Rhenald Kasali Ungkap 4 Masalah Lahirnya Generasi Cemas, Pemicu Tingginya Niat Bunuh Diri Anak
JAKARTA - Fenomena generasi cemas atau the anxious generation kini menjadi perhatian serius di berbagai negara. Fenomena ini menyelimuti Generasi Z di rentang usia 10-14 tahun.
Profesor Rhenald Kasali menyoroti temuan dalam buku karya Jonathan Haidt berjudul “The Anxious Generation: How the Great Rewiring of Childhood Is Causing an Epidemic of Mental Illness”, yang mengungkap bagaimana perubahan besar dalam pola tumbuh kembang anak di era digital telah memicu lonjakan gangguan kesehatan mental di seluruh dunia.
Menurut Rhenald, fenomena ini tidak hanya terjadi di negara-negara industri, tetapi juga meluas ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Ia mengingatkan para orang tua, terutama yang memiliki anak perempuan, untuk waspada terhadap gejala kecemasan dan depresi yang meningkat signifikan.
“Generasi cemas ini sudah ada di seluruh dunia. Hati-hati orang tua, terutama yang memiliki anak perempuan, karena niatan untuk mengakhiri hidup, depresi, dan anxiety meningkat tajam pada mereka,” kata Rhenald, dikutip dari Instagramnya, Senin (10/11/2025).
Jonathan Haidt menunjukkan bahwa niatan untuk mengakhiri hidup atau self-harm meningkat 167 pada anak perempuan, sementara 91 pada anak laki-laki. Kasus depresi dan kecemasan meningkat 134 , dan depresi berat naik 106 . Lebih memprihatinkan lagi, kasus self-harm yang sampai harus dibawa ke UGD meningkat 188 pada anak perempuan, dan 48 pada anak laki-laki.
Angka-angka ini muncul pada kelompok usia muda, yakni 10–14 tahun, yang seharusnya masih berada dalam masa bermain bebas dan tumbuh bahagia.
Rhenald menjelaskan, anak laki-laki cenderung melarikan diri ke dunia game. Sementara anak perempuan sering kali terkurung dalam perasaan-perasaan negatif yang dipicu oleh tekanan sosial di dunia maya.
“Teknologi dan perubahan gaya hidup telah mengubah masa kecil anak-anak menjadi masa penuh tekanan. Ini tentu sangat rawan dan harus menjadi perhatian kita,” ujarnya.
Beriku ini 4 luka dasar generasi cemas:
1. Social Deprivation (Kehilangan Interaksi Sosial Tatap Muka)
Anak-anak kehilangan kemampuan mengatasi masalah sosial secara langsung. Padahal, selama ribuan tahun, interaksi tatap muka menjadi tempat belajar empati, kerja sama, dan batas sosial. Kini, hubungan sosial mereka banyak terjadi di dunia maya, bukan di dunia nyata.
2. Sleep Deprivation (Kurang Tidur)
Paparan layar sebelum tidur dan ketergantungan pada notifikasi membuat kualitas serta durasi tidur anak menurun drastis. Banyak remaja yang masih berselancar di media sosial hingga dini hari, menyebabkan kelelahan dan gangguan fokus pada keesokan harinya.
3. Attention Fragmentation (Kehilangan Kemampuan Fokus Panjang)
Media sosial dan aplikasi berformat cepat membentuk otak anak hanya mampu bertahan pada rangsangan singkat (short bursts of novelty). Akibatnya, mereka kehilangan kemampuan untuk fokus lama, membaca mendalam, dan berpikir kritis.
4. Addiction and Dependency (Kecanduan dan Ketergantungan)
Smartphone, media sosial, dan gim daring dirancang untuk menciptakan behavioral addiction. Anak muda menjadi tergantung pada “dopamin instan” yang muncul dari notifikasi dan interaksi online, sehingga sulit lepas dari perangkat digital.





