Ketika Korban Perselingkuhan Memilih Diam dan Menjauh, Tanggung Luka yang Membekas
JAKARTA - Di era digital, media sosial kerap menjadi tempat pelampiasan emosi, hingga berbagi kisah pribadi yang kadang menohok sisi kemanusiaan kita. Seperti dalam sebuah video yang baru-baru ini viral di TikTok pada akun @sai_mui.
Seorang suami membagikan kisah perubahan drastis istrinya setelah dirinya ketahuan berselingkuh. Dalam narasi yang dituliskan, sang suami mengeluhkan sikap istrinya yang menjadi dingin, menjauh, dan seolah tidak peduli lagi dengan keberadaannya.
Dia mengungkapkan kesedihan karena istrinya tidak mau diajak memasak bersama, enggan bepergian, bahkan memilih meninggalkannya sendirian saat berfoto. Kejadian tersebut menuai banyak komentar dari netizen, mayoritas menyuarakan simpati terhadap sang istri dan mengkritisi kurangnya kesadaran suami terhadap dampak emosional yang dialami korban perselingkuhan.
Fenomena ini bukanlah hal baru dalam ranah psikologi hubungan. Perselingkuhan bukan sekadar pelanggaran janji pernikahan, melainkan bentuk pengkhianatan emosional yang dapat meninggalkan trauma mendalam bagi pasangan yang dikhianati.
Rasa dikhianati memicu reaksi psikologis yang sangat kompleks, mulai dari kehilangan kepercayaan, rendahnya harga diri, hingga munculnya perasaan muak dan jijik terhadap pasangan. Dalam banyak kasus, reaksi ini bukan bentuk “balas dendam” atau sikap kekanak-kanakan, melainkan bentuk mekanisme perlindungan diri untuk menyelamatkan jiwa yang telah terluka.
Dalam buku yang ditulis oleh Elisabeth Kübler-Ross yang berjudul "On Death and Dying" (1969), korban perselingkuhan cenderung mengalami fase denial (penyangkalan), anger (marah), bargaining (tawar-menawar), depression (depresi), dan acceptance (penerimaan)—sebuah siklus mirip dengan proses berduka.
Namun berbeda dengan kematian fisik, kematian yang dialami oleh korban perselingkuhan adalah kematian emosional dalam hubungan. Saat cinta dan kepercayaan dihancurkan oleh orang yang paling dipercaya, sangat wajar jika korban kemudian memilih menjauh, membangun dinding emosional, bahkan memutus interaksi.
Hovit Bikin Pasta untuk Hidangan Terakhir Grand Final MCI Season 12, Malah Disebut Mirip Pangsit
Komentar netizen memperkuat pandangan ini. “Pelaku selingkuh kalau ketahuan, akan mudah bilang maaf… tapi korban akan merasakan sakit hati seumur hidupnya.” Ketik akun @kim**
“Kalau istri pernah diselingkuhin dan ketahuan, maka akan mati semua rasa ke suaminya… kebanyakan seperti itu.” Ketik akun @SAM***
“Sudah tidak ada rasa lagi di hati, bahkan merasa jijik bila menyentuh suami.” Ketik @Rez***
Sayangnya, banyak pelaku perselingkuhan menganggap bahwa permintaan maaf dan janji tidak mengulanginya sudah cukup untuk memperbaiki semuanya. Padahal, luka emosional tidak sembuh dengan kata-kata manis atau janji. Luka itu butuh waktu, ruang, dan kadang tidak akan pernah sepenuhnya pulih.
Dalam hal ini, yang perlu dipahami bukan hanya apa yang dilakukan, tetapi siapa yang melakukannya. Ketika luka datang dari orang terdekat, dampaknya jauh lebih destruktif daripada dari orang asing. Karena dalam cinta, kepercayaan itu dibangun, bukan diminta. Dan sekali hancur, kadang tak bisa disusun kembali.