Jangan Asal Diet! Kenali Dulu Jenis dan Risikonya
JAKARTA - Kesadaran akan pentingnya menjaga pola hidup sehat kini semakin meningkat di kalangan masyarakat. Salah satu indikator yang banyak dijadikan tolak ukur adalah berat badan ideal. Demi mencapainya, banyak orang rela mencoba berbagai metode diet yang sedang tren, berharap hasil yang cepat dan maksimal. Namun, apakah semua jenis diet itu aman dan sesuai untuk semua orang?
Menanggapi fenomena ini, Ahli Gizi RSHS, Dyah Widyastuti, SKM, MKM, RD menekankan bahwa sebelum memulai program diet, sebaiknya dilakukan konsultasi terlebih dahulu dengan ahli gizi. Pasalnya, setiap individu memiliki kebutuhan dan kondisi tubuh yang berbeda-beda, sehingga efek dari satu jenis diet bisa saja berbeda antara satu orang dengan yang lainnya.
Jenis-jenis Diet Populer
Hailey Tampil Perdana di Cover Majalah Vogue, Justin Bieber Malah Beri Komentar Mengejutkan
Salah satu jenis diet yang banyak digemari adalah diet karbohidrat rendah atau low-carb diet. Diet ini umumnya menghindari sumber karbohidrat utama seperti nasi dan roti. Banyak pelaku diet ini percaya bahwa dengan mengurangi asupan karbohidrat, berat badan bisa turun lebih cepat. Meski demikian, diet ini tergolong berisiko jika dibandingkan dengan diet gizi seimbang, terutama bila dilakukan dalam jangka panjang tanpa pengawasan ahli.
Berikutnya adalah diet mayo, yang lebih menekankan pada konsumsi sayur dan buah sebagai sumber vitamin dan mineral, sementara karbohidrat dan protein tetap dikonsumsi dalam jumlah seimbang. Salah satu aturan ketat dari diet ini adalah larangan penggunaan garam. Kandungan mineral dalam garam dapat menyebabkan tubuh menyimpan air, sehingga mempengaruhi hasil diet.
Diet mayo umumnya dilakukan selama 13 hingga 14 hari secara konsisten. Dyah mengungkapkan bahwa banyak orang gagal dalam diet ini karena tidak bisa mempertahankan pola makan yang telah ditentukan.
Diet keto juga sedang naik daun. Dalam pola makan ini, porsi lemak dan protein sangat tinggi, sedangkan asupan karbohidrat ditekan seminimal mungkin. Tubuh diharapkan menggunakan lemak sebagai sumber energi utama. Dalam praktiknya, makanan biasanya digoreng atau dimasak dengan tambahan santan. Namun, bila dilakukan dalam jangka panjang, diet keto bisa menyebabkan penurunan massa otot karena tubuh mulai mengambil energi dari protein otot.
Sementara itu, diet food combining mengedepankan konsumsi buah dan sayur, terutama di pagi hari yang biasanya hanya diisi dengan jus. Meski terdengar sehat, diet ini tidak cocok untuk semua orang. Bagi mereka yang memiliki gangguan lambung, diet seperti ini justru dapat menimbulkan masalah jika tidak diawasi oleh ahli.
Dari berbagai pilihan yang ada, Dyah merekomendasikan diet gizi seimbang sebagai pilihan terbaik dan paling aman. Diet ini dirancang sesuai kebutuhan kalori dan pola makan harian individu. Dengan demikian, pelaku diet tidak merasa terbebani karena tetap bisa menikmati makanan sehari-hari dalam porsi yang dikontrol.
Dalam Program 100 Hari Penurunan Berat Badan di RSHS, diet ini telah terbukti efektif. Para peserta mendapatkan panduan pola makan dengan komposisi 60-70 karbohidrat, 10-15 protein, dan 20-25 lemak. Pendekatan ini dianggap lebih berkelanjutan karena tidak mengharuskan perubahan ekstrem, hanya pengaturan ulang jumlah asupan.
Selain memilih jenis diet, pengaturan waktu makan juga penting. Idealnya, makan dibagi menjadi tiga kali utama dan dua kali camilan ringan. Setelah tiga jam, lambung akan kosong dan tubuh perlu kembali mendapatkan asupan energi secara bertahap, bukan sekaligus. Dianjurkan untuk tidak makan menjelang tidur karena pada saat itu proses metabolisme melambat, yang bisa menyebabkan penumpukan lemak.
Pada akhirnya, semua makanan pada dasarnya baik. Yang membuatnya menjadi “tidak sehat” adalah jumlah atau cara konsumsinya yang tidak sesuai. Oleh karena itu, penting untuk tetap bijak dalam memilih jenis diet, mengatur porsi makan, dan berkonsultasi dengan ahli gizi sebelum memulai program penurunan berat badan.