Rusia: AS Akan Dipermalukan di Ukraina Seperti di Vietnam!

Rusia: AS Akan Dipermalukan di Ukraina Seperti di Vietnam!

Global | sindonews | Senin, 22 April 2024 - 08:10
share

Pemerintah Rusia mengatakan bahwa dukungan Parlemen Amerika Serikat (AS) atas bantuan militer sebesar USD60,84 miliar untuk Ukraina menunjukkan bahwa Washington sedang memasuki perang hibrida melawan Moskow.

Menurut Moskow, itu akan berakhir dengan dipermalukannya AS seperti saat Perang Vietnam atau pun konflik di Afghanistan.

Invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina sejak 2022 telah memicu dampak terburuk dalam hubungan antara Rusia dan Barat sejak Krisis Rudal Kuba tahun 1962, menurut diplomat Rusia dan AS.

Pekan lalu, Dewan Perwakilan Rakyat atau Parlemen AS menyetujui paket legislatif senilai USD95 miliar yang memberikan bantuan keamanan kepada Ukraina, Israel, dan Taiwan, dengan dukungan bipartisan yang luas, meskipun terdapat penolakan keras dari beberapa anggota Partai Republik sayap kanan.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan jelas bahwa Amerika Serikat ingin Ukraina berjuang sampai orang Ukraina yang terakhir termasuk dengan serangan terhadap wilayah kedaulatan Rusia dan warga sipil.

Keterlibatan Washington yang semakin dalam dalam perang hibrida melawan Rusia akan berubah menjadi kegagalan besar dan memalukan bagi Amerika Serikat seperti di Vietnam dan di Afghanistan, kata Zakharova, seperti dikutip Reuters, Senin (22/4/2024).

Rusia, katanya, akan memberikan respons tanpa syarat dan tegas terhadap langkah AS karena lebih terlibat dalam perang Ukraina.

Direktur Badan Intelijen Pusat (CIA) AS William Burns pekan lalu memperingatkan bahwa tanpa lebih banyak dukungan militer AS, Ukraina bisa kalah di medan perang, namun dengan dukungan tersebut pasukan Kyiv bisa bertahan tahun ini.

Amerika Serikat telah berulang kali mengesampingkan pengiriman pasukannya sendiri atau pasukan anggota NATO lainnya ke Ukrainayang sedang berperang dengan Rusia melalui artileri berat dan perang drone di sepanjang garis depan sepanjang 1.000 kilometer yang dijaga ketat.

Amerika Serikat kehilangan lebih dari 58.000 personel militer dalam Perang Vietnam tahun 1955-1975, yang berakhir dengan kemenangan Komunis Vietnam Utara dan pengambilalihan Vietnam Selatan, sementara ratusan ribu warga sipil terbunuh.

Dalam perang Afghanistan tahun 2001-2021, AS melaporkan 2.459 orang tewas dan lebih dari 20.000 orang terluka dalam konflik yang berakhir dengan penarikan pasukan koalisi pimpinan AS dan kembalinya kekuasaan gerakan Islam Taliban.

Uni Soviet kehilangan 14.453 personel pada perang 1979-1989 di Afghanistan. Kematian warga sipil dalam kedua perang di Afghanistan sangat besar.

Perang Ukraina

Rusia kini menguasai sekitar 18 wilayah Ukrainadi timur dan selatan negara tetangganyadan secara bertahap memperoleh kekuatan sejak kegagalan serangan balasan Kyiv pada tahun 2023 untuk melakukan serangan serius terhadap pasukan Rusia yang bersembunyi di belakang ladang ranjau yang dipatroli oleh drone dan dijaga oleh artileri berat.

Ukraina selama berbulan-bulan telah meminta Amerika Serikat untuk mengeluarkan lebih banyak uang dan senjata untuk membantu mereka berperang, meskipun para pejabat Rusia telah menegaskan bahwa bantuan Amerika tidak akan mengubah arah akhir perang.

"Rakyat biasa Ukraina didorong secara paksa untuk dibantai sebagai umpan meriam, namun Amerika Serikat kini tidak lagi bertaruh pada kemenangan Ukraina melawan Rusia," kata Zakharova.

Washington, katanya, berharap Ukraina dapat bertahan hingga pemilihan presiden AS pada bulan November.

Paket legislatif AS mencakup langkah-langkah yang memungkinkan AS menyita aset-aset Rusia senilai miliaran dolar yang dibekukan akibat sanksi yang dikenakan terhadap Moskow.

Hal itu, kata Zakharova, hanyalah pencurian, seraya menambahkan bahwa penerima manfaat sebenarnya dari keseluruhan paket ini adalah perusahaan pertahanan AS.

Para pemimpin negara-negara Barat dan Ukraina telah menggambarkan perang di Ukraina sebagai perampasan tanah bergaya imperial yang menunjukkan bahwa Rusia pasca-Soviet adalah salah satu dari dua ancaman negara terbesar terhadap stabilitas global, bersama dengan China.

Presiden Rusia Vladimir Putin menggambarkan perang tersebut sebagai bagian dari perjuangan yang lebih luas melawan AS, yang menurutnya mengabaikan kepentingan Moskow setelah pecahnya Uni Soviet pada tahun 1991 dan kemudian berencana untuk memecah belah Rusia dan merampas sumber daya alamnya.

Negara-negara Barat menyangkal bahwa mereka ingin menghancurkan Rusia, dan pada gilirannya menyangkal bahwa mereka bermaksud untuk menyerang negara anggota NATO mana pun.

Topik Menarik