Cinta Laura Emosi Raja Ampat Rusak Akibat Tambang Nikel: Jual Masa Depan Negeri demi Mobil Mewah
Cinta Laura mengaku emosi dengan kerusakan lingkungan di Raja Ampat yang disebabkan oleh aktivitas tambang nikel. Ia kembali menggugah kesadaran publik melalui unggahan emosionalnya di akun Instagram pribadinya, @claurakiehl.
Dalam sebuah video panjang disertai narasi yang menyentuh, Cinta Laura mempertanyakan nilai kemanusiaan di tengah eksploitasi alam yang kian merajalela di kawasan konservasi Raja Ampat. Dengan suara bergetar dan penuh keprihatinan, ia menyuarakan keresahan mendalam.
"Aku emosi banget. Berapa nilai satu nyawa manusia? Apakah satu tambang? Satu kapal pesiar? Satu deal strategis?" kata Cinta Laura dikutip dari akun Instagram @claurakiehl, Senin (9/6/2025).
Lebih lanjut, aktris, penyanyi sekaligus aktivis lingkungan itu menyoroti bagaimana izin-izin tambang yang diteken dan dividen yang cair tak jarang mengabaikan harga yang harus dibayar oleh manusia dan alam. Ia menyindir keras para pemilik kekuasaan dan modal yang mengeklaim bertindak demi pembangunan nasional, namun faktanya menelantarkan masyarakat lokal yang kehilangan tanah, air bersih, hingga identitas budaya.
Baca Juga:Raja Ampat Diambang Kehancuran, Ridho Slank: Stop Penambangan Nikel untuk Selamanya
Foto/Instagram @claurakiehl"Saat izin ditandatangani dan dividen dicairkan, aku penasaran apakah orang-orang serakah ini masih ingat dengan wajah-wajah manusia yang dikorbankan dan ditinggalkan dengan tempat tinggal yang hancur dan tanah yang diracuni?" jelasnya.
Menurut artis 31 tahun itu, Raja Ampat yang selama ini dikenal dunia sebagai salah satu surga terakhir di bumi sedang menuju ambang kehancuran. Kawasan laut yang rapuh itu kini dikeruk hutan-hutannya, dicemari airnya, dan dirusak terumbu karangnya. Semua atas nama nikel, bahan baku penting untuk baterai mobil listrik, yang ironisnya dijual dengan label kemajuan teknologi ramah lingkungan.
"Raja Ampat adalah salah satu surga terakhir dunia, tapi saat ini di salah satu kawasan laut paling rapuh di dunia, perusahaan-perusahaan tambang merobek hutan, mencemari air, dan mencekik terumbu karang. Semua demi nikel untuk menggerakkan mobil listrik. Katanya ini kemajuan, tapi kemajuan untuk siapa?" ungkapnya.
Pemilik nama asli Cinta Laura Kiehl itu juga menegaskan bahwa kerusakan ini bukan hanya berdampak pada lingkungan semata, tapi juga menghancurkan sistem sosial dan budaya masyarakat adat Papua yang selama ratusan tahun hidup berdampingan dengan alam. Ia menyentil bagaimana suara para mama-mama Papua yang kini kesulitan mencari air bersih untuk memandikan anak-anaknya, atau nelayan yang kembali dari laut dengan jaring kosong, sama sekali tidak terdengar di ruang-ruang keputusan elite.
Baca Juga:Richard Kyle Kritik Tambang Nikel di Raja Ampat: Bukan Kemajuan, Ini Kepunahan
“Coba tanya ke mama-mama di Papua yang sekarang kesulitan cari air bersih untuk mandiin anaknya. Coba tanya nelayan yang pulang dengan jaring kosong dan nggak bisa kasih makan keluarganya,” ucapnya."Coba tanya para tetua yang ngeliat hutan-hutan sakral mereka diratain. Harga sebenarnya dari tambang ini bukan sekadar ton logam yang diambil, tapi kematian cara hidup, putusnya ikatan suci antara manusia, tanah, laut, dan budaya," tambahnya.
Dalam penjelasannya, artis berdarah Indonesia-Jerman itu juga menyinggung fenomena moral disengagement, yakni pembenaran atas tindakan merusak dengan dalih pembangunan. Ia menilai bahwa kompromi etika yang awalnya kecil, jika dibiarkan terus terjadi, akan menjadi kebiasaan yang mematikan hati nurani.
"Why does this keep happening? Tentunya banyak faktor yang nggak bisa dijelasin dalam satu video ini. Tapi salah satu ha yang ingin aku bahas adalah moral disengagement. Kita membenarkan yang nggak bisa dibenarkan, 'ini demi pembangunan nasional. Cuma pulau kecil, yang lain kan masih ada. Negara lain juga lebih parah kok. Masa kita nggak boleh untung?'" ujarnya.
Baca Juga:10 Artis Indonesia Serukan Tagar #SaveRajaAmpat, Tuntut Perlindungan Alam Papua dari Tambang Nikel
“Dan dari sana keserakahan tumbuh pelan-pelan. Sembunyi di balik rapat-rapat ber-AC, dibungkus jargon patriotisme. Apa yang awalnya cuma kompromi kecil soal etika, lama-ama jadi hal biasa sampai akhirnya seluruh ekosistem dan budaya pun dikorbanin tanpa rasa malu,” lanjutnya.
Ia juga mengungkap betapa masyarakat adat Papua, yang justru selama ini menjadi penjaga surga Raja Ampat jauh sebelum dunia mengenal istilah konservasi, kini justru dimarjinalkan. Hak-hak mereka dilanggar, suara mereka dibungkam, dan izin-izin tambang dikeluarkan tanpa proses FPIC (Free, Prior, Informed Consent), yang seharusnya dilindungi oleh hukum internasional."Bagi masyarakat Papua di Raja Ampat, tanah, hutan, dan laut adalah keluarga. Hutan punya makna sakral. Terumbu karang adalah bagian dari sejarah lisan diwariskan turun-temurun," tuturnya.
"Irama pasang surut laut dan musim migrasi ikan adalah bagian dari identitas budaya mereka, dan sekarang hutan-hutan sakral diratakan, laut jadi mati, dan sunyi. Ilmu yang dulu diwariskan dari orang tua ke anak tentang laut dan alam, jadi tak relevan lagi," sambungnya.
Lebih dari sekadar ancaman budaya, Cinta juga mengungkap dampak kesehatan dari pertambangan terhadap warga lokal. Ia menyebut bahwa penebangan hutan dan aktivitas tambang menyebabkan polusi udara dan air. Beberapa desa telah melaporkan penyakit kulit, gangguan pernapasan, dan penurunan kualitas air bersih.
"Apa gunanya ngajarin anak tentang terumbu karang yang sudah nggak ada lagi? Ini adalah disorientasi budaya. Putusnya hubungan spiritual dengan alam yang dulu menopang kehidupan mereka. Kerusakan ini bukan cuma soal hilangnya budaya, yang terjadi sekarang juga fatal terhadap kesehatan warga Papua. Penebangan hutan dan tambang nyebarin debu ke udara, ngeracunin air,” bebernya.
"Tahu nggak? desa-desa di sekitar tambang sudah melaporkan bahwa mereka mulai melaporkan mereka kena penyakit kulit dan gangguan pernapasan. Warga yang dulu minum air jernih dari mata air alami, sekarang ragu ngasih air itu ke anak-anak mereka, dan saat generasi selanjutnya bertanya sama kita, kenapa hidup makin sulit? Kenapa impian mereka makin jauh walau orang tuanya kerja keras tiap hari," tambahnya.Dengan nada penuh kekecewaan, bintang film Panggonan Wingit 2: Miss K itu menyimpulkan bahwa di balik kemiskinan masyarakat dan sulitnya hidup di tanah yang kaya, tersembunyi kejahatan sistematis yang dilakukan oleh segelintir elite demi kekayaan pribadi.
"Kalian mau jawab apa? Bahwa segelintir orang memilih kekayaan di atas nasib jutaan rakyat. Bahwa saat kalian berjuang beli beras dan bayar uang sekolah mereka malah jual masa depan negeri ini demi mobil mewah, villa di luar negeri, dan rekening dengan uang berlimpah," tegasnya.
Mengakhiri pernyataannya, artis kelahiran 17 Agustus 1993 itu memperingatkan bahwa Raja Ampat bukan sekadar pulau yang sedang terancam, melainkan simbol kehancuran jika masyarakat Indonesia tetap diam.
"Raja Ampat bukan sekadar pulau, ini peringatan. Kalau kita diam aja, apalagi yang kelompok serakah ini bakal rebut? air kalian? tanah kalian? masa depan anak-anak kalian? Kita masih punya pilihan, bersuara sekarang atau jelasin suatu hari nanti kenapa kita diam saja," tandasnya.










