Kemenag Luncurkan Program 1.000 Masjid Inklusif dan Ngaji Fasholatan
JAKARTA, iNews.id – Kementerian Agama meluncurkan program ngaji fasholatan dan 1.000 masjid ramah penyandang disabilitas dan lansia. Peluncuran program tersebut merupakan rangkaian kegiatan “Kick Off Program Ngaji Fasholatan dan 1.000 Masjid Inklusif” di Jakarta, Selasa (24/6/2025).
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Dirjen Bimas Islam Kemenag), Abu Rokhmad mengatakan, masjid tidak boleh hanya menjadi tempat ibadah semata, tapi harus berkembang menjadi ruang pelayanan sosial dan pemberdayaan umat.
Terutama, menjadi tempat paling aman, ramah, dan nyaman bagi kelompok rentan seperti lansia dan penyandang disabilitas. “Bayangkan para lansia bertemu sahabat seangkatannya di masjid, saling menyapa, saling cerita. Tempat yang paling indah untuk mereka adalah masjid,” ungkap Abu Rokhmad.
Menurutnya, gerakan masjid inklusif tidak hanya menyangkut arsitektur fisik, tapi juga mencakup cara pandang pengurus dan jemaah. Dibutuhkan kesadaran kolektif bahwa setiap warga negara berhak mengakses layanan keagamaan dengan aman dan bermartabat.
Dirjen juga mengungkapkan pentingnya gerakan Ngaji Fasholatan sebagai pondasi transformasi sosial berbasis spiritual. Ia menyebut, kualitas kehidupan berbangsa sangat ditentukan oleh kualitas salat umat Islam.
“Kalau salatnya benar, yang lain ikut benar. Kalau salatnya rusak, yang lain ikut rusak. Bahkan urusan rezeki, rumah tangga, dan akhlak, semua bisa kita mulai benahinya dari salat,” katanya.
Gerakan Ngaji Fasholatan, imbuh Abu, menjadi bagian dari strategi penguatan fungsi masjid sebagai pusat pendidikan karakter. Masjid tidak hanya tempat mengaji kitab, tapi juga tempat mengaji diri, memperbaiki niat, gerakan, bacaan, dan pemahaman makna salat.
Abu Rokhmad juga mendorong kehadiran negara yang lebih konkret dalam mendukung operasional masjid. Ia mengusulkan agar pemerintah mulai merancang skema Bantuan Operasional Masjid, sebagaimana madrasah yang mendapat Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
“Kami mimpi, masjid juga punya Bantuan Operasional Masjid. Kalau BOS bisa satu juta per siswa, kenapa tidak kita ukur juga nilai satu jemaah masjid? Apalagi jemaah subuh,” ujarnya.
Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah, Arsad Hidayat, menjelaskan bahwa kondisi masjid saat ini masih jauh dari ideal dalam menjamin akses bagi kelompok rentan.
“Data survei dari Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat menyebutkan, dari 47 masjid yang dicek, 46 di antaranya belum ramah terhadap penyandang disabilitas dan lansia. Ini pukulan besar bagi kita,” ujarnya.
Menurut Arsad, temuan itu menunjukkan bahwa masjid belum diperlakukan sebagai ruang publik yang menjunjung prinsip keadilan akses. Padahal, berdasarkan data BPS, sebanyak 8,5 persen atau sekitar 23 juta penduduk Indonesia adalah penyandang disabilitas.