Harga Nikel Naik 7 Persen Sepekan, Sahamnya Kok Malah Keok?

Harga Nikel Naik 7 Persen Sepekan, Sahamnya Kok Malah Keok?

Global | IDX Channel | Senin, 26 Februari 2024 - 16:36
share

IDXChannel Harga kontrak berjangka (futures) nikel naik ke atas angka USD17.000 per ton dan mencapai level tertinggi dalam tiga bulan terakhir.

Per Senin (26/2/2024), harga nikel menguat 0,61 persen di level USD17.271, sementara dalam sepekan naik 7,19 persen, berdasarkan data Trading Economics.

Kenaikan harga nikel didukung oleh kekhawatiran mengenai prospek pasokan yang muncul setelah Amerika Serikat (AS) berjanji untuk memperluas sanksi terhadap produsen utama Rusia. (Lihat grafik di bawah ini.)

Meski demikian, gambaran fundamental untuk komoditas nikel masih bearish. Pasokan nikel diperkirakan akan melampaui permintaan sebesar 239 ribu metrik ton pada 2024 di tengah pertumbuhan adopsi kendaraan listrik yang lebih lemah dari perkiraan dan tantangan pemulihan ekonomi di China sebagai konsumen utama.

Menghadapi pekan kenaikan harga nikel, sejumlah sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) justru ditutup melemah pada perdagangan Senin (26/2).

Saham Aneka Tambang Tbk (ANTM) jeblok 2,26 persen diikuti oleh Vale Indonesia Tbk (INCO) yang turun 3,04 persen.

Produser nikel lainnya, saham Pam Mineral Tbk (NICL) dan Hillcon Tbk (HILL) juga anjlok masing-masing 3,74 persen dan 3,23 persen. Sementara emiten nikel lainnya, Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) juga anjlok mencapai 5,3 perse diikuti oleh saham Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) yang turun 5,43 persen.

Diketahui bahwa INCO akan menandatangani kesepakatandivestasi sahamkepada pemerintah Indonesia, diwakili oleh holding MIND IDpada Senin (26/2).

Sejumlah Sentimen Pasar Nikel

Presiden AS Joe Biden menyatakan bahwa Washington akan mengumumkan paket sanksi terhadap Kremlin pada Jumat (23/2) yang dapat menargetkan sumber pendapatan utama negara tersebut.

Biden tidak berkomentar secara spesifik mengenai industri mana yang akan menjadi sasarannya, namun para investor telah mewaspadai potensi pembatasan baru terhadap logam Rusia setelah Inggris mengambil langkah serupa pada Desember lalu.

Inggris melarang para entitas bisnisnya memperdagangkan logam fisik asal Rusia termasuk aluminium, tembaga, dan nikel.

Juru bicara Gedung Putih John Kirby mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa sanksi akan dirancang untuk meminta pertanggungjawaban Rusia atas apa yang terjadi pada Alexei AnatolyevichNavalny selaku oposisi pemerintah.

Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan paket substansial ini akan berupa sanksi finansial dan mencakup berbagai elemen basis industri pertahanan Rusia dan sumber pendapatan bagi perekonomian Rusia.

Sementara Rusia adalah produsen utama nikel dan aluminium olahan lainnya.

Aluminium primer Rusia lebih penting bagi pasar global dibandingkan nikel Rusia, namun semua orang sudah lama membicarakan potensi sanksi terhadap aluminium Rusia, sehingga reaksinya tidak terdengar, kata Dan Smith di Amalgamated Metal Trading.

Sementara itu, Australia, pemain utama dalam industri nikel, telah meluncurkan langkah-langkah stimulus dan menambahkan nikel ke dalam Daftar Mineral Kritis untuk mendukung produsen lokal, menyusul serangkaian penutupan pabrik pertambangan.

Dilansir dari Reuters pada Sabtu (17/2), industri nikel Australia menghadapi pemutusan hubungan kerja besar-besaran setelah lonjakan pasokan dari Indonesia menyebabkan penurunan harga hingga 40 persen dalam setahun.

Australia Barat adalah negara bagian yang akan sumber daya mineral, termasuk nikel.

Premier Australia Barat Roger Cook baru-baru ini mengumumkan program bantuan keuangan untuk produsen nikel di negara bagian tersebut. Paket ini mencakup keringanan royalti sebesar 50 persen selama 18 bulan ketika harga nikel berada di bawah USD20.000 per ton.

Pemerintahan Cook akan menawarkan keringanan royalti kepada industri nikel di Australia Barat guna mendukung ribuan pekerja lokal serta visi negara bagian menjadi pusat pemrosesan bahan baku global, kata sang premier dalam pernyataannya.

Lemahnya harga nikel memaksa produsen di Australia menjalankan berbagai evaluasi dan restrukturisasi. Salah satu perusahaan yang terdampak ialah BHP grup yang merupakan raksasa tambang dunia.

Sementara itu, CITIC Futures mengatakan harga nikel baru-baru ini juga didukung oleh spekulasi lambatnya persetujuan kuota pertambangan di Indonesia, yang dapat memperketat pasokan bijih nikel di masa depan.

Indonesia yang merupakan produsen nikel terbesar di dunia sedang mengkaji permohonan persetujuan kuota penambangan untuk tiga tahun ke depan. Mineral lain juga menghadapi tertekan, dimana ekspor timah olahan RI juga telah anjlok sebesar 99 persen per Januari 2024. (ADF)

Topik Menarik