Profil Ayatollah Khamenei, Seorang Petinggi Iran yang Berkuasa Lahir dari Keluarga Sederhana

Profil Ayatollah Khamenei, Seorang Petinggi Iran yang Berkuasa Lahir dari Keluarga Sederhana

Global | okezone | Kamis, 15 Agustus 2024 - 16:57
share

IRAN - Ayatollah Ali Khamenei atau  Ali Khamenei merupakan seorang ulama dan politikus Iran yang menjabat sebagai pemimpin tertinggi Iran. Khamenei umumnya disapa dengan gelar kehormatan Ayatollah, karena ia merupakan seorang tokoh agama yang memiliki arti penting.

Ayatollah Haajj Sayyid Ali Khamenei adalah putra mendiang Ayatullah Sayyid Jawad Husaini Khamenei. Ia dilahirkan di Masyhad pada tanggal 17 Juli 1939, bertepatan dengan tanggal 28 Safar 1358 Hijriah Qamari (tahun lunar). Beliau adalah anak kedua dari orang tuanya, lahir di rumah Sayyid Jawad yang menjalani kehidupan yang sangat sederhana, seperti kebanyakan ulama pada masanya, dan dari dialah keluarga tersebut belajar untuk hidup rendah hati.

“Ayah saya adalah seorang ulama terkenal yang sangat saleh dan sedikit penyendiri. Kami mempunyai kehidupan yang sulit. Saya ingat bahwa kadang-kadang pada malam hari kami tidak memiliki apa pun di rumah untuk makan malam. Namun ibu saya akan berusaha untuk makan malam, mengikis sesuatu dan makan malam itu akan menjadi roti dan kismis," terang Khamenei mengingat kehidupannya di rumahnya.

Dikutip dari Britannica, Khamenei memulai studi agama tingkat lanjutnya di Qom di bawah bimbingan ulama Syiah paling terkemuka saat itu, termasuk Ruhollah Khomeini. Sejak tahun 1963 ia aktif terlibat dalam protes terhadap monarki, sehingga ia beberapa kali dipenjarakan oleh dinas keamanan Iran. Khamenei tetap berhubungan erat dengan Khomeini yang diasingkan selama masa ini dan segera setelah Khomeini kembali ke Iran pada tahun 1979, ia diangkat menjadi anggota Dewan Revolusi. 

Setelah pembubarannya, ia menjadi wakil menteri pertahanan dan wakil pribadi Khomeini di Dewan Pertahanan Tertinggi. Untuk waktu yang singkat ia memimpin Korps Garda Revolusi Islam (IRGC). Sebagai seorang yang agresif dalam kebijakan luar negeri, ia adalah negosiator utama dalam krisis penyanderaan Iran.

Nama Khamenei dikenal sebagai seorang orator yang berapi-api mendukung Khomeini dan pendukung kuat konsep vel?yat-e faq?h (pemerintahan oleh ahli hukum agama), Khamenei adalah salah satu anggota pendiri Partai Republik Islam (IRP) yang loyalis. Dia terluka pada tahun 1981 dalam salah satu serangkaian pemboman teroris yang menghancurkan eselon atas IRP.

Setelah kematian Pres. Mohammad Ali Raja?i dan sekretaris jenderal IRP dalam ledakan serupa lainnya pada tahun itu, Khamenei diangkat sebagai sekretaris jenderal IRP. Dalam beberapa minggu, ia menjadi calon presiden dari IRP, sebuah jabatan yang sebelumnya terlarang bagi pendeta.

 

Khamenei terpilih sebagai presiden pada bulan Oktober 1981 dan terpilih kembali pada tahun 1985. Jabatan presiden sebagian besar bersifat seremonial selama dua masa jabatannya, sebagian besar wewenang eksekutif dipegang oleh perdana menteri. Setelah calon perdana menterinya ditolak oleh Majelis parlemen yang berhaluan kiri, ia dengan enggan menunjuk Mir Hossein Mousavi sebagai perdana menteri atas desakan Khomeini sendiri. Hubungan antara Khamenei dan Mousavi tidak begitu baik, sehingga menyebabkan mereka bertengkar selama dan setelah kepresidenan Khamenei.

Meskipun Khamenei memproyeksikan netralitas resmi pada pemilihan presiden tahun 2005, ia menunjukkan dukungan halus terhadap kandidat konservatif, dan putranya Mojtaba diduga berperan dalam kemenangan mengejutkan Mahmoud Ahmadinejad, mantan walikota Tehr?n yang konservatif dan relatif tidak dikenal. Banyak yang menganggap keberhasilan Ahmadinejad mengejutkan, dan jelas bahwa ia tidak akan terpilih tanpa dukungan mereka. Selama masa jabatan pertamanya, Ahmadinejad membuat dirinya disayangi oleh Khamenei melalui sikapnya yang suka berperang terhadap lawan-lawannya baik di dalam maupun luar negeri, terutama dengan memamerkan program nuklir negaranya. Meskipun demikian, keduanya terkadang berselisih, terutama ketika mereka terlibat dalam perebutan kekuasaan pada masa jabatan kedua Ahmadinejad.

Di bawah penerus Ahmadinejad, ulama sentris Hassan Rouhani, Iran mengubah arah dalam urusan luar negeri, bergerak cepat untuk mengurangi perselisihan dengan Barat. Negosiasi internasional menuju perjanjian untuk mengakhiri program penelitian nuklir Iran dengan imbalan pencabutan sanksi dimulai beberapa bulan setelah terpilihnya Rouhani pada tahun 2013. Sepanjang proses negosiasi, Khamenei mempertahankan sikap skeptis di depan umum, menyuarakan keberatan terhadap aspek-aspek perjanjian yang dilihatnya, kemungkinan pelanggaran terhadap kedaulatan Iran. Namun demikian, kesepakatan akhir, yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), dicapai pada tahun 2015 dengan persetujuan Khamenei.

Seperti pemilu parlemen tahun 2020, pemilu presiden tahun 2021 juga bersifat restriktif. Satu-satunya kandidat penting yang diizinkan untuk mencalonkan diri adalah Ebrahim Raisi, seorang jaksa senior rezim yang memimpin kritik terhadap Rouhani karena terlalu banyak kebobolan dalam JCPOA. Ia menang dengan selisih yang sangat besar, namun jumlah pemilih yang mencapai rekor rendah menggarisbawahi fakta bahwa para pemilih merasa mereka tidak ditawari alternatif yang nyata.
 

Topik Menarik