmen, bukan kesepakatan pertahanan yang sebenarnya, dan tidak jelas apakah Arab Saudi membeli lebih dari sebagian kecil dari yang dijanjikan sebesar USD110 miliar. Yang jelas, meskipun Riyadh memperoleh banyak amunisi, pada akhirnya tidak dapat membeli jet tempur F-35.

Meskipun ada minat berulang dari kekuatan regional, AS secara konsisten memblokir penjualan jet tempur F-35 ke Arab Saudi dan negara-negara Timur Tengah lainnya untuk mempertahankan QME Israel.

"AS berkomitmen pada QME Israel dan telah mempertimbangkan hal ini dalam penjualan senjatanya ke kawasan tersebut," kata Zain Hussain, seorang peneliti di program transfer senjata Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI), kepada The Times of Israel, Senin (26/5/2025).

“Mengekspor F-35 ke negara-negara lain di kawasan tersebut akan menghadirkan perubahan signifikan dalam kebijakan tersebut," imbuh dia.

Saat ini, Israel mengoperasikan 45 pesawat tempur F-35 dengan unit tambahan yang sedang dipesan.

“Mengekspor F-35 ke negara lain di kawasan tersebut berpotensi berarti negara tersebut memperoleh kemampuan siluman, fusi data, dan serangan mendalam yang secara luas dianggap lebih unggul daripada pesawat lain yang saat ini dioperasikan di kawasan tersebut,” kata Hussain.

Pada saat yang sama, dia menekankan bahwa Israel masih memiliki keunggulan operasional yang signifikan.

“Israel tetap menjadi operator F-35 yang paling berpengalaman di kawasan tersebut dan telah diizinkan untuk memodifikasi pesawat tersebut untuk memenuhi kebutuhan spesifiknya," ujarnya.

Israel memang telah secara unik menyesuaikan armada F-35 miliknya, dengan mengganti nama jet tempur siluman tersebut menjadi “Adir", yang dalam bahasa Ibrani berarti “perkasa".

Melalui kerja sama yang erat dengan Lockheed Martin, perusahaan pertahanan Israel telah mengintegrasikan teknologi hak milik ke dalam pesawat tersebut—termasuk sistem peperangan elektronika canggih, kemampuan komando dan kontrol yang ditingkatkan, serta sistem persenjataan yang dikembangkan secara lokal.

Komitmen Washington untuk memastikan Israel mempertahankan keunggulan kualitatif dalam kemampuan militer dimulai sejak masa kepresidenan Lyndon B Johnson. Pada tahun 2008, hal itu secara resmi dikodifikasikan menjadi undang-undang yang mengharuskan posisi Tel Aviv dipertimbangkan sebelum penjualan senjata apa pun ke wilayah tersebut.

Doktrin tersebut berakar pada posisi Israel sebagai sekutu demokratis yang dikelilingi oleh tetangga yang sering bermusuhan. Mengingat kerugian geografis dan demografisnya, Israel tidak dapat mengandalkan kuantitas dalam peperangan dan sebaliknya bergantung pada keunggulan teknologi dan taktis.

Selama beberapa dekade, penjualan senjata AS ke negara-negara Arab telah berulang kali menguji QME Israel. Terkadang, hal itu hanya terjadi berkat jaminan AS atau penjualan senjata pelengkap ke Israel.

Pada tahun 1981, Tel Aviv sangat menolak keputusan Washington untuk menjual pesawat pengintai AWACS dan paket peningkatan F-15 canggih ke Arab Saudi, karena khawatir hal itu akan mengikis keunggulan teknologi Israel.

Meskipun mendapat tentangan keras, Kongres AS menyetujui kesepakatan itu dengan selisih tipis, dengan presiden saat itu Ronald Reagan menawarkan Israel serangkaian jaminan, termasuk bantuan militer tambahan sebesar USD600 juta dan 15 F-15 baru.

Baru-baru ini, pemerintahan Trump pada tahun 2020 setuju untuk menjual 50 unit F-35 ke Uni Emirat Arab (UEA) menyusul kesepakatan Abu Dhabi untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, meskipun para pejabat membantah adanya hubungan antara keduanya.

Potensi penjualan F-35 menimbulkan tanda bahaya di Israel, tetapi Tel Aviv akhirnya mengatakan tidak akan menentang kesepakatan itu, setelah AS setuju untuk menandatangani perjanjian formal yang menegaskan kembali komitmen Washington yang diabadikan secara hukum untuk mempertahankan keunggulan militer regional Israel.

Pada akhirnya, penjualan itu digagalkan oleh Uni Emirat Arab, bukan QME. Pada tahun 2021, Uni Emirat Arab menangguhkan pembicaraan dengan pemerintahan Biden terkait pembelian pesawat tersebut karena berbagai ketidaksepakatan atas penjualan tersebut, termasuk harga jualnya, dan pada tahun 2024, pejabat di Abu Dhabi mengatakan mereka tidak berencana untuk menghidupkan kembali kesepakatan tersebut.

Topik Menarik