Indonesia Larang Ekspor CPO, Pengusaha Malaysia Dapat Untung

Indonesia Larang Ekspor CPO, Pengusaha Malaysia Dapat Untung

Global | katadata.co.id | Sabtu, 30 April 2022 - 09:05
share

Lembaga riset pasar asal Malaysia, RHB Investmen Bank Berhad (RHBIB), memprediksi larangan ekspor crude palm oil (CPO) oleh Pemerintah RI akan menguntungkan perusahaan-perusahaan sawit di Negeri Jiran tersebut.

Mengutip The Edge Market, analis RHB yang sebelumnya merekomendasikan posisi netral untuk saham-saham perusahaan sawit, kini menganjurkan investor untuk membeli saham-saham tersebut.

Beberapa yang masuk rekomendasi antara lainSerawak Oil Palms Bhd (SOP) dan Ta Ann Holdings Bhd di sektor hulu danIOI Corporation Bhd serta Genting Plantations Bhd di sektor hilir.

RHB juga menyebut para perusahaan CPO di Indonesia akan terkena imbas dari kebijakan tersebut. "Kami memprediksi kebijakan ini akan menyebabkan pasokan CPO melimpah dan menekan harga CPO domestik," tulis para analis.

Sementara itu, analis Public Investment Bank (PIVB) menyebut kebijakan mengejutkan Pemerintah RI ini akan mengerek harga minyak nabati secara keseluruhan. Apalagi Indonesia menyumbang sekitar 57% dari total ekspor minyak sawit global.

Menanggapi langkah tak terduga, harga minyak sawit berjangka naik RM 36 menjadi RM 6,349 per ton, tulis analis PIVB, dikutip dari The Star.

Kendati demikian, analisPIVB mengatakan keputusan yang diambil Pemerintah RI bersifat sementara dan akan segera dicabut setelah permintaan domestik terpenuhi. Sejak penerapan kebijakan itu pula, harga CPO meningkat sebesar RM 587 per ton atau sekitar 9%, sehingga menjadi RM 6,987 per ton.

PIVB juga mengatakan bahwa kebijakan terbaru yang diambil Pemerintah RI akan kembali menyebabkan kekhawatiran terhadap pasokan minyak sawit dunia.

Ini akan mengakibatkan meningkatnya ketegangan ke pasar minyak nabati global yang sudah ketat," kata PIVB.

Oleh sebab itu, pilihan utama bagi negara-negara importir minyak sawit dunia yaitu produk sawit dari Malaysia yang juga merupakan penghasil sawit terbesar selain Indonesia.

Akan tetapi, para pengusaha di sektor perkebunan sawit Malaysia, seperti TSH Resources Bhs, Kuala Lumpur Kepong Bhd, Genting Plantations, dan Sime Derby Plantation Bhd tidak akan dapat sepenuhnya merasakan keuntungan melimpah sebab terganjal bea ekspor yang cukup besar.

Sementara itu, kontrak minyak sawit untuk pengiriman Juli di Bursa Malaysia Derivatives Exchange memang mengalami peningkatan drastis pada saat Pemerintah RI mengumumkan kebijakan pelarangan ekspor CPO, yaitu mencapai RM 7.132.

Akan tetapi, pada Kamis (28/4), kontrak minyak sawit untuk pengiriman Juli di Bursa Malaysia Derivatives Exchange ditutup turun sebesar 1,1% atau setara RM 6.910 per ton.

Kontrak minyak sawit acuan untuk pengiriman Juli ditutup turun 77 ringgit, ujar Co-Founder Singapore Palm Oil Analytics, Sathia Varqa pada Kamis (29/4) dikutip dari Reuters.

Sebelumnya pada Rabu (27/4), Presiden RI, Joko Widodo secara resmi mengumumkan bahwa Indonesia akan memberlakukan pelarangan ekspor CPO, refined palm oil (RPO), dan palm oil mill effluent (POME). Pelarangan tersebut berlaku mulai Kamis (28/4).

Kebijakan tersebut merupakan respon atas kelangkaan dan peningkatan harga minyak goreng beberapa waktu belakangan di Indonesia.

Topik Menarik